Ke 14 Eksalangkung

2 0 0
                                    

Aku mengendap-endap mengamati lilin itu berpenghuni atau tidak. Langkahku terasa ragu. Pasalnya letak lilin itu yang begitu seram di pandang.

"Kak? " mencoba menyuarakan barangkali ada sahutan

Heran. Objek itu hanya diam saja tanpa bergerak, aku jadi takut.

Bulu kuduku berdiri setelah beberapa langkah lebih dekat dengan pohon beringin. Aku beranikan langkah-langkah selanjutnya.

Satu langkah

Dua langkah

Ti-tigaa langkah

Ada yang menggelayut dan menabrakku sesekali dua kali dengan jarak yang lumayan lama.

Gue gak ganggu

Jangan ganggu guee

Ya Allah lindungilah hamba

Hati ini menjerit menyuarakan ketakutan dan segenap do'a. Gelayutan itu terasa menepuk-nepuk pundakku ini. Sekali. Dua kali dan ketiga kali.

Siapa si

Apa gue harus lihat

Tapii

"Allohumma allahumma... " teriaku kaget setelah menoleh ke belakang.

Detak jantung ini semakin abnormal di buatnya.

Kenapa lu gak bilang sih

Logikanya gimana mau bilang ya, itu hanya sebuah akar beringin yang kecantol scrafnya yang berwarna gelap dan menjadikan efek kain hitam-hitam terbang. Bodoh!

Aku kembalikan fokusku ke arah bidikan dan kemana?

Kak Eksan

Lilin itu

Hilang

Sialan

Sudah tak berada disana setitik cahaya apapun. Mataku berputar lincah mengamati sekitar dengan pencahayaan fajar yang mulai menerang.

Dan

"Hah" aku berbalik sambil terkejut

Ku tatap punggung tegap mengenakan selempang sarung.

Pawakannya sih

Kak Eksan

Tapi

Apa itu bukan dedemit.

"Gila lu! " dia berbalik menatapku sinis dengan alis yang mengepung di atas matanya.

Selangkah

Dua langkah

Cukup dua langkah ia sampai ke depanku. Rasanya ingin ku cabik-cabik sadis dirinya yang sudah kebanyakan ngeprank gue dari awal perkemahan.

Aku membalas tatapannya sadis dengan alis yang tak kalah bersatu. Kami beradu pandang sejenak sebelum kemudian pikiran-pikiran itu menghantuiku.

Jaket sialan

"Oh kak Eksan yang baik hati dan tidak sombong" hemmm menampilkan semyum sinyo meringis kepadanya.

"Yang ikhlas panggilnya atau kamu tak usah bertemu saya lagi" celetuk ketusnya membuatku segera ingin enyah dari hadapannya. Oh mungkin biar aku tembakan amunisi dulu ke otaknya baru aku pergi. Well.

Sebenernya gue mau pergi juga ogah sama elu yang gak tau di untung udah di perhatiin malah milih ngejomblo dan jadi sepupunya Adolf Hitler

"Emm maaf Kak Eksan saya mau mengembalikan jaketnya" ku ulurkan tanganku berisi jaket ke hadapannya.

"Emmm" dia mengedikkan jarinya di dagu lancipnya itu.

"Lalu jika gue gak terima lu mau apa? "

Gue mau bunuh lu

Asstaghfirullah

Sabar gi

"Mengapa kakak tak mau menerimanya? Apakah karena saya yang mengembalikkan? " sudah macam resepsionis hotel saja logat tuturanku itu.

Terdengar kekehannya yang sedikit keras. Emm tak tau dia memang cenayang yang bisa baca pikiran orang, mungkin dia sedang khilaf saja sehingga tak mendengar kata-kataku untuk MEMBUNUHNYA.

"Sebenernya gue udah nyalahin aturan perkemahan sama lu, tapi sedari kemarin juga lu nggak negur gue, lu tau apa kesalahan gue? "

Lagi-lagi teka-teki. Sungguh jika bukan karena ratusan orang yang menantiku untuk kembali membawa kabar gembira, aku sudah mundur sedari tadi.

Emm tunggu

Oh baiklah

Dia memang salah

"Saya tahu apa kesalahan kakak, kakak tidak menggunakan bahasa yang baik dan benar sesuai prosedur kepada saya khususnya"

"Terus kenapa lu gak tegur? "

"Saya tidak menegurnya karena pasal perkemahan ini adalah LAKSANA SELALU BENAR kak! " sedikit menaikan nada beberapa oktaf kepadanya.

"Emmm oke oke, habis gue purna nanti gue titip amblan ini, jaga baik-baik jangan biarin keluarga kalian menggerogoti ambalan dari dalam, lu harus bisa mahamin itu dan gue percaya sama elu" mengeluarkan segepok sobekan kertas berisi nomor-nomor TKU dan memberikannya kepadaku.

Ini nyata?

"Gausah banyak ngelamun, oiya khusus lu gue gak akan kasih, itu jumlanya sudah di kurangi satu, jadi elu harus menempuh proses lebih dalam kepada Kak Alvin dan kak Tasya, paham?! " dia berlalu meninggalkanku disana sendiri.

Terlihat beberapa diantara teman seperjuanganku itu berbondong-bondong mendatangiku.

Aku langsung memberikan segepok nomor TKU itu untuk dibagikan kepada semuanya.

Aku tak ada waktu untuk membaginya sendiri. Aku langsung berlari menuju Kak Alvin dan Kak Tasya disana ada Kak Eksan dan Romi si pendiam jenius angkatanky itu.

"Ugi kemari" seru kak Tasta yang kemudian ku balas dengan pelebaran langkah menuju ke posisinya

Aku yabg masih terengah-engah kemudian mendapatkan pelukan hangat dari Kak Tasya.

Ada apa?

"Gue nitip ambalan sama elu gi" sambil menitikkan air mata yang terjatuh dan meresap ke seragam coklat yang aku kenakan.

"Siap kak" aku juga ikut terisak. Ini sungguh seperti kehilangan keluarga besar setelah menikah dan harus bertanggungjawab dengan keluarga suami yang baru.

Emmm

Mungkin begitu, pasalnya aku belum tahu rasanya menikah hehe.Emm mungkin perumpamaannya diganti saja bagaikan kehilangan adik yang sudah terbiasa bersama sekaligus saat itu juga mendapatkan adik yang baru.

Ah sudahlah

Tak begitu jelas, mengapa setelah berkutat dengan ide out off the box kakak-kakak ini dan si Kak Eksan kutu kupret kemudian mendapatkan pelukan kak Tasya ini. Semua bebanku luluh bersama air mata yang berbulir membelah dan membuat garis di pipi ini.

Bersambung

Tangisan Kak Tasya adalah bentuk rasa sayangnya dengan kami calon Laksana dan bentuk besarnya rasa cintanya kepada ambalan kami.
Hemmm
Begitulah
Semua yang bertemu pasti hanya menunggu waktu untuk berpisah.

TendaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang