Nama Manda muncul, menutupi ruang chatnya dengan Arvin.Gadis itu menghela napas, lalu memutuskan untuk menyudahi tingkah menyedihkannya pagi ini. Padahal ia meraih ponsel karena ingin memeriksa email dari kliennya, tapi ia justru berakhir dengan memandangi pesan terakhir dari Arvin. Sebuah kebiasaan yang belum bisa Abel tinggalkan, sebentuk penawar semu dari rindu yang masih bersemayam di sudut kalbu.
Jika dia berkata bahwa Abel sudah berhasil merelakan Arvin, maka Abel berbohong. Seharusnya, hal pertama yang ia lakukan adalah menghapus semua kenangannya dengan Arvin, termasuk pesan-pesan dari lelaki itu. Namun nyatanya, ia masih sering memandangi ruang chat mereka tanpa sadar, membaca satu persatu pesan dengan senyuman, lalu berakhir dengan isakan.
Abel tahu semua ini butuh proses. Rasa sakit itu masih berkecamuk di dalam dada, dibumbui dengan kalimat-kalimat dari Leah, rasanya luka ini akan sembuh untuk waktu yang lama.
Namun...Abel berusaha. Dia sungguh berusaha untuk lepas dari harapan-harapan yang masih tersisa.
"Halo, Sabela. Ini Mita. Abel sayang, hari ini ada waktu? Ada pesta kecil-kecilan di rumah, syukuran ulang tahun ibunya Talita." Mita mengatakannya dengan sangat antusias, sementara Abel mengerutkan kening.
Ibunya Talita kan, dia.
"Gimana, Bel?" tanya Mita dengan antusiasme yang gagal disembunyikan. "Iya! Ah...bumbu barbekyunya...sebentar ya, Abel. Ini ngomong sama Mas Manda dulu!"
"Jadi, begitu," gumam Manda kalem, berbanding terbalik dengan nada bicara Mita. "Kalau lo sibuk, nggak juga nggak papa, Bel."
Gadis itu memainkan pensil yang ada di genggamannya.
"Aku bisa," jawab Abel akhirnya. "Jam berapa?"
"Sepuluh pagi ini." Manda berdecak. "Sori. Mita kasih tahunya dadakan. Dia bilang kepingin pesta barbekyu."
Abel melirik jam dinding. Satu jam lagi. "Bisa."
"Benar?" balik Manda. "Kalau beneran bisa, kita sekalian ngobrolin kerjaan aja. Daripada harus ketemu nanti malam?"
"Sure. Nanti aku bawa berkas-berkasnya."
"Oke. Gue akan kasih tahu mamanya Lita kalau lo bisa hadir. Dan Bel, makasih karena udah mau memenuhi undangan Mita padahal gue tahu lo pasti banyak jadwal di sana. See you here," ucap Manda sebelum menutup sambungan.
Abel menatap ponselnya.
"Aku yang seharusnya bilang terima kasih, kan?"
===
"Oh, udah datang--lo sakit?"
Abel segera membuang wajah ketika Nugi mendekat. Gadis itu masih sibuk melepaskan tali yang membelit dua buah kado besar di jok belakang motornya kala Nugi keluar rumah. Seperti biasa, lelaki itu memakai kaus putih polos yang dipadu dengan celana training. Samar aroma barbekyu tercium kala ia mendekat.
"Sini." Nugi mengambil alih tali rafia dan melepaskannya dengan mudah. Tanpa kata, ia membopong keduanya dan menoleh pada Abel. "Kapan terakhir makan?"
"Tadi pagi," tukas Abel singkat.
"Jam?"
Abel berdecak lirih, namun tetap menjawab dengan pelan. "Delapan."
"Are you sure you're okay?"
"Nggak perlu khawatir."
Nugi menyipit, dan Abel tidak perlu memberitahunya jika sebelum sarapan jam delapan tadi pagi, makanan terakhir yang mendarat di perutnya adalah nasi goreng kemarin siang.
![](https://img.wattpad.com/cover/228512244-288-k632810.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Colour Palette [Published]
ChickLitKetika Abel tidak bisa menyebutkan nama-nama rimpang dengan benar, Abel sadar dirinya bukanlah menantu idaman Leah. Tapi, bukankah cinta selalu tentang perjuangan? Setelah kekurangan-kekurangan yang ia miliki, ia tidak bisa membiarkan kekurangan...