44 || Luka hati

109 13 0
                                    

__H a p p y  R e a d i n g__

Gemercik air hujan  mulai membasahi halaman gedung Rihana Group, tangan Lisa menengadah dapat ia rasakan derai hujan yang semakin deras. Lisa menoleh ke arah Dion yang berdiri di sebelahnya, apa boleh buat sepertinya mereka harus menunggu sampai hujan reda.

"Lo nggak kenapa-napa kan?" tanya Dion memastikan.

"Nggak papa.."

"Oh iya...Kak Dion tadi ngajak ketemuan mau ngomong apa?" tanya Lisa membuka suara.

"Ehhh.." Dion terlihat gugup dengan pertanyaan Lisa yang datang tiba-tiba.

"Mau ngomong apa?" tanya Lisa mengulangi pertanyaannya.

***

Awan masih merenungkan penjelasan Lisa. Susah payah dia mencoba mengingat semuanya, namun seperti yang terlihat Awan masih belum menemukan ingatannya yang hilang.

Tangan Awan mengepal. Meluapkan emosi dengan meninju keras bangku di sebelahnya. Membuat darah kembali merembes keluar dari kain yang membalut tangannya yang terluka.

"Arkhhhhhh...." Awan merasakan nyeri luar biasa, tapi bukan berasal dari tangannya yang terus meneteskan darah, namun nyeri itu berasal dari kepalanya.

Disentuhnya kepalanya perlahan, keringat dingin mulai menguasai dirinya. Beberapa berkas ingatan terputar dengan cepat di otaknya, tidak terlalu jelas. 

Lama kelamaan Awan mulai mendengar suara-suara bersahutan berasal dari dasar ingatannya, begitu memekikan telinga dan membuat kepala Awan bertambah nyeri.

Lisa sayang Awan

Aneh ya kita..

Biar mereka bisa hidup bebas

Terus manggil apa? Sayang?

Boleh nggak kalau aku genggam tangan kamu sekali aja?

Aku merasa bosan sama hubungan kita

BRAKKKKKKK suara benda yang menghantam sesuatu dengan keras.

Maaf...

Nafas Awan memburu tak karuan, dadanya mulai di penuhi rasa nyeri. Air mata mengalir begitu saja dari pelupuk mata Awan, semua ingatan itu membuatnya menangis dan merasakan sakit yang teramat dalam.

"Lisa," tangan Awan menahan gejolak perasaan di dadanya, perih.

Tanpa pikir panjang Awan segera bangkit dan berniat mengejar Lisa. Dia tidak boleh kehilangan untuk yang kedua kalinya.

***

"Kak Dion mau ngomong apa kok malah diem? Bilang aja di sini juga nggak papa," jelas Lisa membuat Dion semakin gugup.

"Eeee....bukan apa-apa. Ya udah kita ke mobil gue aja langsung," Dion melepaskan jas hitamnya untuk menahan air hujan, setidaknya agar tubuh mereka tidak basah kuyup.

"Yakin?" Lisa sepertinya ragu untuk menerobos hujan.

"Yakin, ayo!" Dari pada harus di hujani dengan pertanyaan Lisa lebih baik Dion di hujani air.

"Oke....satu...dua...tiga!" 

Mereka berdua sedikit berlari menerobos hujan, sebelum air mulai merembes dan membasahi mereka. Terdengar suara langkah kaki mendekat namun tidak begitu terdengar jelas karena suara hujan yang mendominasi.

Tiba-tiba saja tangan Lisa tertarik ke belakang, membuat tubuhnya keluar dari keteduhan, gemercik hujan mulai membasahi pakaian yang Lisa kenakan.

Seseorang menarik Lisa ke dalam dekapan. Membenamkan wajah Lisa dalam dada bidangnya seperti tidak berniat melepaskan Lisa sedetikpun. Tidak memperdulikan deras hujan yang akan membasahi tubuh mereka.

"Jangan pernah tinggalin aku lagi," ucapnya, ya orang itu adalah Awan.

Dion yang juga berhenti di depan sana hanya bisa terdiam mematung tanpa sedikitpun rasa ingin menoleh ke belakang. Karena Dion juga tau, dia tidak pantas terlibat dalam masalah ini. Perlahan Dion mulai melangkahkan kakinya menjauh, membiarkan mereka berdua menyelesaikan semuanya.

Berada dalam dekapan Awan seperti ini membuat dada Lisa terasa begitu sesak. Seakan oksigen tidak mau datang menghampiri, seluruh oksigennya telah di curi!

"Kak lepas!" pinta Lisa tegas.

"Nggak!"

"Kakak udah janji!"

"Jangan paksa aku buat ninggalin kamu,"

"Kita nggak seharusnya seperti ini lagi!" sadar akan ingatan Awan yang mulai pulih. Lisa berusaha untuk lepas secepatnya.

"Kenapa?" Awan melepaskan pelukannya dan menatap tajam.

"Pada akhirnya semua ini cuma akan jadi beban buat aku," 

"Kita jalanin bareng-bareng, mau ya!" Awan meraih tangan Lisa, mengenggamnya erat.

"Nggak!"

"Lepas!"

"Kenapa kamu ngotot buat pergi dari aku sih Lis?" ucap Awan sedikit keras karena suara mereka kalah dengan suara gemercik hujan.

"KARENA BUNGA NGGAK TUMBUH DI LAHAN GERSANG!" teriak Lisa pandangannya mulai buram oleh air mata.

"Nggak! Kita mulai dari awal ya!" mohon Awan malah membuat Lisa semakin terisak.

"Aku nggak mau!"

"Aku nggak mau jadi perusak keluarga kakak!" kaki Lisa terasa begitu lemas, bahkan dia yang tadinya berusaha melepaskan cengkraman Awan kini sudah menyerah.

"Aku nggak mau ngelihat kalian semua hancur, aku..."

Awan menarik Lisa dalam dekapannya sekali lagi. "Justru hidup aku akan hancur kalau kamu menjauh, maaf ngebuat kamu jadi menderita,"

"Kita pertahanin bareng-bareng, aku janji aku kita bisa melalui ini semua..."

"Aku nggak bisa, maaf," ucap Lisa mencoba kembali tegar.

"Jangan bodoh! Aku sayang sama kamu dan kamu sayang sama aku!" Awan melepaskan pelukannya, menyentuh pipi Lisa lembut.

"Mau ya...kita mulai dari awal,"

"Nanti biar aku yang bilang ke mama dan semuanya, mereka pembohong, mereka jahat ngebuat kita jauh, aku nggak suka mereka semua, aku mohon kamu jangan pernah berfikir uat tinggalin aku lagi,"

Lisa sesenggukan, dia tidak bisa berkata-kata lagi, semua kalimatnya tertahan di pucuk tenggorokan. Dia terduduk lemas di tanah, tak memperdulikan genangan kotor di bawah sana, Lisa membuang muka tidak ingin melihat Awan yang keras kepala.

Apa dia tidak sadar kalau semua ini hanya akan mempersulit keadaan mereka? Tangan Lisa mengepal, hanyut dalam isakannya, dia benar-benar tidak tahu harus bagaimana lagi.

"Aku mohon, tinggalin aku di sini," lirih Lisa dalam hati, ditutupi wajahnya dengan kedua tangan. Isakannya terdengar semakin keras, begitu menyayat.

__T o  B e  C o n t i n u e__













1











MALAM INI AKU UP

SEBAGAI GANTI DUA HARI YANG LALU AKU NGGAK PERNAH UP

OKE..SALAM KAUM REBAHAN!! zzzzzzzzzz

 Gadis Yang Hilang✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang