[10] Taman bermain

810 95 7
                                    

Axel menatap pantulan dirinya di cermin. Axel tersenyum tipis. Akhirnya hari ini dia bisa bertemu kembali dengan takdirnya itu. Setelah menatap rambutnya yang sedikit berantakan, pria yang dimabuk cinta itu segera berjalan menuju pintu kamar.

Axel membuka pintu itu dan langsung terdiam begitu melihat Aaron sudah berdiri di depan pintu sambil melipat tangannya dengan wajah penuh tanda tanya.

"Axel mau kemana?" Tanya Aaron menatap Axel tajam.

"Pergi ke taman bermain, Aaron. Aku sudah mengosongkan taman itu sejak semalam."

Mata Aaron melotot. "Axel tidak mengajak Aaron?! Kenapa? Biasanya Aaron selalu di ajak jika Axel berpergian." Wajah Aaron langsung suram.

Tidak ada gunanya mengelak. Sebaiknya Axel menceritakan segalanya pada Aaron daripada pria bocah itu merengek hingga membuatnya tidak bisa pergi menemui sang pujaan hati.

"Aku sudah menemukan mate ku, Aaron. Dan aku berniat mengajak nya berkencan di taman bermain itu."

Mata Aaron kembali melotot, kali ini lebih lebar, sehingga Axel yang melihatnya ngeri sendiri. Bagaimana jika bola mata itu lepas dari matanya? Lalu bergelantungan dengan urat-urat mata yang panjang itu?

Axel bergidik sendiri membayangkannya. "Axel udah menemukan mate Axel?! Astaga!!! Aaron ikut senang!" Aaron langsung memeluk Axel riang.

"Astaga, kita dulu selalu bermain bersama. Dan sekarang Axel sudah menemukan mate. Axel sudah sangat dewasa." Aaron tersenyum lebar.

"Ehm, ya. Aku memang sudah dewasa." Axel tertawa pelan. "Pinjam taman bermain pribadi mu ya Aaron. Aku akan segera mengenalkan mate ku padamu."

Aaron mengangguk lalu mengepalkan tangannya dan mengangkatnya ke atas. "Semangat!"

Axel mengangguk dan tertawa. Dia beruntung memiliki Aaron sebagai Alpha nya. Yang selalu setia mendukung apapun yang dilakukannya.

//*MTM*//

Axel bisa melihatnya. Gadis yang sudah di takdir kan untuknya itu kini sedang duduk di salah satu kursi di kedai corndog. Tempat yang sama ketika mereka terakhir kali berpisah semalam.

Axel berjalan mendekat lalu duduk di depan Alana. Gadis itu tersentak kaget ketika melihat Axel dan mulai tersenyum.

"Hai..."

"Hai juga. Bagaimana kakimu?" Tanya Axel sambil melirik kaki Alana yang masih setia di gips.

"Tidak sakit lagi. Aku sudah baik-baik saja. Oh iya. Omong-omong, taman bermain yang akan kita datangi itu, apa benar punyamu?" Tanya Alana penasaran. Semalaman gadis itu memikirkan tentang taman bermain itu. Bisa jadi Axel hanya mengarang cerita saja.

Axel mengangguk. "Sebenarnya bukan murni punyaku. Ah, kau tidak akan mengerti."

Alana mendelik. "Kau kira aku sebodoh itu? Aku sudah katakan aku ini sebenarnya pintar sekali! Aku selalu juara umum ketika sekolah. Aku hebat dalam segala hal. Aku disukai banyak or--"

"Bla bla bla. Jika kau terus mengoceh kita tidak jadi pergi." Ujar Axel yang lama kelamaan menjadi kesal dengan rasa percaya diri Alana yang sangat tinggi.

"Astaga aku hanya bercanda. Aku tidak sesempurna itu." Alana mulai mengembangkan senyuman terpaksa.

Axel mengangguk lalu berdiri. "Yasudah. Kalau begitu ayo kita langsung pergi saja."

My Two Mates [END] ✓ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang