[13] Kepergian

780 88 7
                                    

Sarah mulai mengemasi barang-barang mereka. Wanita itu membuka lemari dan mengambil pakaian miliknya dan Jakson lalu mengemasnya dalam koper.

Wajah Sarah pucat, tubuhnya sudah tidak enak sejak pagi. Ditambah masalah ini membuat Sarah menjadi semakin tertekan hingga kepalanya terasa semakin pusing.

Jakson sendiri sibuk membantu Sarah mengemasi barang-barang yang tersisa di kamar itu.

Jakson sudah menyadari wajah pucat istrinya. Jakson bahkan menyuruh Sarah untuk duduk saja dan dia yang akan menggantikan mengemasi barang-barang. Tapi Sarah tetap bersikeras melakukan itu.

"Kau terlihat sangat pucat honey. Duduklah dulu, biar aku saja yang mengerjakan ini."

Sarah menggeleng. "Tidak tidak. Aku sudah banyak membuat mu tertekan, tertimpa masalah, dan aku selalu menjadi masalah serta beban bagimu. Aku tidak mau lagi membuatmu lelah." Sarah kembali melanjutkan kegiatan berkemas nya.

Jakson menghembuskan nafas lelah. Sarah benar-benar keras kepala. Wanita itu sudah dipenuhi dengan berbagai perasaan bersalah.

Toookkk... Tokkk...

"Kakak, ini Alana."

Sarah yang mendengarnya langsung buru-buru berjalan ke arah pintu dan membukanya. "Alana..."

Alana langsung memeluk Sarah erat dan tangisnya pun tumpah. Alana menangis terisak-isak. Sarah yang terkejut karena di peluk tiba-tiba pun akhirnya membalas pelukan itu.

"Ini salahku! Harusnya aku tidak boleh egois. Aku yang membuat kalian diusir. Bagaimana caraku memaafkan diriku sendiri?! Huhuhuu... kakak." Alana terus menangis dan mengeluarkan segala keluh kesah nya.

Sarah mulai memaksakan senyuman nya. "Tak apa, ini bukan salahmu sepenuhnya. Ini sudah takdir."

Alana menggeleng heboh. "Ini semua salahku," Alana melepas pelukannya lalu menatap dalam mata Sarah. "Atau haruskah aku datang ke kediaman keluarga Merqury lalu bersujud di kaki mereka agar pernikahan di lanjutkan dan kalian bisa tetap tinggal disini?" Tanya Alana dengan perasaan yakin. Apapun akan dilakukannya agar kedua kakaknya tidak pergi dari rumah ini. Apapun.

"Apa-apaan kau ini! Tidak boleh!" Bukan Sarah yang menjawab, melainkan Jakson. Dia berjalan mendekati Alana dengan wajah marah.

"Jangan sampai kau berani-beraninya melakukan hal itu. Aku tidak akan memaafkan mu jika itu sampai terjadi ."

Sarah mengangguk menyetujui. Alana tidak boleh membuang harga dirinya hanya karena mereka.

Tubuh Alana merosot ke lantai lalu duduk bersimpuh. Tangisnya semakin deras, Alana tidak henti-hentinya mengutuk dirinya sendiri.

"Ini semua salahku..."

Jakson ikut berjongkok, lalu menaruh kedua tangannya di bahu sang adik. "Ini sudah jalan takdir. Jangan menyalahkan dirimu sendiri. Temukan kebahagiaan mu mulai saat ini. Kami akan bahagia jika mendengar kabar bahagia mu nanti. Kau cukup melakukan itu saja."

Alana menggigit bibirnya menahan isakan tangis. Itu benar. Tidak ada gunanya menangis seperti ini. Yang harus dilakukannya adalah mencari kebahagiaan nya, lalu meyakinkan kedua orang tuanya jika sebenarnya Sarah itu adalah orang yang paling mereka butuhkan, dan membawa kedua kakak tersayangnya itu pulang.

Ya, itu yang harus Alana lakukan.

Alana mengangguk kan kepalanya dan langsung menghambur ke dalam pelukan Jakson. Menenggelamkan wajahnya ke dalam bahu tegap milik sang kakak.

"Lana janji akan menemukan kebahagiaan yang Lana cari lalu membawa kalian pulang ke rumah ini. Lana akan membuat ibu dan ayah menyesal sudah mengusir kalian." Bisik Alana di telinga Jakson. Jakson tersenyum bangga lalu membalas pelukan sang adik dengan tak kalah erat.

My Two Mates [END] ✓ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang