22 | Pilihan

9K 1.4K 252
                                    

Irham Mandala mencium kening Talita yang tertidur pulas. Kulitnya masih terasa panas karena demam, namun keadaannya sudah jauh lebih baik daripada kemarin. Paling tidak, semalam Talita tidak rewel. Lelaki itu meraih kopernya, lalu berjalan keluar kamar.

Di samping jendela ruang tengah, ia menemukan perempuannya. Wajahnya tampak lelah, hasil dari kecemasan yang belum sepenuhnya reda karena demam Talita. Wanita itu mencepol rambutnya asal-asalan, tampak berbicara dengan cepat di ponsel.

"Butik," gumam Mita ketika Manda mengangkat alis, lalu membiarkan Mita kembali berkutat dengan pekerjaannya.

Lelaki itu melangkah lagi, ke dapur kali ini. Aroma jeruk menguar dari sana sejak tadi, membuat Manda penasaran apa yang membuat Nugi sudah berjibaku dengan dapur sepagi ini. Lelaki itu mendekati Nugi yang memakai apron, sedang fokus pada adonan di tangannya.

"Orange cake?"

"Hm," gumam Nugi tanpa mengangkat kepala. Rambutnya masih mencuat di beberapa tempat, namun wajah itu terlihat serius kala mengaduk adonan.

"Buat Comma?"

"Lita," ucap Nugi tanpa mengangkat wajah. "Dari kemarin susah makan. Barangkali mau nyemil ini."

Manda menatapnya sesaat. Sungguh, orang bisa menyangka jika ayah Talita adalah Nugi, dan bukan dirinya. Lelaki itu hafal semua hal yang disukai Talita, terutama makanan. Bagaimana bisa seseorang begitu perhatian dengan orang lain namun abai dengan dirinya sendiri?

"Berkas Noire di mana?"

"Udah gue taruh di mobil," jawab Nugi. Lelaki itu membersihkan tangannya dengan serbet yang ia gantungkan di pinggang, lalu pada akhirnya menatap Manda. "Mau berangkat sekarang?"

"Iya. Mau nganter gue ke bandara?"

"Kalau lo nggak mau ke bandara sendiri, gue bisa pesenin taksi," jawab Nugi datar. "Gue bayarin sekalian."

"Hah! Sombong sekali."

Nugi mendengkus, namun tidak menjawab. Ia justru kembali menekuni kegiatannya.

"Selama gue nggak ada, tolong tidur di rumah. Jagain Mita sama Talita buat gue."

"Hm."

Manda mengetukkan jemarinya di meja pantry, lalu akhirnya meletakkan map di hadapan mereka.

Nugi melirik Manda. "Ini apa?"

"Rebranding Athlas."

Tatapan manik kelam itu menajam.

"Sayangnya, Abel baru bisa ditemui besok, dan gue nggak mungkin bisa ketemu sama dia berhubung gue ada di benua lain. Jadi..." Manda mendorong map itu ke arah Nugi. "tolong gue sekali lagi."

"Kapan lo hubungin dia? Kenapa nggak ngomong dulu sama gue?" sahut Nugi sedikit emosi.

"Haruskah? Yang gue tahu, lo nggak pernah peduli sama Athlas. Jadi kenapa lo merasa gue perlu ngehubungin lo waktu mau rebranding Athlas?" tukas Manda. "Jawab, kenapa lo merasa perlu semarah ini?"

"Kenapa harus Abel lagi?"

"Karena hasil kerjanya bagus, dan dia profesional. It is obvious." Manda memainkan alisnya, lalu menepuk-nepuk pundak Nugi. "Lo tahu hasilnya buat Comma luar biasa. Gue juga mau Athlas punya logo baru yang lebih Athlas. Dan jangan khawatir, gue akan urus kontrak Noire secepat mungkin. Duit lo tetep ngalir walaupun lo rebahan satu dekade."

"Masih ada anak Athlas yang lain, Nda," geram Nugi.

"C'mon, Gi. Lo udah berpengalaman sama Comma. Lo lebih tahu apa-apa aja informasi yang dibutuhkan buat proyek ini. Tinggal ketemu doang apa susahnya?" Manda memiringkan kepala. "Ataukah memang sesusah itu?"

Colour Palette [Published]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang