Part 45

5.7K 499 115
                                    

Maaf kemarin gak sempat bales coment kalian, makasih banyak yang sudah mendukung saya. Terimakasih vote dan coment'nya, dukung terus author😘
Maaf kalau ada typo🙏
Happy reading🤗

~~~~~

Tatapan mata Melvi kosong, Ava yang melihat itu tentu khawatir dengan suaminya. Sentuhan lembut dari jemari Ava membuat Melvi tersentak. Saat melihat istrinya Melvi merubah raut wajahnya.

"Kamu kenapa?" Tanya Ava lembut, Melvi menggeleng pelan.

"Kamu kok belum tidur?" Tanya Melvi balik, ia merengkuh tubuh istrinya. Kepalanya ia sembunyikan di celeruk leher Ava, air matanya menetes tiba-tiba.

"Kamu kenapa sih, Mel?"

"Aku biang rusuh di keluarga kamu ya, Va?"

Ava yang semakin heran dengan suaminya menarik paksa kepala Melvi dari celeruk lehernya, air mata Melvi membuat Ava heran. Telapak tangan Ava mengusap pipi tirus Melvi. Mengusap air matanya dengan gerakan lembut.

"Kamu kenapa? Kalau ada apa-apa cerita, Mel. Jangan di pendam sendiri," Melvi tersenyum menenangkan, tangannya menarik pinggang Ava agar menempel pada tubuhnya.

Wajah Melvi di benamkan ke arah dada Ava, memeluk erat pinggang istrinya dan bergumam tak jelas.

"Apa sih Papanya anak-anak? Manja banget. Kayak bukan kamu, Mel." Usapan telapak tangan Ava di belakang kepala Melvi membuat lelaki dua puluh tahun tersebut tersenyum.

"Aku udah tahu semuanya, Va. Aku tahu pekerjaan sampingan Ayah. Dia bukan penyanyi, dia membohongiku, Va. Aku kecewa sama Ayah." Dahi Ava mengernyit heran, apa pekerjaan sampingan Bayu sampai Melvi seperti ini.

Ava menumpukan dagunya ke atas kepala suaminya, sesekali bibirnya mencium puncak kepala Melvi.

"Apa pekerjaan Ayah sampai kamu kayak gini?" Tanya Ava lembut, ia tak ingin memancing emosi Melvi.

Sebisa mungkin Ava meredam sisi gelap Melvi, suaminya memiliki sisi yang orang lain tak tahu. Hanya Ava yang tahu, bahkan orang tuanya tak pernah tahu jika Melvi memiliki masa lalu yang kelam.

"Kayak Papa, Ayah punya masa lalu buruk kayak aku, Va. Dia bajingan sepertiku," Ava meneteskan air matanya saat mendengar isakan Melvi, dadanya naik turun mengatur napasnya.

"Kamu gak bajingan, Mel. Dia pantas di bunuh. Kamu gak salah!" Gumamnya pelan, tangannya meremas rambut bagian belakang milik Melvi.

"Aku bunuh dia, Va. Aku membunuh sainganku." Ava menarik napasnya panjang, ia melepaskan pelukannya mencium kening Melvi sesaat.

"Kamu gak bunuh dia, Mel, dia sendiri yang loncat ke sungai."

"Tapi karena aku narik kamu, Va,"

"Terus kamu rela Ava yang masuk sungai daripada Yoyo? Dia pantas mendapatkannya, Mel." Melvi mengangguk mantap, ia menghapus air matanya. Sekilas ingatan dirinya bertarung dengan Yoyo kembali.

"Mel, udah ya. Itu hanya masa lalu!" Melvi mengangguk, ia mendongak untuk menatap mata suaminya.

Senyum Ava seakan menjadi pengobat resah dan gundahnya. Wajah mereka semakin dekat hingga tak ada jarak di antara mereka, bibir tipis keduanya menempel sempurna.

Lumatan yang awalnya sangat lembut, kini berubah menjadi kasar. Gerakan Melvi sangat cepat hingga sekarang Ava ada di dalam tindihannya, kedipan mata Melvi membuat pipi Ava bersemu.

"Bikin dedek lagi, ya."

"Iya!" Senyum Melvi mengembang saat sudah mendapatkan izin dari istrinya.

"Kita lupakan sejenak masalah kita di atas sini sayang," bisik Melvi dengan napas memburu.

~~~~

Entah sudah berapa kali Ava berlari ke arah kamar mandi, pukul tiga pagi setelah selesai ritual suami istrinya di atas ranjang. Baru saja tidur tak sampai lima belas menit, perutnya mual dan tak bisa di tahan.

"Sudah?" Tanya Melvi, tangannya terus mengurut tengkuk istrinya.

Ava menggeleng pelan, ia menangis karena tubuhnya lemas. Melihat tubuh Ava yang ambruk di atas lantai kamar mandi, Melvi segera memposisikan tubuhnya di belakang tubuh Ava. Menyandarkan punggungnya ke dada polos suaminya. Telapak tangan Melvi mengusap perut Ava dengan gerakan lembut, bibirnya mencium pundak Ava. Mereka berdua sama-sama duduk di atas lantai kamar mandi.

"Apa kamu hamil lagi, ya Va?" Pertanyaan Melvi membuat Ava mengernyit heran, benar juga. Dulu saat mual di pagi hari, tanda-tanda ia hamil.

"Besok kita tanya Kak Andre, Ava gak kuat berdiri, Mel."

"Aku gendong, ya," anggukan kecil dari Ava membuat Melvi segera mengangkat tubuh istrinya, sampai di samping ranjang. Melvi menidurkan Ava di atas ranjang, menyelimuti tubuh Ava sampai pinggang.

"Kamu mau kemana?" Tanya Ava saat Melvi hendak beranjak, cekalan tangan dingin Ava membuat Melvi tersenyum menenangkan.

"Mau ambil minum dulu sayang, kamu tunggu disini ya."

"Iya."

~~~~

Jam sudah menunjukan pukul delapan pagi, Andre, Arkan dan Riko sudah berada di kediaman Melvi. Tatapan mata Riko membuat Ava kesal, Andre memperhatikan wajah pucat adiknya. Kepalanya bersandar di bahu lebar suaminya.

"Ini kamu tes kapan, Dek?" Tanya Andre lembut, ia memperhatikan testpack di tangannya.

"Tadi pagi, Kak," jawab Melvi, ia tahu Ava tak mungkin kuat menjawab pertanyaan Andre.

"Kamu positive hamil, Dek, di jaga kandungannya ya sayang." Ava mengangguk dan tersenyum samar, sedangkan Melvi tersenyum sumringah

Do'anya terkabul untuk menginginkan anak, malaikat kecil akan ada di tengah-tengah keluarganya. Usapan lembut di atas perut Ava membuat keluarganya ikut tersenyum.

"We are all waiting for you, my little angel." Gumam Melvi pelan, Riko melirik sinis adik iparnya

"Ya Allah semoga kalau anak Ava cewek gak kayak Mamanya, kalau cowok gak kayak Papanya. Aamiin." Ujar Riko lantang, Melvi yang kesal melempar bantal sofa ke arah kakak iparnya.

"Terus kalau anak Ava gak kayak kita, terus kayak siapa?" Tanya Melvi kesal.

"Kayak gue dong, Mel, ganteng, baik, di gilai wanita. Anak lo harus jadi buaya kayak gue," Ava dan Melvi menatap Riko tajam, bagaimana bisa ada om sebajingan Riko. Menyumpahi keponakannya agar menjadi buaya, tak bisakah Riko mendoakan yang baik-baik untuk calon keponakannya.

"Semoga enggak, Ava gak mau melva junior bajingan kayak Omnya." Dengkus Ava kesal, wajah Ava kembali ceria saat mendengar berita kehamilannya.

"Ava pengen jus durian," Melvi dan Riko saling pandang, belum sampai lima detik Riko sudah tertawa ngakak. Penderitaan Melvi akan kembali seperti semula, tapi Melvi bersyukur setidaknya Ava akan melupakan masalah orang tuanya.

"Dek, jangan terlalu berfikiran yang aneh-aneh, ya. Kasihan anak kedua kamu. Kalau mau minum yang aneh-aneh ngomong Kak Andre dulu," tutur Lily mengusap lengan putrinya.

"Iya Ma, tapi Ava rindu sama Papa."

"Sabar ya sayang, nanti kita akan berkumpul sama Papa." Bisik Lily dengan suara serak.

Andre, Arkan dan Riko menatap mamanya dengan mata berkaca-kaca. Dia tahu kalau sang mama merindukan suaminya, berumah tangga lama membuatnya sulit hidup tanpa sosok manis Dimas.

~~~~~

MelVa (After Marriage)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang