"Sekitar sepuluh menit saya datang mbak, soalnya ini ngantar penumpang lumayan jauh dari rumah sakit. Kalau mbak Nabila pesan taksi lain nggak papa kok..." ucap pak supir langganan Nabila dari balik ponsel.
"Ya sudah, saya tunggu bapak dilantai satu rumah sakit yaa..." sahut Nabila. Bagaimanapun, Nabila kadang kasihan dengan pak supir itu yang menurutnya sudah lanjut usia dan seharusnya tidak perlu bekerja lagi. Bagaimana bisa Nabila membatalkan pesanannya?
Untuk menghilangkan bosan menunggu, Nabila duduk dikursi panjang yang tersedia sambil memainkan ponselnya. Orang banyak berlalu lalang, suara ribut tak bisa di elakan. Tapi mau bagaimana lagi, ini rumah sakit umum. Semua orang berhak mengekspresikan dirinya.
"Tolonglah mbak... Saya sudah jual motor, rumah, sekarang mbak bilang kalau uangnya kurang, kakak saya tetap gak bisa dioprasi secepatnya!" terdengar suara seseorang mengomel. Nabila yakin bukan hanya dirinya yang mendengar, namun pengunjung yang lain juga.
"Maaf mbak, ini peraturan dari rumah sakit. Saya sebagai petugas hanya menjalankan wewenang yang berlaku. Masalahnya, disini bukan hanya biaya operasi yang embak bayar, tapi juga biaya donornya." jawab resepsionis yang berjaga tetap dengan suara lembutnya, berusaha memberi pengertian.
"Tapi kan saya juga pakai BPJS mbak, seharusnya delapan puluh lima juta cukup untuk kakak saya segera di operasi!" bantah perempuan itu lagi. Kali ini terdengar serak-serak basah, sepertinya menangis.
Karena penasaran juga kasihan mendengar perbincangan antara mbak resepsionis dan orang yang mengomel itu, Nabila menolehkan kepalanya sebentar. Sedikit terperanjat saat mengetahui siapa pemilik suara yang sedang mengomel itu.
Nabila meluruskan batang lehernya kembali, menggenggam erat ponselnya. Kak Kholil suaminya memang pernah bilang soal kenapa laki-laki itu kasihan dengan perempuan berjilbab bernama Fitri itu. Selain yatim, ternyata kakaknya sekarang harus ditunda operasi karena kekurangan biaya. Pantas saja minggu kemarin, Nabila melihat Fitri naik angkot.
"Meskipun pakai BPJS, namun aturan rumah sakit tetap keluarga pasien harus membayar separo biayanya mbak. Masalahnya ini operasi dan pihak rumah sakit sudah berupaya mencarikan pendonor. Itulah kenapa mbak harus membayar separonya..." suara resepsionis kembali terdengar.
Fitri tak lagi terdengar bersuara. Nabila menoleh, memastikan apakah perempuan berjilbab itu masih berdiri disana.
Yaa... Fitri masih berdiri disana sambil menyeka air mata dengan ujung-ujung jilbabnya.
"Saya sebenarnya juga tidak tega. Tapi ini juga kami berikan kepada pasien yang lainnya. Mbak harus membayar lima belas juta lagi untuk kekurangannya. Setelah itu baru operasi bisa dilakukan..." kata mbak resepsionis itu.
Tak lama, Fitri berlalu dan masuk ke dalam lift. Mungkin perempuan itu menuju ruangan kakaknya dirawat. Nabila jadi penasaran apa yang dialami kakak perempuan itu dan berapa biaya yang harus dibayar hingga delapan puluh lima juta tidak cukup. Nabila berjalan santai menuju mbak resepsionis.
"Emm... Oh ya mbak. Yang tadi barusan itu namanya Fitri kan?" tanya Nabila basa-basi.
"Iya. Ada yang bisa saya bantu?" sahut resepsionis itu ramah. Padahal dia baru saja diomeli oleh Fitri.
"Saya sepupu dia. Saya boleh tau nggak, kakaknya kenapa? Kok tadi sampai ngomel-ngomelin embak." pancing Nabila agar mbak resepsionis itu memberitahunya.
Mata resepsionis itu tampak beralih ke komputer, mencari keterangan.
"Nama pasien Dani Nugroho, usia 28 tahun, korban kecelakaan jatuh dari bangunan. Mengalami patah dibagian tulang belakang." baca resepsionis itu.Nabila mengangguk sambil ber-oh pelan. Sedikit ngeri mendengarnya. "Emang biaya totalnya berapa dok?" tanya Nabila lagi.
"Totalnya 200 juta. Itu untuk membayar biaya operasi, donor, dan juga perawatan selama sebulan lebih ini mbak. Karena pasien menggunakan kartu BPJS, maka biayanya dipotong separo. Mbak Fitri tadi baru membayar delapan puluh lima juta." jelasnya lagi.
"Emang nggak ada asuransi dari tempat kerjanya mbak?"
"Kalau itu saya tidak tahu. Tapi sejauh ini sepertinya tidak ada."
"Oh..." Nabila sejenak melamun. Rasa kasihan muncul begitu saja didalam dirinya. Meski perempuan itu pernah membuat Nabila kesal dan marah, namun rasa simpati benar-benar membiusnya.
"Ada yang bisa saya bantu lagi mbak? Oh, lokasinya ruangannya-" kata perempuan itu terputus.
"Nggak perlu mbak. Oh ya, sisa yang belum dibayar lima belas juta kan?" ucap Nabila sambil mengeluarkan uang tunai dari dalam tasnya. Menyerahkan uang itu ke hadapan resepsionis.
"Mbak yang bayar?" tanya tanpa menyentuh uang yang Nabila letakan.
"Iya. Soalnya saya kan-" kata Nabila tertahan. "Keluarga pasien juga. Jadi saya berhak bantu dia." lanjut Nabila sambil menelan liur. Tak apalah berbohong untuk membantu orang lain.
Bukankah tadi dokter Anin bilang dia harus melakukan sesuatu yang membuat perasaannya tenang dan bahagia...
"Oh... Baiklah. Kalau begitu sebut nama dan status mbak..." pinta resepsionis itu sambil siap mengetik dikomputernya.
"Atas nama Nur Abdi Kholillah, emm... Saya lupa, tapi intinya kita keluarga mbak..." sahut Nabila berusaha tenang agar mbak itu tak bertanya yang macam-macam.
"Tin...Tin..." suara klakson taksi yang menjemput Nabila terdengar. Kesempatan emas untuk pergi dari resepsionis itu.
"Maaf ya mbak... Saya pamit sekarang. Taksi yang saya pesan sudah datang. Jangan lupa, operasinya segera dilakukan..." pesan Nabila lalu berlalu.
Memaafkan dan berbuat baik pada orang yang pernah membuat kesalahan pada kita, rasa bangga dan bahagianya lebih terasa.
____________________
Jangan lupa
Vote dan komen
Share dan follow juga authornya...
Ada typo bisa dikomen yaaa. ;)
Biar author langsung perbaiki :)Di bab ini kita banyak belajar wkwkw
Semoga bermanfaat :)See you again...
KAMU SEDANG MEMBACA
Presiden Mahasiswa & Kupu-Kupu Kampus [SEGERA TERBIT ✔]
Novela Juvenil🌻 SEGERA BACA SEBELUM BEBERAPA BAB AKAN DIHAPUS UNTUK KEPENTINGAN PENERBITAN 🌻 Tidak ada yang namanya kebetulan di dunia ini. Percayalah, apa dan siapapun yang datang ke kehidupan kamu, itu semua ada alasannya. Tentang Nabila yang menikah denga...