Part 33

5.6K 481 77
                                    

Maaf kalau ada typo🙏
Happy reading😘

~~~

Ava terbangun dari tidurnya di tengah malam, wajahnya penuh dengan keringat. Dia teringat calon buah hatinya, wajah Ava terlihat pucat dengan bibir bergetar.

Dengan helaan napas panjang, Ava merapikan rambutnya yang berantakan. Namun gerakannya terhenti saat melihat seseorang dari balik gorden balkonnya, lelaki jangkung dengan ponsel menempel di telinganya.

"Ngapain Melvi jam segini teleponan?" Gumam Ava pelan, ia turun dari kasur dan berjalan dengan langkah pelan. Semakin dekat ia mendengar ucapan Melvi yang membuatnya mengernyit heran.

"Besok aja, sekarang ada istriku lagi tidur. Besok aku temui." Samar-samar Ava mendengar suara penelpon tersebut perempuan, apa Melvi ada main sama cewek lain?

"Iya, selamat malam." Mendengar Melvi memutuskan sambungan telfonnya, Ava segera berlari ke arah ranjang. Kembali menyelimuti tubuhnya sampai dada, matanya terpejam untuk mengelabuhi Melvi.

Saat merasakan sisi kanan kasurnya bergoyang, Ava yakin kalau Melvi naik ke atas kasur dan berbaring di sampingnya.

"Va." Panggil Melvi pelan, tangannya melingkar di perut Ava. Kepalanya ia sandarkan ke bahu istrinya, melihat mata Ava yang berkedip tapi tetap terpejam tersebut Melvi terkekeh.

"Sayang, kamu kalau gak tidur gak usah pura-pura tidur." Bisik Melvi dengan suara pelan.

"Apa sih Melvi?!" Bentak Ava dengan kecang, mendengar lengkingan suara Ava. Melvi mengurut dadanya pelan, kalau seperti ini terus ia tak yakin akan hidup sampai tua.

"Kamu kenapa sih, Va?"

"Tanya aja sama diri kamu sendiri, Ava males ngomong." Melvi manaikan sebelah alisnya dengan wajah cengo, padahal Melvi tak merasa memiliki kesalahan dengan istrinya.

"Ya udah kita chatan." Tangan Melvi meraih ponselnya di atas nakas, Ava melongo saat ponsel di sampingnya bergetar dan ada pesan dari suaminya.

"Kamu gila ya, Mel?" Mata Ava melotot menatap lelaki di sampingnya.

"Enggak. Katanya kamu males ngomong ya udah chatan aja!" Jawab Melvi enteng.

"Gak waras," gumam Ava sebelum menaikan selimutnya hingga menutupi kepalanya.

~~~

Jam 09:00 Ava sibuk dengan artikel yang ia baca dari google, mencari cara agar toko bunganya dapat banyak pelanggan setia dan rangkaian bunganya semakin bagus.

"Mbak." Panggil salah satu pelanggan tokonya, wajah Ava mendongak dan terkekeh pelan saat tahu siapa yang datang.

"Kak Neo mau beli bunga?" Tanya Ava dengan senyuman manis.

"Iya, kamu bisa ngerangkai dua belas mawar merah Va?" Ava mengangguk dan tersenyum.

"Buat pacarnya Kak Neo?" Tanya Ava, tangannya sibuk memotong tangkai bunga mawar yang terlalu panjang.

"Bukan, buat ibuku Va! Dia ulang tahun,"

"Di rayain dimana Kak Ne?" Wajah Neo berubah sendu saat pertanyaan ito lolos dari bibir Ava.

"Di pemakaman." Gerakan tangan Ava terhenti, ia menoleh untuk menatap teman abangnya yang ada di sampingnya.

"Maaf Kak. Ava gak tahu," ujar Ava menyesal.

"Ibu sudah dua belas tahun pergi ninggalin kita semua Va, makanya selama Tante Lily masih hidup kamu jangan sampai buat dia kecewa. Nanti kalau dia sudah pergi, kamu akan menyesalinya." Mata Ava tiba-tiba memerah, wajahnya berubah pucat.

Dia ingat sering tak baik kepada mamanya, meminta banyak dress, meminta inilah itulah. Bahkan saat di mintai tolong, Ava sering tak mau karena alasan mager.

"Ava?" Tangan Neo melambaikan tangannya di wajah Ava, sesaat ia tersadar dan menggeleng pelan.

"Aku dengar dari Riko, kamu habis keguguran ya Va?" Ava menghela napasnya kasar.

"Ya begitulah, tapi Ava udah ihklas kok. Mungkin Ava belum bisa jadi ibu yang baik, makanya dia gak mau bertahan di dalam perut Ava." Neo mengangguk, ia tak mau membuka luka Ava yang sudah di tutup rapat-rapat.

Bagaimanapun sifat Ava pasti ia juga memiliki rasa sedih saat kehilangan calon buah hatinya. Saat Ava sudah selesai merangkai bunganya. Ia melihat suaminya datang dengan wajah datar seperti biasa, apalagi ia melihat lelaki yang terang-terangan pernah memuji Ava.

"Mel, kok gak masuk?" Wajah Neo pucat saat mendengar Ava menyebut nama 'Mel' pasti yang di maksud Ava itu Melvi.

"Hai Mel, gimana kabarnya?" Sapa Neo basa-basi, Melvi menerima uluran tangan Neo tanpa sepatah katapun.

"Ya udah aku balik ya Va, bayarnya di kasir, kan?" Anggukan dari Ava membuat Neo secepatnya pergi dari toko bunga tersebut.

"Gak usah mikir aneh-aneh," sindir Ava saat ia akan merapikan meja yang ia gunakan untuk merangkai bunga.

"Udah makan?"

"Udah, tadi Kei kesini bawain makanan. Dia hamil Mel," Melvi tersenyum kecut, pasti Ava teringat kehamilannya yang tak bertahan lama.

"Nanti kamu juga akan hamil lagi, gak usah sedih semua sudah ada jalannya masing-masing." Jawab Melvi lembut, Ava mengangguk samar.

"Andai dia masih disini, andai dia gak pergi. Pasti Ava jadi wanita paling bahagia, punya suami ganteng, baik, setia. Pasti dia bangga punya orang tua saling melengkapi seperti kita Mel," air mata Ava lolos begitu saja, bahu Ava yang bergetar dan gerakan tangannya yang berhenti membuat Melvi memeluknya dari belakang.

Menumpukan dagunya ke atas pundak Ava, tangannya melingkar di perut rata Ava.

"Gak ada kata andai, kita akan seperti itu lagi. Suatu saat nanti, akan ada malaikat kecil yang hadir di tengah-tengah keluarga kecil kita." Ava semakin terisak, air matanya terus turun tanpa mau berhenti.

"Udah, nanti kita pulang kerumah Papa. Biar kamu ada yang menghibur," mendengar ucapan Melvi Ava menghapus air matanya, ia sudah berjanji untuk tak menangis lagi.

"Iya Mel, nanti kita kerumah Papa."

~~~

Dimas dan Lily sedang menikmati acara kencan dadakannya, mereka akan berangkat ke makan malam. Dengan dress panjang Lily sudah siap tinggal keluar dari rumah, tapi kedatangan putrinya dengan wajah sendu membuat Lily menatapnya heran.

"Kenapa Dek?" Tanya Lily khawatir.

"Keinget calon anaknya Ma," jawab Melvi dari arah belakang Ava.

"Ya Allah, jangan sedih terus dong Dek. Nanti anak kamu gak tenang disana, udah ya." Ava menggeleng pelan, ia memeluk mamanya dan kembali menangis.

"Udah Dek, kamu kuat kok. Nanti akan ada lagi kalau kamu berusaha,"

"Mama gak ngerti." Cetus Ava di sela isakannya.

"Gak ngerti apa?"

"Ayo Ly, kemalaman nanti," ajak Dimas, lelaki paruh baya tersebut tak melihat ada Ava yang menangis di pelukan istrinya.

"Mau kemana Pa?" Tanya Melvi sembari salim pada mertuanya.

"Makan malam sama Mama, Mel." Jawaban Dimas membuat Ava menarik tubuhnya dari pelukan Lily, ia menghapus air matanya.

"Maaf ngotorin dress Mama, ayo pulang Mel." Ava menarik lengan Melvi untuk meninggalkan rumah Dimas, Lily menatap suaminya tajam.

"Anaknya lagi sedih masih mikirin makan malam, Ava ngambek tuh." Dimas menggaruk tengkuknya bingung, ia tak tahu kalau Ava sedang sedih dan ada disini.

~~~

Kalau suka baca cerita MelVa terimakasih, kalau gak suka di tinggalkan juga gak pa-pa. Saya gak pernah memaksa semua orang untuk menyukai tulisan saya.
J

angan lupa vote dan komen.

Salam hangat dari author gigi kelinci🐰

19 Oktober 2020.

MelVa (After Marriage)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang