Perempuan cenderung menggunakan perasaan dalam hal apapun,
sedang pria mengandalkan pemikirannya. Itulah kenapa, jalan penyelesaian masalah mereka jarang yang sama.
__________________Tak ada yang berani bersuara. Ruangan cukup luas itu begitu hening.
Malik menatap jam tangannya dipergelangan berkali-kali. Memastikan Kholil benar-benar tak ingkar janji untuk segera ke ruangan pak Anwar.
"Mana Kholilnya!" tanya pak Anwar setengah membentak.
Malik gelagapan menjawab, "Sa-saya hubungin sebentar pak." pamit Malik lalu berlari pelan keluar ruangan. Tangannya tak diam, lincah mencari kontak Kholil, menghubunginya lagi.
"Angkat Lil...angkat..." batin Malik dengan wajah cemas juga khawatir.
Saat ingin menghubungi lagi, seseorang terdengar berjalan tergesa-gesa. Malik menatap laki-laki yang ditunggunya tiba juga.
"Masuk bentar." sapa Kholil tersenyum seraya menepuk pundak Malik pelan. Membuat Malik menatap bingung, disaat situasi sedang panas begini Kholil masih terlihat santai bahkan tersenyum.
Malik yang sedari tadi memang disuruh menunggu Kholil pun masuk sebentar, melapor.
Baru membuka pintu, tatapan menusuk pak Anwar sudah membuat siapapun menelan liur. Belum berbicara, laki-laki berambut putih itu sudah menyuruh Malik keluar duluan.
Malik mengangguk pelan, lalu kembali menutup pintu.
"Kholil bisa dijelaskan tentang vidio itu!" kali ini pak Anwar menanyakan hal yang sama pada Kholil.
Kholil menghela nafas sebelum menjawab. Dia memang sudah terbiasa beradu argumen dengan nada seperti ini bersama ketua-ketua organisasi kampus yang dinaungi BEM.
"Sebelumnya saya minta maaf pak. Saya sama sekali tidak tahu-menahu soal vidio itu. Karena saat kejadian, saya dan Malik sedang mengerjakan proposal dilantai tiga. Ketika mendengar ada keributan di lantai dua, saya langsung turun." jelas Kholil.
Pak Anwar terdiam sesaat. Entah apa yang terlintas dipikiran orang tua itu. Tapi kini matanya menatap ke arah Tiara yang kebetulan satu-satunya mahasiswa baru.
"Kenapa kamu bikin masalah juga? Di depan perpustakaan lagi!" tanya pak Anwar pada Tiara.
"Saya sahabatnya Nabila pak. Saya gak terima aja, masa sahabat saya di fitnah nidurin kak Kholil terus pakai pelet. Coba bayangin anak perempuan bapak digituin, pasti bapak marah kan?" ucap Tiara dengan nada tinggi. Matanya menatap Fitri dan teman-temannya tajam.
"Pak. Saya bisa bawa kasus ini ke kantor polisi hari ini juga! kalau bapak tidak memberikan sanksi kepada mereka berempat!" tambah Tiara lantang. Membuat suasana ruangan hening itu jadi mencekam. Semua yang ada disitu menoleh ke arah Tiara. Termasuk Kholil.
Pak Anwar menatap Tiara dalam. Sama sekali tak terlihat aura takut dalam raut wajah perempuan itu.
Kemudian pandangannya beralih pada Fitri dan teman-temannya yang sudah memasang wajah cemas karena tak mengira akan serumit ini masalahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Presiden Mahasiswa & Kupu-Kupu Kampus [SEGERA TERBIT ✔]
Fiksi Remaja🌻 SEGERA BACA SEBELUM BEBERAPA BAB AKAN DIHAPUS UNTUK KEPENTINGAN PENERBITAN 🌻 Tidak ada yang namanya kebetulan di dunia ini. Percayalah, apa dan siapapun yang datang ke kehidupan kamu, itu semua ada alasannya. Tentang Nabila yang menikah denga...