__H a p p y R e a d i n g__
Kini mereka berdua sudah meneduh di teras gedung Rihana Group meski baju mereka sudah basah kuyup tak tertolong. Lisa menyeka kedua pelupuk matanya, sial, Lisa baru ingat kalau ibunya sakit dan sendirian di rumah.
"Maaf kak aku pulang dulu," ucap Lisa sembari menunduk dalam.
"Tapi Lis, aku pengin bawa kamu ke rumah, kita jelasin semuanya ke mama sekarang,"
"Nggak. Aku mau pulang aja,"
"Kenapa?"
"IBU AKU SAKIT DAN AKU HARUS PULANG!" entah kenapa Lisa merasa begitu emosi, jujur dia sangat lelah menangis, emosinya benar-benar tidak bisa di rem lagi.
"Aku anterin!"
Akhirnya Awan mengantar Lisa pulang dengan mobilnya. Di dalam sana mereka berdua saling terdiam, Lisa memilih menatap lurus ke luar jendela. Matanya begitu bengkak, bagaimana kalau Sarah menanyakan kenapa kondisinya bisa seperti ini? Ah tapi tidak mungkin ibunya itu khawatir dengan keadaannya.
Ternyata Awan mengingat jalan ke rumah Lisa, sesampainya di depan gang Lisa langsung turun dari mobil dan menutup pintu mobil keras.
"LIS...."
Awan tak melanjutkan ucapannya karena Lisa sudah semakin menjauh dan menghilang dari pandangannya. Tak lama mobil Awan meninggalkan tempat itu.
Pintu rumah di buka Lisa perlahan. Ternyata Sarah masih duduk di kursi ruang tamu dan belum tidur, Sarah menatap Lisa yang muncul dari balik pintu.
Kenapa gadis itu? "Maaf bu Lisa pulang telat," ucap Lisa dengan suara seraknya.
"Ibu udah makan?" tanya Lisa perhatian.
"Lisa buatin makanan dulu ya,"
"Kamu kenapa?" tanya Sarah menghentikan langkah Lisa.
"Nggak papa kok," Lisa senang ibunya menanyakan keadaannya.
Sarah sepertinya tidak ingin bertanya lebih, jadi Lisa bergegas ganti baju dan memasak di dapur. Malam yang cukup sulit untuk Lisa, malam yang panjang untuk esok hari yang tidak ingin di lihatnya, Lisa mulai menyalakan kompor dan meletakkan penggorengan di atas kompor.
***
Pagi harinya Lisa berangkat kerja seperti biasa, kini suasana hatinya mulai membaik, Lisa melihat Nandin masih sibuk di dalam base camp.
"Pagi Lisa..." sapa Nandin hangat.
"Pagi mbak, itu di luar kok ada balon-balon kenapa ya mbak?" tanya Lisa penasaran.
"Oh itu, hari ini tuh ulang tahun perusahaan yang ke 30 tahun, oh ya semua pegawai termasuk kita-kita harus keliatan rapi soalnya bakalan ada tamu penting dari perusahaan luar negeri,"
"Pasti penting sih, sampai kita di suruh rapi-rapi,"
"Ehhh...Lisa rambut kamu juga harus rapi!" Nandin mengambil sisir dari tasnya.
"Ah udah rapi kok,"
"Nggak, harus super rapi! Sini aku rapiin!"
Nandin membuka kuncir rambut Lisa dan menyisiri rambut Lisa perlahan.
"Jadi anak cewek apalagi masih muda itu harus rapi biar tambah cantik!"
"Masa gitu?"
"Iyalah wajib!"
Aneh, sungguh aneh mimik wajah Nandin di belakang sana. Nandin terlihat begitu cemas akan sesuatu, tangan Nandin mengepal cepat dan bersembunyi di belakang punggungnya.
"He...he udah! Ini baru rapi plus cantik," Nandin tersenyum lebar.
"Ya udah aku tinggal dulu ya Lisa,"
"Iya.."
***
Nampak dua laki-laki bertopi sedang menyantap secangkir kopi di dalam cafe Gualin, mereka tampak sedang membicarakan hal yang serius. Mereka adalah Awan dan Dion.
"Kenapa lo sembunyiin semuanya dari gue?" tanya Awan dingin, sikap Awan berubah dingin pada Dion setelah ingatannya kembali pulih.
"Lo pasti pengin ngerebut Lisa dari gue?"
"Sepertinya begitu," Dion menggantungkan jawabannya
"LO!" jika bukan di tempat umum Awan sudah menghajar Dion detik ini juga.
"Tapi gue nggak sepicik itu, gue nggak bilang karena Lisa yang ngelarang,"
"Lagian lo udah punya tunangan masih lirik-lirik cewek lain?" sindir Dion sembari menyeripit kopinya yang semakin dingin.
"Gue nggak menginginkan pertunangan itu!"
"Jangan buat masalah!" pinta Dion serius.
"Jangan batalin pertunangan lo sama Mirra!"
"Kenapa? Lo takut kalau Lisa jatuh ke tangan gue?" tanya Awan simrik.
"Gue emang takut kehilangan Lisa, tapi gue juga nggak mau lo ngebuat Lisa dalam masalah kala lo batalin pertunangan lo sama Mirra, Mirra pasti nggak akan tinggal diam,"
"Lo nggak usah ikut campur urusan gue!" Awan beranjak dari duduknya, berbicara dengan Dion mungkin bukan hal yang bagus.
"Lo jangan egois!" ucapan Dion barusan berhasil menghentikan langkah Awan.
"Pikirin Lisa, keluarga lo dan orang lain yang akan merugi akibat tindakan lo,"
Awan kembali melangkahkan kakinya tak peduli dengan kalimat yang akan Dion lontarkan lagi, dia benar-benar muak dengan semua larangan. Entah Dion atau Lisa, mereka berdua sama-sama mengekang keputusan Awan, tanpa memikirkan perasaannya.
***
Nandin mengendap masuk ke dalam ruangan CEO Rihana Group. Di dalam sana ada Ana yang tengah duduk sembari membaca majalah terbaru dari perusahaannya.
"Bu Ana," panggil Nandin lirih, Nandin segera mengunci pintu ruangan dari dalam, agar tidak ada yang bisa masuk.
"Udah?"
"Sudah," jawab Nandin mantap.
Nandin meletakkan barang yang di butuhkan Ana di atas meja, dan Ana segera meraih dan meletakkannya dalam laci. "Jangan sampai ada yang tau," ucap Ana mengingatkan.
"Pasti bu, saya pastikan tidak akan ada yang tau,"
"Ini uang untuk kamu,"
"Ohh..nggak-nggak saya cuma mau bantu ibu aja, saya ikhlas,"
"Nggak papa terima aja saya juga ikhlas ngasihnya,"
"Terimakasih bu, kalau begitu saya permisi dulu,"
"Iya..iya, saya juga berterimakasih banyak sama kamu, silahkan kalau mau keluar,"
"Iya bu, sekali lagi terimakasih!"
__T o B e C o n t i n u e__
KAMU SEDANG MEMBACA
Gadis Yang Hilang✔
Teen Fiction[WAJIB TINGGALKAN JEJAK!] 1500 kata per part. Judul awal : LOST Ref 1 : Arrogant Actor Ref 2 : Gadis Yang Hilang Lalisa Cassandrra, seorang gadis dari keluarga biasa yang memilih bekerja menjadi seorang asisten artis bernama Awan Mahendra karena su...