9 | Tak Semudah Merebus Mi Instan

7.6K 1.2K 322
                                    

Abel yakin dirinya tidak akan pernah bisa menyantap rawon lagi untuk beberapa waktu ke depan.

Eksperimennya hari itu gagal total. Rawonnya pahit, getir dengan daging sapi yang-sepertinya- belum matang. Hari berikutnya, dia mual, muntah dan diare. Abel mengambil cuti satu hari demi memulihkan diri. Esok paginya, Abel harus berjibaku dengan sayur yang sudah basi, membuatnya muntah-muntah tidak keruan karena aroma daging busuk yang menguar di segala penjuru dapurnya.

Sejak saat itu, Abel semakin menghargai mereka-mereka yang bisa menyajikan masakan dengan sempurna. Di lain sisi, kepercayaan dirinya semakin menciut.

Abel melepas headphone ketika klien setuju untuk menyudahi meeting online kali ini. Gadis berkamisol biru itu menguap ringan dan melirik jam dinding. Pukul dua malam. Ini berarti, sudah genap tiga hari Arvin mendiamkannya.

Abel mendesah kalah. Kebungkaman Arvin benar-benar membuat mood-nya anjlok. Selama tiga hari ini, dirinya mengirim pesan-pesan pada Arvin. Bertanya apakah lelaki itu sudah makan, mengirimkan foto tumis sayuran yang ia coba dan hasilnya tidak terlalu buruk, tapi tetap saja lelaki itu tidak membalas pesannya.

Ada gelisah ganjil yang selalu membayang ketika Arvin mendiamkannya seperti ini. Kegelisahan itu selalu menguasai harinya, membuatnya tertekan dan tidak nafsu makan. Setiap mengingat betapa dinginnya suara Arvin, dadanya menyesak dan matanya memanas. Puncaknya, Abel akan menyalahkan diri sendiri.

Abel membuka instagram Arvin, mendapati foto terakhir yang diunggah enam jam lalu bersama Leah. Lelaki itu termasuk aktif di media sosial. Ia sering mengunggah aktivitas bersama kawan-kawan dan keluarganya.

My world. Demikian bunyi caption-nya. Arvin tampak manis sekali dengan kaus birunya. Lelaki itu tersenyum lebar seraya merangkul Leah dalam dekap satu tangan.

Gadis itu berdecak pelan kala tidak menemukan pesan dari Arvin. Ia memutuskan untuk menyudahi aktivitas hari ini. Namun baru saja berguling di kasur, perutnya melilit minta ampun.

"Lo kenapa ikutan nyiksa gue?" Abel mengusap perutnya, lalu ingat jika terakhir kali dirinya makan adalah pukul sepuluh pagi tadi.

Menguap lagi, Abel beranjak ke dapur dan memutuskan untuk membuat mi instan saja.

Ah, andai memasak rawon semudah merebus mi instan.

==

Aroma wangi dari detergen menyapa Abel ketika ia keluar rumah. Teras rumah sepenuhnya tertutupi oleh kanopi tembus pandang, memungkinkan Abel meninggalkan rumah dengan tenang tanpa khawatir cuciannya kehujanan.

Gadis itu tampak rapi dengan kemeja merah yang dipadankan dengan celana jeans. Jam tangan hitam menyempurnakan penampilan kasualnya hari ini. Aktivitasnya di Minggu pagi diawali dengan pergi ke Athlas, menemui Manda untuk membahas progres proyek mereka. Namun sebuah pesan membuatnya terpaku.

Mama minta kamu main hari ini. Ada waktu?

Langkah Abel terhenti.

Sepanjang sejarah menjadi seorang desainer grafis, melanggar janji dengan klien tidak pernah ada dalam kamusnya.

Tapi...

Gadis itu cepat-cepat membalas Arvin, dan berlari kembali ke dalam rumah.

Mas Manda, maaf. Pagi ini ada acara mendadak. Nanti sore, gimana?

Abel berusaha mengetik dengan baik di tengah dirinya yang mengganti kemeja dengan blus merah pucat. Gadis itu memperbaiki penampilannya sekali lagi.

Aku jemput, ya

Colour Palette [Published]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang