Nabila masih saja berlinangan air mata. Ini adalah pertama kali Malik pergi jauh tanpa mengikutsertakan dirinya. Dan ini pertama kalinya Nabila harus tinggal beda negara dengan papanya.
"Sudah..., kita doain aja proyek papa cepat kelar, jadi bisa pulang lebih cepat..." bisik Kholil yang tidak tahu harus melakukan apa agar Nabila mau diam.
"Sudah..., jangan nangis. Gimana kalau habis ini kita jalan-jalan?" bujuk Kholil lagi. Mungkin dengan menawarkan hal-hal yang biasanya disukai perempuan, itu bisa membuat Nabila melupakan kepergian papa.
Nabila tak menjawab, sesekali pundaknya bergetar setelah terisak.
Kholil memberanikan merangkul istrinya itu, mana mungkin mereka pergi dalam keadaan Nabila masih menangis.
"Kak Kholil gak akan ninggalin Bibil kan? Sekarang cuma kak Kholil yang Bibil punya...." Kata Nabila masih sesenggukan seperti anak kecil.
"Saya janji. Sudah..." Kholil menarik Nabila dalam pelukannya, menenggelamkan kepala istrinya di dada.
Setelah agak baikan dan isak Nabila tak terdengar lagi, Kholil melonggarkan pelukannya. Sebenarnya dia agak malu, mereka melakukan adegan dewasa ditempat umum. Tapi memang benar, ketika kita sedang bersama orang yang dicintai, dunia terasa milik berdua.
"Kemana?" kata Nabila masih dengan suara serak dan mata sembab.
"Makan? Kamu dari tadi pagi gak makan" jawab Kholil menatap Nabila.
"Katanya jalan, kok malah makan sih..., Bibil gak laper juga" sahut Nabila ketus.
"Tapi perut kamu dari tadi pagi kosong Bil..., nanti bisa masuk angin" Kholil tak mau kalah, lagipula dia melakukan ini untuk kepentingan bersama. Nabila tidak sakit, dan Kholil tidak repot mengurusnya. Sehat saja Nabila membuatnya pusing tujuh putaran, bagaimana kalau sakit. Pikir Kholil panjang lebar.
"Yah...?" Bujuk Kholil lagi. Nabila menatap mata didepannya, lalu mengangguk setuju.
Keduanya pun berdiri dan keluar dari ruangan yang sudah mulai penuh itu.
Sudah dua hari Nabila tidak tinggal dirumahnya lagi, dua malam dia menginap dirumah Kholil, dan malam ini mereka sudah memutuskan tinggal dirumah sendiri, hadiah dari orang tua mereka.
"Kamu mau makan apa?" tanya Kholil saat mereka sudah sampai direstoran yang tak terlalu ramai.
Nabila menatap malas buku menu di atas meja. Dia benar-benar tidak selera makan.
"Kakak aja deh, Bibil gak makan". Kata Nabila sambil menjauhkan buku menu itu ke tempatnya.
"Kamu masuk angin saya gak tanggung jawab" ucap Kholil mulai terdengar kesal, dia berbicara tanpa menatap Nabila.
Bukannya tersinggung atau luluh melihat Kholil yang mulai berubah sikap, Nabila malah tersenyum. Laki-laki yang jarang marah, akan terlihat lucu saat dia marah.
"Kamu harus makan Bil..., kamu itu sebentar lagi ada PKKMB. Itu penting, karena sertifikatnya buat syarat sidang skripsi". Jelas Kholil panjang lebar. Percuma, mau Kholil jelaskan berapa kali pun Nabila tidak akan paham. Masuk kuliah aja belum, sudah diceramahin tentang sidang skripsi.
"Yah terus...?" kata Nabila tak mau kalah.
"Saya gak mau tau, setelah saya pesankan. Kamu harus makan". Ucap Kholil terdengar memaksa lalu segera memanggil pramusaji, supaya Nabila tak ada kesempatan menyanggah.
Nabila hanya berdecak kesal melihat kelakuan Kholil. Tadi di bandara bersikap manis, sampai di restoran berubah sarkatis, memaksa pula.
"Jamur krispinya dua, nugget-nya dua, kentakinya dua, minumannya jus mangga sama buah naga..." pesan Kholil pada pramusaji yang menghampirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Presiden Mahasiswa & Kupu-Kupu Kampus [SEGERA TERBIT ✔]
Fiksi Remaja🌻 SEGERA BACA SEBELUM BEBERAPA BAB AKAN DIHAPUS UNTUK KEPENTINGAN PENERBITAN 🌻 Tidak ada yang namanya kebetulan di dunia ini. Percayalah, apa dan siapapun yang datang ke kehidupan kamu, itu semua ada alasannya. Tentang Nabila yang menikah denga...