[18] Penyerangan Dua Sisi

715 86 1
                                    

Sudah empat hari Alana dirawat di rumah sakit dan dia di perbolehkan pulang siang ini. Alana kini sudah berada di kamarnya, asik chatan dengan Axel. Sejak kejadian waktu itu, dimana ayahnya menghajar Axel karena salah sangka, Alana jadi merasa sangat bersalah pada manusia serigala itu.

Omong-omong Alana sudah bisa menerima kenyataan bahwa Axel itu bukan manusia, dan dunia immortal itu ada. Alana yang dulu takut pada hantu, sekarang ganti takut pada makhluk seperti Ghoul, Orge, dan makhluk-makhluk mengerikan, buruk rupa dan haus darah. Axel memberitahunya jika makhluk-makhluk itu dapat di tangkal, dan Alana tidak perlu khawatir diserang karena Axel selalu bisa merasakan jika Alana sedang dalam bahaya. Semacam ikatan batin pasangan.

Dunia immortal itu berbahaya, kalau kata Axel. Dan berhubung Axel adalah mate Alana, dia berjanji akan selalu melindungi Alana apapun yang terjadi, meskipun nyawanya taruhannya.

Dan malam ini, Alana sibuk membalas pesan pesan dari Axel. Oh, satu lagi, mereka belum resmi berpacaran. Meskipun Alana tahu jika Axel itu adalah mate nya, tapi mereka tetap belum menjadi pasangan. Mereka belum berpacaran, apalagi menikah. Alana masih merasa seperti orang asing.

Tiba-tiba saja Axel menelponnya, Alana yang gelagapan pun berusaha mengatur suaranya dan berdehem, memastikan suaranya tidak serak dan mempermalukan dirinya sendiri.

"Halo?"

"Halo. Alana, kau tahu? Aku sangat ingin pergi ke rumahmu saat ini."

Alana tertawa kecil. "Memangnya kau siapa ingin bertemu denganku?"

"Tentu saja kau takdir ku. Masih bertanya lagi?" Suara Axel terdengar menjengkelkan.

Alana mendengus kesal. "Kau belum menjadikanku kekasihmu tahu! Kita belum ada hubungan apapun meskipun aku ini takdir mu."

Axel tidak bersuara. Benar-benar hening di seberang sana. Alana mengerutkan keningnya, apa dirinya salah bicara? Sepertinya tidak.

"Halo?"

Terdengar suara tertawa di sana. Alana semakin bingung. Axel ini kerasukan atau apa? Kenapa tiba-tiba tertawa?

"Jadi kau ingin menjadi kekasihku? Kenapa tidak bilang?"

Alana blushing. Wajahnya memerah hingga ke telinga. "A--apa sih?!"

"Tidak perlu malu-malu. Kalau kau benar-benar ingin menjadi kekasihku katakan saja. Aku bersedia menjadikanmu kekasihku, sekarang juga bisa."

Alana mencibir. "Cih, dasar tidak peka, tidak romantis."

"Jadi kau ingin hal yang romantis? Baiklah. Minggu depan kita bisa pergi ke pantai dan bersenang-senang. Lalu aku akan menyatakan perasaan ku padamu di malam hari, di pinggir pantai dengan lusinan mawar merah yang bertebaran dan lilin-lilin yang di susun hingga membentuk love. Lalu akan ada alunan musik romantis dan sebuah meja berisi hidangan steak juga setangkai bunga mawar di dalam vas. Itu kan yang kau inginkan? Yang seperti itu?" Tanya Axel sambil tertawa kecil.

"Ya yang seperti itu! Sangat tidak romantis menyatakan perasaan di telepon! Kau menjengkelkan. Padahal kau sudah tahu apa yang wanita inginkan."

Alana bisa mendengar tawa merdu itu kembali mengalun lembut di telinganya. Hati Alana menghangat. Dia sudah sangat mencintai Axel. Dari sejak pertama kali dia menatap mata biru itu, mungkin.

Sudah Alana katakan, bahwa dia itu tipe wanita yang sulit jatuh cinta. Dan jika dia merasakan ketertarikan pada seorang pria, maka pria itu adalah sosok yang spesial di hidupnya.

"Ehm, Axel. Aku masih bersalah soal yang waktu itu."

"Hnng? Apa? Kau membicarakan apa?"

My Two Mates [END] ✓ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang