Ke 3 Tetanus?

17 1 0
                                    

Aku masih berjongkok di tempat yang sama, sedang menghabiskan air yang Kak Eksan beri. Hanya saja Kak Eksan sudah berlalu dari hadapanku.

"Oke perhatian buat peserta semuanya, sekarang selesaikan tenda yang kalian bangun, lalu masak untuk makan siang dan dilanjutkan dengan ishoma, waktunya sampai jam dua belas tiga puluh tepat, segera laksanakan! "

Masih juga belum turun air yang gue minum kak! Lu rese banget sih

Mendengar pengumuman dari Kak Eksan melalui toa, aku yang masih menggenggam botol minum itu secara refleks meremasnya. Gila saja, instruksinya tak kenal lelah, padahal sudah tau hanya jeda untuk berfoto saja, dan itu sudah dia anggap waktu istirahat.

Lagi-lagi dia seperti paranormal, mungkin dia tau aku yang sedang menggerutuinya dalam hati sambil meremas botol yang ada di tanganku.

Dia berbalik dan menatapku sinis.

Aduh gawat!

Aku yang tak mau kena omelan dia lagi, memilih segera bangkit dan start berlari menuju kapling tenda menjauhinya.

Bruk

"Aduh"

Aku merengek kesakitan sambil memegang keningku. Jari yang habis memegang kening itu, terlihat ada sedikit bercak darah.

Siapa sih main tabrak aja, sakit bego!

Belum juga berlari, aku sudah disruduk aja. Aku mendongkak melihat siapa yang menabrak dan melukaiku barusan.

"Kamu gapapa dek ugi? Keningmu berdarah, kakak minta maaf ya, aduh gimana ini"

Ternyata kak Azril yang menabrakku barusan, dengan pasak tenda yang ada di tangannya dan menggores keningku.

Pria berkacamata itu malah bingung sendiri karena telah melukaiku, padahal aku yang terluka juga tak begitu kesakitan. Hanya lecet sedikit.

"Gapapa Kak Azril, Ugi minta maaf gak liat kakak barusan"

Udah pake kacamata aja masih galiat ih gimana sih

Kak Azril panik,masalahnya pasak yang dia bawa tadi melukai keningku, sedangkan pasak itu berkarat.

"Ah perih si jadinya" gumamku lirih

"Bentar dek bentar yaa... "

Tak berapa lama kemudian Kak Eksan mendekati kami. Dari jauh raut wajahnya sudah muram, aku takut dia marah.

"Ya sudah kak Azril aku pergi bersihkan lukanya di kapling saja, aku bawa pe tiga ka kok"

Belum sempat aku berlalu, Kak Eksan sudah tiba.

Mampus dah gue kena marah lagi

Dia tak langsung berbicara, melainkan menatap tajam keningku yang sedikit ku pegang dengan jari karena perih.

Pandangannya beralih ke pasak yang ada di tangan kak Azril.

"Gila lu zril, mau nyelakain peserta lu! " dengan nada yang begitu sewot

"Gue gak sengaja san, lu jangan ngehakimi gue gitu"

"Ah udahlah, gi lu ikut gue, zril lu lebih hati-hati lagi ya!"

Kak Eksan menarik tanganku dan membawaku ke ruang kesehatan. Dia mulai sibuk mencari alkohol, kasa dan plester, padahal disana ada banyak petugas kesehatan yang berjaga.

Segitu paniknya dia, itu karena apa ya?

Aku hanya diam dan memperhatikan dalam-dalam gerak-gerik Kak Eksan yang sibuk sekali itu. Melihat kekhawatirannya yang segitunya membuat aku berpikir kalo dia mulai menyukaiku.

Jangan-jangan dia suka lagi sama aku, ya Allah apa bener hemm mana mungkin sih tapi

Kak Eksan menyingkirkan tangan dan melepaskan boni yang ku pakai. Memegang sebagian keningku lalu mengoleskan alkohol untuk membersihkan luka.

Perih bego, lu mah gak rasain

Sebenarnya pengin banget aku protes, pasalnya dia sesekali menekan-nekan sekitar lukanya. Yaa tapi ku urungkan meski sakit, itu pertolongan pertama.

"Kalo sakit bilang aja"

Aku hanya diam, rasanya rasa sakit ini hilang begitu saja. Enggak tau pokonya, mataku refleks memandangi matanya yang fokus membersihkan lukaku.

Ya Allah ini orang emang ganteng banget, tapi sayang dia judes dan banyak yang suka mana mungkin bisa suka sama gue

"Lu gausah ngayal gue suka sama lu ya, gue cuma khawatir takut tetanus masalahnya pasaknya tadi kotor dan berkarat" sambil ia tempelkan plaster di kening ugi.

(Ugi pasti malu mamang >_<)

"Dah, lu boleh ke kapling lagi bantuin temen-temen"

Aku hanya mengangguk menahan malu dan berlalu tak berucap terima kasih. Pasalnya, kok dia bisa berucap seperti itu dihadapan semua petugas dan seisi ruangan kesehatan. Meski hanya ada reaksi kecil dari mereka tetap saja aku malu!.

Lu emang tampan kak, tapi kenapa lu harus malu-maluin gue terus sih, seandainya lu tau pikiran gue yaudah lu simpen aja gausah omongin ke orang-orang kan bisa, sebel banget deh

Baru saja selangkah aku keluar ruangan tiba-tiba.....

"Ugi"

Suara itu mengentikan langkahku, tapi tak berhasil membuatku menengok. Aku takut, jika aku tengok itu hanya prank Kak Eksan saja, mempermalukanku lagi.

"Kebiasaan banget sih lu kalo gue panggil gak pernah nengok, lola otaklu!?"

Suara itu perlahan mengeras dan menghampiri aku yang terpaku tak berani menengok kearahnya .

Bruk

Di pakaikanlah kepadaku dengan kasar boniku itu di kepala.

"Boni lu ketinggalan bego"  berjalan mendahului dan meninggalkan ku.

Bisa nggak pelan-pelan aja, heran gue

Yah, aku cuma bisa ngebatin, dia memang selalu kejam kepadaku setiap saat, setiap waktu, setiap bertemu. Entah, ada dendam pribadi apa dia denganku sampai-sampai sejahat itu.

Asstaghfirullah, Celin, pasti dia marah-marah lagi ke gue

Setelah teringat Celin, ku ambil langsung langkah seribu kembali ke kapling tenda dengan bayangan Celin yang ada disana. Maklum temenku yang satu itu perfeksionis , jadi kudu cepet tanggep dan menyesuaikan harapannya.

Aku langsung menyelinap diantara teman-teman se sanggaku tanpa memberikan info apapun kepada Celin. Ya, ntar malah jatuhnya cekcok bin ribut bin kisruh kalo aku nyahut Velin duluan.

"Sini-sini gue bantu, sory ya gue ada kecelakaan sedikit tadi" aku meraih pasak dan tali dari tangan Avi yang nampak kesulitan.

Dia membenarkan kacamatanya itu sembari menengok ke arahku. Dia memang mengidap minus, sudah besar minusnya, hampir sepuluhan. Jadi, karena dia satu-satunya yang berkacamata jadi sering di pasang-pasangin gitu deh sama Kak Azril.Haha.

"Oh iya gi, kening lu kenapa?"

"Gapapa vi, tadi kegores dikit" tetap sambil menyelesaikan tenda.

13 menit setelah aku datang pekerjaan tendapun selesai. Tenda berdiri kokoh dan kuat atas kerjasama tim.

Setelah semuanya beres dan bertata-tata membereskan isi dalam tenda. Aku baru tersadar seperti ada yang hilang.

"Eh guys mana Celin? "

Seisi tenda menatapku dan kebingungan. Nampaknya mereka juga tidak tahu kemana Celin.

"Sejak habis upacara tadi Celin gak keliatan tuh gi" sahut Hani menjawab pertanyaanku

"Iya gi gatau dia kemana" beberapa yang lain juga menanggapi.

Celin kemana ya, kok gue jadi khawatir

Perbincangan itu membuatku teringat barang-barang Celin, aku keluar tenda dan mengambil ransel perlengkapannya. Kemudian ku tempatkan ranselnya disisi tempat tidurku.

TendaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang