__H a p p y R e a d i n g__
Lisa kembali ke rumah sakit dan mendapati Vina yang tertidur pulas di bangku depan ruang rawat. Lisa memelankan langkahnya agar tidak membuat kebisingan, perlahan tangan Lisa membuka pintu ruang rawat, kosong.
"VIN...VINA," Lisa mengguncangkan bahu Vina, mata Vina mulai mengerjap-ngerjap, terlihat kemerahan karena tidurnya terganggu.
"Kenapa sih Lis?" tanya Vina lemas.
"Ibu dimana?" tanya Lisa.
"Lah bukannya di dalem?"
"Kalau ada di dalem gue nggak akan nanya sama lo," ucap Lisa tambah panik.
"Ya maaf gue nggak tau, gue ketiduran,"
"Ckkkk...." Lisa segera menyusuri setiap sudut ruangan di lantai ini untuk menemukan ibunya.
***
Nampak seorang wanita tengah duduk di kursi hadap. Dengan secarik kertas di atas meja yang mulai tergores beberapa garis yang ia buat.
"Anda yakin tidak akan menerima perawatan lebih lanjut?" tanya seorang dokter, sebut saja dokter Sastro.
"Kalau saya tidak yakin, saya tidak akan meminta formulir ini,"
"Tapi kondisi anda .."
"Ini hidup saya, dan ini keputusan saya," wanita itu menyodorkan secarik kertas yang sudah ia tanda tangani, itu adalah formulir permintaan kepulangan atas kemauan pasien, dan wanita itu ialah Sarah.
"Apa anda sudah memberi tahu anak anda terlebih dahulu?"
"Saya mohon agar anda tidak memberitahu tentang kondisi kesehatan saya, ini permintaan pribadi dari saya," jelas Sarah.
"Kalau begitu saya permisi,"
Sarah menarik ganggang pintu, matanya menatap Lisa yang berdiri di depan sana dengan raut wajah yang mulai berubah lega.
"IBU,"
"Ibu kenapa nggak minta Vina buat nganterin ibu ke sini?" tanya Lisa.
"Ibu yakin bisa jalan sendiri?"
"Udahlah nggak papa," jawab Sarah lemas.
"TANTE!" ucap Vina lega setelah melihat Lisa dan Sarah kembali.
Vina membantu Lisa membawa Sarah kembali ke ruang rawat, tak berselang lama dua orang suster masuk ke dalam ruang rawat.
"Perimisi ibu," sapa salah satu suter.
"Saya lepas ya," suster yang lain melepaskan perban di tangan Sarah untuk melepaskan infusnya, Lisa yang melihat langsung mengeluarkan suara.
"Loh kok di lepas Sus?" tanya Lisa.
"Kita pulang," jawab Sarah.
"Tante, kondisi tante kan belum pulih. Kita di sini aja ya," bujuk Vina membantu Lisa.
"Bu..."
"Udah. Kamu nurut aja, kamu tau kan biaya rumah sakit itu mahal. Lagi pula kondisi saya baik-baik aja," ucap Sarah semakin membuat Lisa khawatir.
"Lisa akan bayar, Lisa akan bayar semuanya," meskipun Lisa hanya memiliki uang sedikit tapi Lisa bisa mencari tambahan untuk membayar biaya rumah sakit.
"Tante, nanti Vina juga bisa bilang ke papa buat bantu bayar kok,"
"Saya bilang pulang ya pulang ngerti? Kalau kalian masih mau di sini saya nggak peduli,"
Infus Sarah sudah di lepas dan Sarah mulai memasukkan barang-barangnya di tas, sedangkan Lisa hanya bisa pasrah. Ia tidak yakin kalau harus memaksa Sarah, percuma, Sarah tipe orang yang keras kepala.
Lisa memilih membantu membersekan barang-barang Sarah, dan turun ke lantai dasar untuk menyelesaikan biaya administrasi.
"Ohh. Sudah di bayarkan mbak," jelas resepsionis.
"Siapa yang bayar mbak?"
Ternyata Sarah sudah membayar saat di ruangan Dokter Sastro tadi. Tanpa pikir panjang Lisa kembali menghampiri Vina dan Sarah yang sudah di depan rumah sakit, menunggu kendaraan untuk membawa mereka bertiga pulang.
Sesampainya di rumah.
"Ibu yakin nggak papa?" tanya Lisa.
"Menurut kamu?" tanya Sarah malas menjawab.
"Lisa khawatir kalau ibu kenapa-napa,"
Lisa menarik selimut dan menutupi tubuh Sarah agar hawa dingin tidak menyeruak masuk, dan Sarah bisa istirahat dengan nyaman.
"Ibu istirahat ya, Lisa ke kamar dulu,"
Mata Sarah perlahan terpejam, dan Lisa mulai keluar dari kamar Sarah, menutup pintu kamar pelan. Mendengar pintu yang sudah tertutup Sarah kembali membuka matanya, dan beranjak dari tempat tidur, tangan Sarah menyahut tas yang tergantung di tembok.
Terlihat Sarah mengeluarkan sebuah kotak kecil berwarna abu-abu, yang kemudian ia letakan di dalam almari pakaiannya, sekilas juga terlihat beberapa kotak lainnya berwarna sama tertata rapi.
"Ada saatnya mereka akan bertemu pemiliknya," gumam Sarah lirih lantas kembali menutup almari pakaian itu.
Malam terus beranjak, dan bulan purnama pun sudah tampak semakin meninggi, menandakan waktu yang terus berjalan, malam yang sunyi tanpa sedikitpun terdengar suara di sekitar tempat ini.
Lisa masih belum bisa tidur, mungkin semalaman ini Lisa akan terus terjaga bersama Boga yang setia menemaninya.
"Boga, hidup itu penuh rasa sakit ya," gumam Lisa sembari menatap bonekanya yang hanya membisu.
"Mereka semua mementingkan diri sendiri dari pada kebahagian orang lain," Lisa kembali teringat ucapan Mirra di cafe Mawar sore tadi.
Perlahan Lisa mencoba memejamkan matanya, dapat ia rasakan rasa perih yang mulai menjalar di dadanya.
***
Mentari mulai menampakkan wajahnya, Lisa sudah menyiapkan sarapan untuk Sarah, perlahan Lisa membawa makanan itu ke kamar Sarah, tampak dari ambang pintu Sarah yang sudah terbangun membaca sebuah koran seperti biasanya.
"Ibu, Lisa bawa makanan, ibu makan ya, enak kok,"
Lisa duduk di tempat tidur dengan sebuah mangkuk berisi bubur yang masih panas terlihat lezat, Lisa mulai menyendok bubur itu dan menipunya perlahan.
"Lisa suapin,"
Tidak seperti dulu, kini Sarah membuka mulutnya dan menerima perlakuan Lisa, mungkin karena perutnya yang sudah keroncongan sejak subuh.
"Kamu nggak kerja?" tanya Sarah di sela sarapan.
"Enggak. Lisa mau jagain ibu aja,"
"Kerja! Kamu nggak boleh malas-malasan," jelas Sarah lantas beranjak dari tidurnya.
"Tapi bu Lisa..."
"Kalau kamu pengin ibu kamu bahagia, hasilin uang yang banyak," ucap Sarah sebelum benar-benar keluar dari kamarnya.
Lisa menghela nafas berat, di saat seperti ini yang Lisa inginkan adalah menjaga Sarah tapi Sarah malah menyuruhnya untuk bekerja. Lisa meletakkan kembali mangkuk itu di nampan, baiklah Lisa akan menuruti Sarah, bekerja menghasilkan banyak uang, uang adalah benda terbaik untuk membahagiakan Sarah.
Setelah bersih-bersih Lisa bergegas menyahut tas selempangnya karena jam sudah menunjukan pukul 8 kurang 15. Di ruang tamu terlihat Sarah yang masih sibuk membaca koran.
Sarah menurunkan koran itu saat merasakan tangan Lisa menggapai tangannya, dengan cepat Lisa menyalami tangan Sarah. Untuk pertama kalinya setelah beberapa tahun terakhir Lisa tidak pernah melakukannya karena takut, takut di marahi Sarah.
"Lisa kerja dulu, kalau ada apa-apa ibu hubungi Lisa ya," pesan Lisa yang hanya di balas hemm oleh Sarah.
__T o B e C o n t i n u e__
KAMU SEDANG MEMBACA
Gadis Yang Hilang✔
Teen Fiction[WAJIB TINGGALKAN JEJAK!] 1500 kata per part. Judul awal : LOST Ref 1 : Arrogant Actor Ref 2 : Gadis Yang Hilang Lalisa Cassandrra, seorang gadis dari keluarga biasa yang memilih bekerja menjadi seorang asisten artis bernama Awan Mahendra karena su...