Tempat Impian

203 6 0
                                    

Masih tak menyangka, dipagi hari menghirup udara segar berdua dan juga tiap aku terbangun, aku langsung menikmati pemandangan indah . Wajah yang begitu menenangkan . Sebelumnya Aku dan Arkhan sepakat untuk konsisten untuk lari pagi sehabis shubuh agar tetap sehat . Aku ambil cuti 5 hari setelah pernikahan ku ini, dan Arkhan Ia juga libur 5 hari dan membebankannya pada Asisten dan perawat disana . Kami sepakat untuk pergi ke sebuah tempat impian .

" Mas, Udah selesai belum ? Ini kata pak dewo mobilnya udah siap " Aku menuruni anak tangga, lalu menuju pintu . Setelah akad itu, aku langsung diboyong kerumah Arkhan . Aneh, rumah ini luas namun hanya dihuni oleh dua orang .

" Aku kan udah bilang, gak usah angkat koper. Capek nanti " Dia memang selalu begitu, padahalkan koper ini menggunakan roda jadi aku hanya tinggal menariknya. Tetap saja dia marah seperti itu.

" Ini tu ditarik, bukan diangkat . " Ucapku ngeyel

Papa menatapku heran, karena berani bicara seperti itu pada Arkhan. Akupun hanya terkekeh malu

" Sayang, sehat sehat ya nak.. Mama nanti sore juga pulang . Sering sering main ketempat Mama ya " Ia memeluk tubuh ku, disusul Papa yang hanya mengusap punggung dan pucuk kepalaku

" Nduk, ati ati.. Arkhan, jagain istrimu . " Nada nya seperti mengancam, karena Ia tau Arkhan ada lah penyabar jadi Bude sering kali mengejeknya . Setelah salim, kami masuk kedalam mobil

" Mari non, den . " Pak Dewo menancapkan gas dan melaju ketempat itu

Terimakasih Allah, Engkau datangkan dia untukku. Walau nyatanya aku tak tau apakah ini cinta atau sekedar suka, yang jelas aku akan selalu bersama nya hingga ajal jadi pemisahnya . Aku menatap arah depan, rintikan hujan mewarnai perjalanan kita . Benarkah ini, kami duduk berdua tanpa sekat, Ia menggenggam tanganku dan bersandar dipundakku. Jadi teringat awal pertemuan yang singkat, dia datang kesekolah hanya mengantarkan Chika si bocah gemash . Dan kini, Ia jadi suamiku . Memang singkat, sangat singkat perkenalan kami . Inilah takdir Allah, siapapun tak bisa menolaknya .

" Aku tidur ya " Ucapnya lirih sambil memejamkan mata

" Iya, dasar bayi besar "

" Heh, bu guru . Kamu harus rawat dong " dia tiba tiba terbangun, menatapku seperti anak kecil. Aku bingung, melirik pak Dewo yang sedang fokus menyetir, lebih tepatnya aku malu

" Iyaa, yaudah tidur mas. Jugaan masih lama "

" Nggak, kamu aja yang tidur dipundakku. Leherku pegel " dia terkekeh. Dasar, mentang mentang tinggi, kami bila sejajar bagaikan angka sebelas tapi pendek sebelah . Aku setinggi pundaknya, walau begitu tubuhku ini tak sependek kelihatannya . Dianya saja ketinggian

Perlahan, aku mulai menempelkan kepalaku di bahunya, dahulu aku sering melakukan ini dengan kak Gio . Tapi sekarang, pundak ini yang akan selalu menopangku. Bahkan, pernikahan kemarin aku tak sama sekali menengok kamarnya . Aku takut semuanya terulang lagi, bukannya bahagia malah nanti aku menangis tanpa sebab.

" Tidur nyenyak ya, Ufaira ku " lirihnya, masih terdengar . Aku menorehkan senyum tipis lalu terlelap ke alam mimpi . Begitu terbangun kami sudah sampai tujuan, harapannya . Nyatanya mah, bolak balik bangun untuk sholat, makan dan sebagainya . Lumayan jauh, kita harus menempuh waktu sehari untuk sampai ketempat itu . Jika berangkat pagi, maka kita akan sampai malam hari, itupun kalau tidak macet


Ngantuk ges,besok lagi y.

Heyyu!! Jangan lupa ketuk tombol paling kiri alias vote.. Terimakasih:)

Doctor's Feeling 'END'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang