27-Tinggal bersama

214 28 0
                                    

Ada banyak alasan untuk memilih pergi, namun hanya ada satu alasan untuk terus bertahan. Aku ingin menua bersamamu. Kuharap kau tetap tinggal dikala melihatku rapuh, tetap duduk bersamaku ketika aku tak mampu berdiri.




"Hufth, capek banget!"

Seorang gadis dengan perawakan mungil serta rambut sebahu tengah telentang di atas kasur. Sesekali mengusap keringat di pelipisnya. Sementara dari arah lain, tampak seorang pria dengan postur tubuh jangkung tengah membereskan koper berisi baju yang ia bawa. Matanya mulai memalas ketika menangkap sosok gadis yang sedari tadi hanya berbaring tidak membantunya. Benar-benar menyebalkan.

Disinilah Fariz dan Hana berada. Di rumah berukuran kecil namun terlihat sangat cantik dengan warna cat merah muda serta beberapa perabotan mahal yang mengisi tiap ruangan. Rumah ini pemberian dari Leon sebagai kado pernikahan mereka. Sementara Pradipta memberi kado berupa mobil untuk kendaraan mereka. Memang tak tanggung-tanggung, namanya juga orang kaya.

Fariz mendekati Hana yang baru saja menguap. "Woy! Bantu ngapa!"

"Duh! Lo beresin sendiri aja! Kaki gue sakit banget gara-gara  high heels. Badan gue juga sakit banget."

"Emangnya lo aja yang capek?"

"Bodoamat, lah. Gue tidur." Detik berikutnya Hana menutupi kepalanya dengan sebuah bantal.

Fariz membuka bantalnya secara paksa. "Bangun, Na! Bantuin gue! Lo males banget sih!"

Dengan susah payah akhirnya Fariz dapat menyingkirkan bantal itu, seketika wajahnya dan wajah Hana kini sejajar. Tangan yang satunya masih menggenggam tangan Hana. Matanya menangkap retina milik Hana, ia merasakan jantung milik Hana berdenyut kencang. Bukan! Itu bukan milik Hana, tapi miliknya. Situasi macam ini selalu membuat Fariz sulit membuka mulutnya, canggung. Begitupun dengan Hana, bahkan butuh waktu beberapa menit untuk dapat bergerak dan membuyarkan semuanya.

Hana menepis tangan Fariz. "Ish! Jangan macem-macem, deh!"

"Siapa juga yang mau macem-macem. Geer banget, sih!" Fariz mulai membenarkan posisinya.

"Lagian kan nggak ada larangannya kalau gue macem-macem. Bukannya kita udah sah jadi suami istri?"

"Ya, tapi lo nggak boleh macem-macem sebelum gue lulus sekolah." Sewot Hana.

"Aelah! Lama dong, yang. Masih setahun lagi."

"Bodoamat."

"Dahlah males!" Fariz bangun dari duduknya kemudian mulai membereskan bajunya lagi.

"Gue lebih males, mimpi apa gue sampe bisa satu rumah sama lo. Huwaaa Sehun, maapkan Nana." Teriak Hana mendrama.

"Stres! Kebanyakan halu sama plastik."

"Diem lo, kambing!"

"Mbeeeee.. Mbeeeee.. Mbeeee"

"Hahahahahahaha. Cocok banget lu bener-bener kek kambing! Hahahahaha." Hana tak bisa menahan tawanya ketika melihat tingkah fariz saat ini, dan pada akhirnya ia terbahak-bahak sampai tak menyadari bahwa Fariz pun ikut tersenyum simpul melihat tawanya.

***

Malam harinya, Hana merasa bingung harus melakukan apa. Pasalnya, ia benar-benar merasa canggung tinggal satu rumah bersama Fariz. Perlahan kakinya di langkahkan menuju ruang tengah, kemudian ia duduk menyalakan televisi. Dari arah lain, Fariz tengah berjalan gontai bertelanjang dada. Ada sebuah handuk yang sedari tadi digosok-gosokkan di kepalanya. Kemudian, ia menghampiri Hana.

Hana Life Story [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang