Part 44

5.6K 445 88
                                    

Maaf kalau ada typo,
Happy reading🤗

~~~

Lily pulang ke rumah menantunya, Andre, Arkan dan Riko tinggal di apartemen mereka masing-masing. Rencana pertama mereka akan menghilang dari kehidupan Dimas, ia akan membuat Dimas jera.

Dentuman pisau beradu dengan talenan, membuat Ava bergidik ngeri. Mamanya sangat berbeda dari biasanya, moodnya naik turun secara drastis. Bahkan Ava mengira jika mamanya hamil lagi, tapi itu tak mungkin.

"Ma santuy dong, kan Ava takut ini." Lily menoleh dan menatap Ava dengan dengkusan, apanya yang takut. Wajah Ava saja pecingisan.

"Dek, kamu belum ada tanda-tanda lagi?"

"Tanda-tanda apa?" Tanya Ava balik, tangannya sibuk membalik ayam yang ada di wajan.

"Hamil, kan udah tiga bulan yang lalu kamu keguguran. Emang kalian gak bikin lagi?" Ava menoleh ke arah mamanya dengan cepat, ia mendengkus kesal. Masa iya urusan ranjangnya Lily harus tahu, kan Ava malu.

"Ya gitu deh, Mama kok nanya aneh-aneh sih. Kalau Ava belum hamil berarti Allah masih mau Ava berduaan dulu sama Melvi." Lily menatap Ava dengan alis bertautan, mereka sudah pacaran lama sekali untuk apa mereka masih ingin berduaan.

"Kan kalian pacarannya sudah lama, Dek. Bisa dong sekarang punya anak lagi. Mama pengen punya cucu." Pinta Lily dengan wajah sedih, Ava menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

Ava juga bingung, bagaimana caranya cepat hamil. Masalahnya mereka sudah usaha setiap malam, tapi Tuhan belum mempercayakan momongan kepada mereka.

"Doa aja, Ma. Semoga cepat dapat anak kita nya. Lagian Melvi belum kerja, Ma, nanti susunya anak Ava gimana? belum lagi popoknya." Keluh Ava, ia mencoba membujuk mamanya agar tak menginginkan cucu lagi.

"Mama bantu, Bunda kamu juga, Dek. Kasihan lo bundamu, dia anaknya cuma Melvi. Pasti ingin punya cucu," Ava berfikir sebentar, benar juga kata Lily.

Melvi anak satu-satunya, pasti orang tua Melvi menginginkan cucu. Tapi bagaimana caranya agar cepat di beri momongan, Ava juga ingin keluarga lengkap dengan malaikat kecil di tengah-tengah mereka.

Melihat gelagat Ava yang terlalu berfikir, Lily menyenggol lengan putrinya pelan. Ava tersentak saat merasakan senggolan di bahunya, ia menatap mamanya dengan alis bertautan.

"Kamu susul suami kamu aja, biar Mama yang masak." Ava mengangguk dan meninggalkan dapur, menuju ruang keluarga tempat Melvi menyelesaikan tugas kuliahnya.

Apakah ada rasa iri di hati Ava karena ia tak bisa kuliah? Tentu saya iya. Tapi Ava sadar, dia sudah memiliki suami. Tanggung jawabnya lebih besar sekarang, Ava bukan lagi remaja manja yang semuanya harus di turuti, Ava bukan lagi perempuan dengan seribu keinginan.

Saat Ava menginginkan sesuatu, ia akan menabung dulu. Kalau tabungannya sudah cukup untuk membeli barang yang ia inginkan, Ava baru akan membelinya. Ava tak mau menambah beban suaminya dengan keinginannya, bukannya Melvi tak bertanggung jawab.

Hanya saja, Ava sadar beban suaminya akan berat nanti. Apalagi saat sudah memiliki anak, pasti kebutuhan mereka akan lebih banyak.

"Mel, Mama nanya terus." Ujar Ava saat sudah duduk di samping Melvi.

"Nanya apa?" Tanya Melvi heran, sebelumnya mereka tak membahas apapun tentang Lily.

"Kapan Ava hamil," Melvi menghela napasnya pelan, ia menghempaskan pulpen di tangannya. Menyandarkan kepalanya ke bahu Ava, melihat suaminya yang kelelahan.

Tangan Ava mengusap pipi Melvi dengan gerakan pelan, lelaki tampan tersebut menikmati usapan lembut dari tangan Ava. Melvi memejamkan matanya dengan senyum manis.

MelVa (After Marriage)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang