Chapter 10 = Minta maaf.

312 31 0
                                    

CHAPTER INI UDAH DI REVISI YAH GUYS DARI SEGALA KENANGAN MANTAN WKWK


KALAU ADA YANG TYPO MOHON MAAF










HAPPY READING!!!

















"Gue tau meminta maaf tidak akan menghilangkan luka yang sudah gue berikan, tapi setidaknya dengan meminta maaf gue bisa menyembuhkan sedikit luka itu," –Irvan Adelio Cetta-

Di sisi lain di sebuah balkon rumah, seorang anak remaja lelaki tengah asyik dengan kegiatan mewarnai sebuah gambar anak perempuan yang tertawa dengan ditemani segelas coklat hangat dan beberapa cemilan. Setelah selesai mewarnai laki-laki itu pun melihat hasil karya dengan tatapan kosong.

"Andai lo nggak pergi, pasti dia nggak benci sama gue," batin laki-laki itu.

Tok. . .tok. . tok. . .

Sebuah ketukan pintu membuyarkan lamunan laki-laki tersebut, namun tak membuat dirinya beranjak membukakan pintu tersebut sampai pintu tersebut langsung dibuka oleh orang yang mengetoknya. Orang itu pun menggelengkan kepala ketika melihat remaja laki-laki tersebut di balkon dan langsung menghampiri remaja laki-laki tersebut.

"Van ngapain lo di sini?" tanya orang itu pada remaja laki-laki yang tak lain adalah Irvan.

"Eh Kak Akbar, kapan lo sampai?" tanya Irvan seraya melihat kakak kesayangannya yang bernama Akbar Aderald Cetta. Akbar sendiri sekarang tengah kuliah di Amerika dan kebetulan sekarang sedang liburan. Jadilah Akbar pulang ke Indonesia untuk melepas rindu kepada keluarganya khususnya adik kesayangannya.

"Tadi sore, lo aja yang mengurung diri di kamar mulu kek orang dipinggit aja lo, kenapa lo?? Nggak biasanya lo ngurung diri di kamar. Kata mamah dari pulang sekolah lo nggak ada keluar kamar," ucap Akbar panjang lebar.

"Males aja," jawab Irvan singkat. Akbar hanya bisa menghela napas karena sudah ngomong panjang malah dijawab singkat. Keluarga Cetta memang sudah terbiasa dengan sikap dan sifat Irvan yang memang dingin dan tidak banyak bicara, karena semua sikap dan sifat Irvan turun dari sang papah yang memiliki kelakuan yang tak jauh beda, sedangkan Akbar lebih mirip ke sang mamah yang ceria dan suka bercanda dan memiliki sikap yang dewasa.

"Udah jangan malas-malas, sekarang lo makan udah ditunggu mamah sama Papah di bawah," ucap Akbar seraya berlalu dari kamar Irvan. Sejenak Irvan pun terdiam lalu menarik napasnya dan segera menyusul kakaknya ke ruang makan. Setelah sampai di ruang makan, Irvan langsung duduk di samping Akbar dan mulai menuang nasi serta lauk ke dalam piringnya. Suasana pun hening hanya terdengar dentingan sendok dan garpu tak lama setelah itu, Mamah Anggraini, Mamah Irvan membuka suara.

Adeline and Adela [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang