48 || Puteri nyata

148 12 0
                                    

__H a p p y  R e a d i n g__

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

__H a p p y  R e a d i n g__

Sesekali air mata Lisa masih menetes di pipinya, tangan Lisa memasukkan satu persatu pakaiannya. Ana juga membantu Lisa mengemasi barang-barang agar lebih cepat mereka keluar dari rumah ini. Mungkin jalan terbaik untuk membahagiakan Sarah adalah pergi dari hidup Sarah secepatnya, dengan berat hati Lisa memutuskan untuk pindah malam ini juga.

"Tenang ya sayang, mulai sekarang mama akan selalu ada buat kamu," ucap Ana menenangkan Lisa yang tak kunjung berhenti meneteskan air matanya.

Lisa hanya diam, rasanya dia masih belum bisa menerima kenyataan bahwa dia bukan anak Sarah. Bukannya Lisa tidak senang bertemu ibu kandungnya namun ini begitu mengejutkan.

"Udah? nggak ada yang ke tinggalkan?" tanya Ana lembut.

"Udah tante...." Lisa masih belum terbiasa memanggil Ana dengan sebutan mama.

"Hemmm. ya sudah ayo kita keluar sekarang," Ana maklum dengan Lisa yang belum terbiasa, dan beralih mengambil kardus-kardus barang yang sudah mereka paking.

Mereka berdua berjalan perlahan keluar kamar Lisa menuju ruang tamu. Di sana Sarah masih berkutat pada majalah yang ia baca.

"Udah?" tanya Sarah tanpa menoleh ke orang yang di ajak bicara.

"Sudah, terimakasih banyak sudah merawat anak saya selama ini,"

"Silahkan keluar dari rumah saya," acuh Sarah.

Lisa melangkah mendekati Sarah, menatap ibunya sendu.

"Ibu, Lisa mau cium tangan ibu sekali aja, boleh ya,"

Sarah tak bergeming masih berkutat pada halaman majalah yang dia baca, membalik halamannya perlahan. Tangan Lisa tergerak untuk meraih tangan Sarah, mencium tangan Sarah lembut, tak ada balasan dari Sarah, Sarah tampak begitu dingin.

Beberapa menit kemudian Ana dan Lisa keluar dari rumah Sarah. Sebelum benar-benar melangkah lebih jauh, Lisa menatap tempat tinggalnya sejak kecil, dia akan merindukan tempat ini.

"Ayo, Lis," Ana meraih tangan Lisa menggenggam erat, menguatkan hati Lisa.

Kini bayangan mereka benar-benar hilang dari tempat itu, sepi, menyisakan sepi yang selalu menyelimuti. Karena kelelahan, saat sampai di rumah mewah milik Ana, Lisa langsung tertidur, mencoba menenangkan rasa sedih yang menyelimuti hatinya.

Sementara itu di tempat yang tak jauh mewah dari kediaman Ana terlihat dua orang wanita sedang berdiskusi serius tentang sebuah masalah yang mereka hadapi. "Mama kenapa nyuruh aku minta maaf sama Lisa tadi?" tanya Mirra heran.

"Tenang aja, mama ngelakuin itu buat keselamatan kamu, gimana kalau Ana marah sama kamu dan saat ini posisi kita benar-benar terancam, kamu tau kan?"

Mirra hanya menunduk dalam mendengar ucapan Dinda, benar juga.

"Kenapa juga gadis itu harus kembali di waktu yang tepat," ucap Dinda geram.

 Gadis Yang Hilang✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang