[28] Pengakuan

482 66 10
                                    

Alana terbangun ketika ponselnya bergetar dan alarm ponselnya berbunyi nyaring. Gadis itu mendudukkan diri dan mengusap matanya. Alana meraih ponselnya yang terletak di meja dan mematikan alarm itu.

"Sudah jam tujuh ternyata. Astaga aku ngantuk sekali." Alana mengusap wajahnya dengan kesadaran yang belum kembali sepenuhnya.

Alana melihat ke sekeliling ruangan, matanya menyipit. Berusaha mengingat-ingat dirinya ada dimana saat ini. Dan dia mulai ingat ketika kesadarannya sudah kembali sepenuhnya.

Alana turun dari kasurnya dan berjalan menuju kamar mandi untuk mencuci wajah. Perutnya lapar, dan dia berencana keluar untuk sarapan. Gadis itu beranjak dari kasurnya dan berjalan ke arah toilet, berniat membersihkan diri.

Setelah selesai membersihkan diri, Alana memakai pakaian santai, sebuah dress biru muda dan dia juga sedikit menata rambutnya.

Alana menggigit bibirnya. Perkataan Sarah semalam langsung membuat mentalnya down seketika. Karena dia sadar jika dia sudah berada di masalah itu sendiri. Tidak dapat lagi di hindari. Apa lagi yang bisa di lakukan nya. Tidak mungkin dia berkata pada kedua mate nya jika salah satu dari mereka membawa bencana bagi dirinya kan? Alana mana mampu mengatakan itu.

Tokk.. tokkk...

Alana yang sedang menyemprotkan parfum tersentak kaget. "Eh, siapa?"

"Ini aku Viselle. Aku akan membawamu ke aula makan, Alana. Cepatlah bersiap, semuanya sudah berkumpul disana, mereka menunggumu."

Mata Alana melotot mendengarnya. "Apa?! Menungguku?"

Alana yang panik pun segera berlari ke arah pintu setelah selesai merapikan pakaiannya yang sedikit berantakan. Alana membuka pintu dengan cepat dan menatap Viselle dengan kesal. "Kenapa kau tidak bilang dari tadi sih? Kalau kau mengatakannya dari awal aku bisa lebih cepat."

Viselle mengangkat bahunya acuh. "Entahlah. Tiba-tiba saja mereka ingin sarapan bersama. Mana aku tahu."

Alana mengangguk dan berjalan beriringan dengan Viselle. "Oh iya, omong-omong ada Axel tidak disana?"

"Tentu saja ada. Dia kan bagian dari pack. Dia Beta, tidak mungkin dia tidak ikut sarapan."

"Aku... Merasa agak canggung harus bertatap muka dengannya."

Viselle melirik mata Alana sebentar sambil terus berjalan menuju aula makan. "Yah... Karena kejadian tadi malam kan? Dimana dia memindahkan kamarmu seenaknya. Aku juga kalau jadi dirimu akan merasa sangat risih bertatapan dengannya."

Alana menunduk, "Sebenarnya juga bukan sepenuh nya salahnya."

"Kau terlalu berfikir positif. Tidak baik."

"Aku seperti itu kah menurutmu?"

Viselle mengangguk. "Ya. Alana, perhatikan jalannya, jangan terlarut dengan pikiranmu. Aku hanya akan mengantarmu hari ini aja. Besok aku tidak akan melakukannya lagi. Karena itu hapal jalannya agar kau tidak tersesat."

"Ah iya. Maaf."

"Ah, omong-omong Viselle, apa kau sudah memiliki mate?"

Tiba-tiba saja langkah Viselle terhenti. Gadis itu menunduk dalam. Alana uang sadar akan hal itu memandang Viselle bingung. "Ada apa Viselle? Apa aku salah bicara?"

"Iya," balasnya parau. "Mate ku sudah mati."

Mata Alana kontan melotot. Nafasnya tercekat, Alana bahkan tidak sanggup menggerakkan jari-jari nya. "A--ah, aku tidak tahu. Maafkan aku."

Viselle mengangguk, tapi auranya tetap suram. "Aku maafkan, tapi setelah ini tolong jangan membahas itu lagi."

Alana mengangguk dengan susah payah. Tidak bisa membayangkan dirinya berada di posisi Viselle. Pasti sangat menyakitkan. Alana merasa dirinya jauh lebih beruntung. Dia memiliki mate, bukan hanya satu tapi dua. Dengan pangkat yang tinggi pula. Alana memang kurang bersyukur.

My Two Mates [END] ✓ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang