29 | Pameran dan Hutang

9K 1.5K 469
                                    

Abel melepas helm dan membenahi rambutnya. Gadis itu berjalan menuju gedung utama balai kota ketika sesuatu yang dingin menempel di pipi. Abel menoleh dengan terkejut, lalu mendapati Nugi nyengir di sampingnya.

"Ini," ucapnya seraya mengulurkan satu cup jus buah dengan logo Comma.

"Kenapa di sini?" Abel menerimanya sambil mengerutkan kening. Lelaki itu tampak santai dengan kaus abu-abu berkerahnya. Snapback hitam bertengger di atas kepala seperti biasa.

Bukannya menjawab, Nugi justru berkata, "Permisi."

Lelaki itu menempelkan tangan di dahi Abel, terdiam sejenak sebelum melepaskannya. "Lo belum boleh kemana-mana tanpa pengawasan. Dan jujur aja, gue juga penasaran sama pameran seni rupa."

Kerutan di dahi Abel semakin dalam. Gadis itu menatap Nugi dalam diam hingga Nugi mengalihkan pandangan dengan gugup.

"Udah lama di sini?"

"Lima menitan."

"Oh..."

Abel menyugar rambutnya dan berjalan lebih dulu. Nugi mengimbangi langkahnya, sesekali melirik gadis berambut bob yang hanya setinggi dagunya ini. Poninya agak berantakan, mungkin terkena angin karena berkendara tadi. Gadis itu setia dengan penampilan kasualnya : Tas ransel, sneakers putih, dan kemeja loose putih polos yang ia masukkan longgar ke dalam celana jeans. Lengan kemejanya ditekuk sedikit di atas pergelangan tangan, menampakkan jam tangan mungil berwarna hitam di tangan kirinya.

"Mungkin kapan-kapan gue memang perlu mampir ke Comma," ucap Abel ketika membuang cup jusnya di tempat sampah, sedikit kehilangan jus yang enak ini.

Lelaki yang juga baru saja membuang cup itu mengangkat alis. "Tahu tadi jus apa?"

Abel menyipitkan mata "Creme brulee-nya masih ada? Kayaknya tadi pagi udah habis."

"Kita selalu bisa bikin lagi." Nugi mengangkat bahu, namun senyuman samar terulas di ujung bibirnya. "Jadi?"

Abel bersungut-sungut sejenak. "Mixed juice. Bayam sama lemon."

"Oh...wow." Nugi mengangkat alis hingga Abel memutar bola mata.

"Lo ernah kasih gue semua menu yang ada di Comma, ingat?"

"Oh..." Nugi tertawa pelan. "Let's make creme brulee, then."

Abel mendengkus samar, namun senyum bermain di bibirnya. Gadis itu berjalan ringan ke petugas tiket, dan membeli tiket untuk mereka berdua.

"Berapa?" Nugi mengeluarkan dompetnya.

"Nggak perlu. Jusnya enak." Abel menyerahkan selembar tiket padanya dan berjalan lebih dulu.

Nugi menatap punggung gadis itu beberapa saat sebelum mengimbangi langkah. Abel meliriknya sekilas, namun tidak mengatakan apapun.

Mereka memasuki aula pertama, dan fokus Abel segera terserap oleh ratusan warna dan bentuk yang menghiasi dinding. Abel mendekati enam lukisan yang sengaja diletakkan di sudut ruangan. Lukisan tentang Ramayana, rupanya. Di bawah lampu temaram, lukisan yang didominasi oleh warna suram itu tampak lebih tragis. Seperti sebuah elegi di penghujung hari, Abel bisa merasakan kemegahan peperangan hanya dari melihatnya.

"Are you okay?" Nugi bertanya dengan cemas kala melihat ekspresi Abel yang tidak biasa. Dengan remang, tatapan Abel pada lukisan-lukisan itu tampak...mengerikan. Seperti melihat sesuatu dengan sejuta kasih sayang. Penuh damba, gairah, dan ketertarikan yang lebih banyak dari biasanya.

"Warna selalu punya cerita," gumam Abel menatap lukisan Jatayu yang tampak mengagumkan. "Padahal cuma warna cokelat saja, tapi Jatayu bisa segagah ini. Coba, Gi...dia cuma main warna cokelat aja. Cokelat muda, tua, cokelat keemasan. Tapi lo bisa ngerasain--"

Colour Palette [Published]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang