40 || Hanya beralasan

100 12 1
                                    

__H a p p y R e a d i n g__

Dion segera menarik Awan menjauh dari ruang rawat agar mereka tidak menimbulkan keributan. Membiarkan Lisa duduk sendirian dengan rasa khawatir yang mulai menyelimuti hatinya.

"Aduh....gimana ini?" Lisa mengigit bibir bawahnya, tangan Lisa sibuk meremas-remas bajunya, bingung harus berbuat apa kalau sampai Awan tahu yang sebenarnya.

Tak lama Dion kembali, sendirian, Lisa langsung beranjak dari duduknya. "Loh Kak Awan mana?"

"Dia udah pergi?"

Lisa semakin bertanya-tanya. "Emang Kak Dion jelasin apa ke dia sampai mau pergi?" tanya Lisa penasaran.

"Gue bilang,"

Dion mendekatkan bibirnya ke telinga Lisa. Membisikan beberapa kalimat penjelasan.

"Kalau elo dulu pernah ngutang sama dia, makanya lo cemas kalau sampai dia inget sama lo dan utang-utang lo," bisik Dion membuat Lisa terkesiap.

"ASTAGA!" Lisa menampar bahu Dion gemas.

"Arkhhh...sakit!"

"Masa gitu jelasinnya?" 

"Ya mau gimana lagi udah kepepet, untung percaya,"

"Huffff..." Lisa sedikit merasa lega.

"Lo kok sampai segitunya ke dia?"

"Saya udah janji buat nggak deket-deket sama dia," jelas Lisa singkat.

"Kenapa nggak mencoba melanggar janji itu?" tanya Dion penasaran.

Dalam hatinya Lisa menjawab tidak semudah itu melanggar janji tanpa memikirkan akibatnya nanti. "Gue tau lo sayang sama dia," ucap Dion menatap lurus ke depan.

"Sayang, sayang itu nggak harus memiliki, saya menjauh karena rasa sayang saya,"

Mendengar jawaban Lisa, pemikiran Dion menjadi lebih terbuka. Tentang rasa cinta yang dia miliki untuk Lisa, mungkinkah akan berakhir seperti itu juga?

Terdengar suara dentuman langkah kaki mendekat, jantung Lisa kembali terasa berhenti berdetak. Mata Lisa segera menoleh ke sumber suara, syukurlah itu hanya Vina.

"LISA!" panggil Vina yang menenteng rantang berisi makanan.

Lisa membalas lambaian tangan Vina dan tanpa sebab yang jelas Dion juga melambaikan tangannya mengikuti Lisa.

"Plis..jangan teriak," pinta Lisa saat mengetahui perubahan raut wajah Vina setelah melihat Dion.

Vina segera menutup mulutnya rapat-rapat, rasanya sekujur tubuhnya mulai bergetar hebat. Tangan Vina yang gemetaran menyerahkan rantang makanan itu pada Lisa.

"Da-dari nyokap gue," ucap Vina gelagapan.

"Lo kenapa sih Vin? Biasa aja kalik!" pinta Lisa yang merasa malu melihat sikap Vina.

"Ye apaan sih lu?" tanya Vina sinis.

"Lis! Minggir dikit!" pinta Vina menyela tempat duduk, dan Lisa terpaksa memberikan celah di dekat Dion untuk Vina.

"Thanks," Vina beralih menatap Dion yang sepertinya risih di tatap seintens itu.

Drrrttttt. Drrrrttttt. Drtttttt. Ponsel di saku Lisa bergetar. Menandakan ada telephone masuk, Lisa segera mengambil dan melihat siapa yang menelphone sebelum benar-benar dia angkat, nomor tidak di kenal.

"Halo.." Lisa beranjak dari tempat duduknya dan sedikit menjauh dari mereka berdua.

"Kak Dion, ganteng banget deh, boleh pegang pipinya?" Vina sudah tidak tahan lagi untuk menyentuh pipi mulus Dion. Membuat Dion semakin merasa tidak nyaman dan sedikit bergeser ke kanan karena jarak mereka terlalu dekat, tapi Vina malah ikut bergeser, terus bergeser saat dia bergeser lagi.

 Gadis Yang Hilang✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang