Ke 45 Sayonara

6 0 0
                                    

Pagi menjelang, kabut masih menghalang, rasanya begitu biasa-biasa saja. Kami berfoto dengan sunrise, kemudian menyantap roti dan kopi atau susu hangat dengan suasana pembicaraan yang sama.

Ini sungguh membosankan bagiku.

Bang Nanoooooo

Ayoo pulang

Gue udah gak betah

Teriakan dalam hati ini mana mungkin bang Nano dengarkan begitu saja, pasti saja tidak ya. Aku hanya terduduk lemas dengan telinga yang tidak bisa mengatup atau budeg sebentarlah untuk tidak mendengarkan ucaoan mereka.

"Oke, udah siang nih, ayo kita bebenah" ucap bang Gata membuatku semangat

"Ayo bang! " teriakanku ini sukses, membuatku di tatapi oleh segelintir laki-laki yang ada di sana.

"Hehe"

Rasanya malu sih, tapi lebih malu semalam bagiku.

Aku memulai benah berbenah ini dari memunguti sampah-sampah di sekitar tenda dan mengumpulkannya dalam satu wadah untuk di bawa turun.

Semua terlihat sibuk, baik mengemasi tenda, membuang sisa-sisa api unggun dan sebagainya. Tak ada satupun yang terlihat berleha-leha.

Drtttt drtttttt drtttttttt

Handphoneku bergetar, tanda ada panggilan masuk

Panggilan Masuk
Tante Mina

Emm, nomor yang baru saja ku simpan kemarin siang, ya nomor tante Mina, kini menelponku.

Ada apa ya

Kok tante Mina menelpon

Tuk

Ku angkat telpon yang langsung terdengar suara tante Mina panik di ujung telepon sana.

"Hallo Ugi, Ugi lagi sama Eksan nggak? " nadanya begitu panik

"Iyaa iya tan, ada apa tante panik begitu?" tanyaku memastikan

"Tolong sampaikan kepadanya nak, mbak Reni lahiran dan pendarahan hebat, dia butuh dua kantong darah O, tapi di kliniknya hanya ada satu, cepat Eksan suruh ke sini nak! " ujar tante Mina dengan begitu gugup

"Oiya tan kami segera ke sana"

Tut

Telepon diakhiri. Aku yang tertular panikpun langsung menuju Kak Eksan yang sedang merapikan tenda.

"Kak Eksan, ayo ke klinik" aku yang tertular gugup oleh tante Minapun ikutan gugup

"Hah, ke klinik? " tanya kak Eksan kebingungan

"Mbak Reni butuh suplayer darah O satu kantong lagi, di klinik habis hanya ada satu, mbak Reni butuh dua" sambil ku comot tangannya untuk segera turun bukit.

Dia menahan tarikan tanganku, seperti gontai dan bingung.

"Darah gue AB Ugi. " sahutnya kepadaku yang semakin panik

"Gue O, ayolah cepetan" terus menarik tangannya

"Apa disini ada yang goldarnya O? "

TendaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang