15. Setia

156 47 13
                                        

"Semoga doa gue kepada Tuhan akan disampaikan ke kalian."

— Vanilla Leanna —

Bau khas ruangan berdebu masuk ke dalam hidung Abinra, gadis itu sedang berjalan-jalan untuk mengusir rasa bosan karena sudah seharian di kamar usang, ditemani Baskara tentunya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bau khas ruangan berdebu masuk ke dalam hidung Abinra, gadis itu sedang berjalan-jalan untuk mengusir rasa bosan karena sudah seharian di kamar usang, ditemani Baskara tentunya.

Mana mungkin Baskara akan membiarkan Abinra sendiri, takut kalau gadis bernotabe pacarnya itu akan kabur ──walau gadis itu sudah memilih untuk bersamanya. Namun, percaya kepada orang baru akan sulit, bukan?

Keduanya memilih diam, tidak satu pun membuka suara, mereka tidak ingin.

Abinra gugup, ia memandang kemana saja dan selalu memainkan jari-jari tangannya. Sebenarnya dia tidak ingin pergi bersama Baskara, namun pemuda itu memaksa.

Abinra hanya ingin memastikan kalau Arsya pergi dari sini dengan selamat, Abinra juga harus memastikan untuk apa Vanilla datang ketempat seperti ini ──markas Pradista.

Dia ingin membuka mulut dan menanyakan sesuatu kepada Baskara, tapi, Abinra memilih diam karena takut pemuda itu akan curiga kepadanya.

"Anak SMA bebannya udah kaya kakek-kakek rumah tangga aja." batin Abinra.

Duk!

Dirinya tersandung sesuatu, dengan cepat Baskara menangkap lengan Abinra, membuat gadis itu tidak terjatuh kelantai.

Abinra segera melepaskan tangan Baskara dari tangannya, tersenyum canggung, "Makasih."

"Iya. Hati-hati, di sini banyak batu dan ranting pohon."

Mengangguk menurut, Abinra melanjutkan langkah kecilnya. Ia mendesah pasrah karena tidak menemukan Vanilla ataupun Arsya.

"Ikut ke ruang tengah, yuk?" ajak Baskara.

Abinra melototkan matanya, bagaimana tidak? Ruang tengah itu biasa digunakan untuk berkumpulnya para anggota Pradista, mana mungkin dirinya yang anggota Rebellion ──lebih tepatnya musuh mereka dulu, bisa bergabung?

"H─ hah? Boleh emang?" tanya Abinra ragu.

Baskara menarik pelan lengan gadis itu dan membawanya ke ruang tengah sambil tersenyum.

"Masa iya gak boleh?"

Mereka telah sampai diruang tengah, ruangan yang di dominasi cat berwarna putih dengan interior yang bisa dibilang cukup mewah. Abinra melebarkan mulutnya melihat itu, padahal mansion Rebellion juga tidak kalah mewah.

Pandangannya terhenti kepada sosok yang sedari tadi ia cari. Perempuan berambut panjang dengan tatapan tajamnya, mereka kini saling adu tatap dan berhenti ketika suara Baskara mengintrupsi.

REBELLION (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang