27 | Rencana yang Binasa

9.3K 1.5K 579
                                    

Mita mengangkat wajah ketika Abel memasuki dapur pagi itu. 

"Kamu kenapa? Semalam nggak bisa tidur, ya?" Mita memelototi pelupuk bawah Abel yang samar kehitaman. "Badannya nggak enak lagi? Perlu periksa?"

Gadis itu tersenyum canggung. "Tadi malam sempat kebangun sebentar, jadi susah tidur lagi. Mungkin gara-gara kemarin tidurnya kecepetan. Biasa tidur malam, soalnya."

Mita menyipit. "Benar?"

"Iya, Mbak. Jadi, ada yang bisa dibantu?"

Bukannya menjawab, Mita justru kembali menempelkan tangannya di kening Abel. "Baik-baik aja. Tapi kamu kelihatan capek banget lho, Bel. Tidur lagi aja."

"Aku nggak papa, Mbak. Kebanyakan tidur nanti jadi pusing. Mbak Mita mau masak apa?"

Mita menatap Abel sejenak, lalu menghela napas panjang. "Kalau nanti pusing, jangan dipaksakan. Sayur asem aja, sama manggang ayam."

"Ng...aku bantu, boleh?"

"Tentu. Ini apronnya. Mumpung Talita masih tidur, kita masak aja dulu--eh, tapi kamu sibuk nggak?"

Gadis itu menggulung lengan piyamanya. "Kerjaanku seminggu ini cuma proyek Athlas." 

Mita menatap Abel dengan cerah, lalu mengangsurkan beberapa sayuran di hadapan Abel untuk dipotong. Wanita itu bersenandung pelan dengan tangan yang sibuk mengolah ayam yang akan dipanggang. Abel menatap sayuran di hadapannya dengan gugup. Dia belum pernah memasak sayur asem, tapi dia pernah memakannya. Jadi, seharusnya bentuk potongannya pun tidak beda jauh.

Tapi tetap saja, labu siam dan jagung itu tidak bisa mengalihkan Abel dari pikiran yang berkecamuk sejak semalam. 

"Nugi nggak pulang, Mbak?"

Senandung Mita berhenti, digantikan oleh decakan pelan. "Nggak. Dia tidur di Comma."

Abel tidak bertanya apa-apa lagi meskipun matanya memanas. Ia cepat-cepat mengerjapkan mata ketika ide muncul di kepalanya.

"Mbak...aku--boleh catat langkah-langkah bikin sayur asemnya?"

===

"Masak apa?"

Manda yang masuk ke ruangan dengan gunting tanaman besar di salah satu tangannya, bertanya. Lita yang berada di gendongan satu tangannya yang lain, mencondongkan tubuh dengan sama antusiasnya.

"Sayur asem," jawab Mita. "Lita juga cuci tangan dulu, habis itu kita sarapan bareng-bareng."

Talita mengerucutkan bibirnya, lalu kembali fokus pada bunga di tangannya. Manda mendengkus samar dan membawanya ke belakang.

"Dulu kamu cuma sebentar latihan masak sama Nugi, ya?" tanya Mita ketika mereka membawa sayur dan lauk pauk ke meja makan.

Abel mengangguk dengan canggung.

"Cukup singkat, ya." Mita mengomentari. "Jujur aja, Mbak cari-cari kamu waktu itu, ngebatin kenapa kamu udah jarang ke sini. Padahal kalau Nugi melatih kafe atau resto, bisa sampai beberapa kali pertemuan. Tapi Nugi nggak bilang apa-apa. Dia cuma bilang kalau kamu berhenti."

Abel hanya tersenyum samar. Waktu itu, untuk apa dia lanjut belajar memasak? Toh Arvin bukanlah orang yang bisa ia perjuangkan lagi. Gadis itu mengabaikan perih samar di dada ketika mengingat kejadian beberapa bulan lalu.

"Nggak diterusin lesnya?" tanya Mita lagi. "Mumpung di sini, gitu?"

"Nggak perlu," jawab Abel. "Dulu itu...karena ada sesuatu. Sekarang lebih santai. Ngomong-ngomong, kenapa semua orang di rumah ini pintar masak? Masakannya Mbak Mita enak--"

Colour Palette [Published]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang