Alana menatap telepon yang terputus itu dengan ekspresi khawatir. Takut jika Axel terluka, dia sangat takut. Mendengar nada serius tadi, Alana jadi menduga kalau itu benar-benar masalah serius. Alana langsung membuka ponselnya dan searching di internet tentang apa itu Rogue. Tentunya Alana tidak terlalu paham dengan istilah-istilah seperti itu. Selama ini Alana tidak pernah penasaran dengan itu semua, hidupnya dia habiskan dengan belajar dan belajar sesuatu yang berguna, dan tanpa tahu jika sekarang hal-hal yang dianggapnya mitos dan tidak penting ternyata berguna juga dalam hidupnya.
Alana memainkan jarinya, wajahnya muram. Dia benar-benar khawatir pada Axel. "Ada dia akan baik-baik saja ya?"
PIP!
Ruangan langsung gelap gulita. Alana melotot. Listrik di rumahnya padam. Alana meraih ponselnya yang tadi sempat di letakan nya di atas meja dan mulai menghidupkan flash ponselnya. Kini Alana sendirian di kamarnya yang gelap dan ditemani dengan cahaya dari ponselnya.
Alana berdiri dari kasurnya dan berjalan ke arah pintu. Dengan jantung yang berdegup, Alana menyentuh kenop pintu kamarnya dan...
Prraaankk
Mata Alana membulat begitu mendengar suara benda pecah di luar kamarnya. Keningnya berkerut, apa yang terjadi sebenarnya?
Pasti ada sesuatu yang nggak beres disini, batin Alana gelisah. Alana mulai membuka pintu kamar itu perlahan dan berjalan keluar dengan hati-hati.
Alana dapat mendengar suara kaca yang di pecahkan dan itu berasal dari dapur di lantai satu. Alana mulai gemetar. Apa ada perampok yang masuk ke rumahnya? Alana merapatkan tubuhnya pada dinding. Di lantai dua hanya ada kamarnya, ruang kerja ayahnya, ruangan khusus pelibatan sang ibu, dan gudang. Jadi Alana benar-benar sendirian di atas sini.
Alana berjalan perlahan sambil tetap merapat pada dinding, hingga akhirnya Alana bisa melihat ada dua, ah bukan, ada lima orang berpakaian serba hitam di lantai satu rumahnya.
Alana menutup mulutnya, menahan jeritannya. Bagaimana mungkin ada perampok yang bisa masuk ke dalam rumahnya?! Kemana penjaga malam yang menjaga rumahnya?
Alana bisa merasakan tubuhnya gemetar. Ketakutannya memicu adrenalin nya. Alana masih mengintip dari balik dinding, dan matanya membulat ketika melihat salah satu penjahat itu menyeret ayahnya ke ruang tamu. Penjahat itu menarik kaki ayahnya, sementara kepalanya terseret-seret di lantai.
Para penjahat itu mendudukkan ayahnya ke salah satu kursi dan mengikatnya dengan cepat. Alana dapat melihat itu semua dengan bantuan sinar bulan purnama yang memasuki celah-celah jendela.
Sementara ibunya juga dibopong dan diikat di kursi tepat di sebelah ayahnya. Para penjahat berpakaian serba hitam itu memegang pisau dan alat berbahaya lain.
Alana hampir menangis, dengan tangan gemetar, Alana membuka ponselnya, berusaha menghubungi Axel. Tapi tetap saja tidak diangkat. Alana semakin ketakutan.
Dia tetap berusaha menghubungi Axel, dan tetap tidak diangkat. Kira-kira sudah ada sepuluh panggilan tidak terjawab yang di lakukannya.
"Tolong... Kumohon... Axel..."
Alana menggigit bibirnya menahan tangis, mencoba membuat satu panggilan lagi, tapi tiba-tiba ponselnya di tarik dari belakang tubuhnya dan ketika Alana berbalik, gadis itu tidak bisa menahan teriakannya.
Sosok lain dengan pakaian serba hitam dan masker berwarna hitam dengan tulisan Hei Punk! Kini memainkan ponselnya di tangan. Matanya menyipit, yang bisa Alana tebak jika dia tengah tersenyum di balik maskernya.
"Sudah selesai mengintipnya?"
//*MTM*//
Aaron menahan rasa mual nya ketika menginjakkan kaki di perbatasan. Beberapa mayat berserakan di sana entah itu warrior pack nya ataupun Rogue. Dan masih ada beberapa lusin Rogue lain yang berusaha memasuki perbatasan.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Two Mates [END] ✓
Werewolf[Completed] [PART DI HAPUS SEBAGIAN UNTUK KEPENTINGAN PENERBITAN!] ----- Telah di terbitkan oleh penerbit firazmed.pub ----- Bagaimana jika kalian ternyata memiliki dua orang mate yang ternyata adalah Werewolf?! Alana mendapatkan mate seorang Werewo...