19-Good Night Future

350 32 0
                                    

Hadirmu membuatku sadar bahwa menjalani hidup akan lebih mudah jika disertai dengan sebuah senyum dan tawa. Kamu! lelaki absurd dengan segala cara yang berbeda untuk mendapatkan hatiku.
_Hana Amor Pradipta_




"Sayang! Tungguin gue aelah!" Fariz berlari berusaha menjajarkan langkahnya dengan Hana.

"Uhh gumusshh jadi pengen lakban tuh mulut!" Hana langsung mencomot bibir Fariz dengan paksa.

"Lo! Jadi nggak perawan lagi kan bibir seksi gue!"

"Najis!"

"Tangan lo asin."

"Kambing! Diem lo!

Mereka sampai di tempat parkiran dan segera menaiki jok motor milik Fariz. Ya, bel pulang memang sudah berbunyi sejak 1 jam yang lalu. Hanya saja mereka memilih untuk berdebat terlebih dahulu selama 1 jam di depan kelas Hana sebelum akhirnya Hana memutuskan untuk pulang bersama Fariz karena ia dipaksa dan diancam kalau Fariz akan mengadu ke Pradipta jikalau Hana tak mau pulang dengannya. Licik.

Fariz melajukan motornya menyusuri setapak jalan. Hana tersadar. What? Ini bukan jalan arah pulang. Lalu kemana Fariz akan membawanya pergi? Otaknya semakin liar untuk berpikir negatif pada Fariz.

"Lo mau culik gue?!" Bentak Hana sembari menepuk pundak Fariz.

"Koktua."

"Tau, sat!"

"Iye koktempe."

"Lo Jangan macem-macem sama gue!"

"Nggak seru kalau nggak macem-macem!"

"Kambing! Turunin gue! Gue nggak mau kenapa-napa!" Hana terus saja menepuk-nepuk pundak Fariz, sesekali rambut Fariz ia jambak membuat sang empu jadi kesusahan menyetir.

"Diem, Na! Gue nggak macem-macem! Ya kali gue kek gitu!"

"Terus lo mau bawa gue kemana!"

"Ke suatu tempat yang pasti lo suka. Tenang aja, gue udah dapet izin dari Om Pradipta." Hana kemudian berhenti menepuk pundak Fariz, ia percaya kalau Fariz nggak akan sejahat itu padanya.

Kali ini Hana hanya menuruti Fariz. Jam menunjukkan pukul 17:15 pada jam tangan yang dikenakan Hana. Sudah satu jam berlalu tetapi perjalan masih belum juga sampai. Hana lelah, ia menyandarkan kepalanya di Bahu Fariz. Perlahan, angin menerpa wajah manisnya yang membuat Fariz candu, tangannya masih melingkar di perut Fariz, sesekali ia gunakan untuk merapikan poni yang tertiup angin.

"Masih lama?" Ucapnya lembut.

"Bentar lagi. Lo ngantuk? Kalau ngantuk, merem aja. Tapi pegangan yang kenceng."

Hana hanya mengangguk. Matanya memang sedikit panas akibat terpaan angin dan juga rasa kantuk. Belum lagi pantatnya yang terasa akan gosong. Sudah tepos, akan semakin tepos pula akibat terlalu lama duduk di jok motor.

"Udah sampai."

Hana langsung mengangkat kepalanya dan segera turun dari motor. Matanya menatap ke area sekelilingnya, badannya diputarkan tampak memperhatikan tempat yang ia rasa hanya ada Fariz dan dirinya.

"Ini kita dimana?" Tanyanya yang merasa kebingungan.

"Ikut gue ke atas."

Hana mengikuti Fariz. Mereka berjalan ke arah tangga menuju atas bukit yang tak terlalu tinggi, tangga yang sedikit licin membuat tangan Hana terpaksa digandeng oleh Fariz.

"Nggak usah modus lo!" Bentak Hana.

"Ck! Lo mau jatuh?"

"Yayayaayaya cepet gandeng gue sampe atas!"

Hana Life Story [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang