Chapter 5

70 12 6
                                    

            "Meski aku Kejam, aku juga mempunyai perasaan. Jika salah satu keluargaku bersedih, aku akan menghiburnya. Tidak ada yang boleh membuat keluargaku meneteskan air mata, Walau hanya setetes. "

                          -------$$$--------

Suasana mendung dan seperti akan turun hujan, memang sangat ditunggu oleh banyak orang. Tak terkecuali Seorang anak kecil yang berada di dekat jendela melihat ke arah hutan yang lebat.

Dia rindu akan kehangatan kedua orangtuanya, Rindu akan manjaannya pada mamanya, Rindu bermain di tengah-tengah turunnya hujan bersama sang kakak. Namun, itu semua telah menjadi kenangan indah yang berakhir pahit.

Ketika dia mengetahui bahwa, itu semua hanyalah perilaku palsu dari keluarganya, upss mantan keluarganya. Pantaskah dia menyebut mereka keluarganya lagi setelah mereka mencoba untuk membunuhnya? Mencoba untuk membuatnya menderita oleh kesakitan yang luar biasa setiap malamnya? Dia tidak yakin mereka dapat memegang gelar  keluarga nya lagi.

Kepercayaannya telah hilang setelah mengetahui bahwa keluarganya berkhianat. Tanpa disadari olehnya, ada sepasang mata mengamatinya dari jauh. Mengamati wajah nya yang sendu, bahkan setetes air mata telah jatuh di pipinya.

"Bima...." panggilan itu, panggilan sang kakak angkat yang paling dia sayangi. Meskipun dingin dan tidak berperasaan, namun hanya dialah yang dapat mengerti perasaannya.

"Ya, kak? " Bima menoleh, melihat Renata yang berjalan ke arah nya dengan pelan. Bima menatap Rena dengan mata yang berkaca-kaca.

Rena menghapus air mata yang telah jatuh di pipi Bima. Dan mengusap pucuk kepala Bima dengan sayang. Bima langsung berhambur ke pelukan Rena. Menangis sekencang-kencangnya, mengeluarkan semua perasaan yang mengganjal di hatinya. Ini yang dia butuhkan, kasih sayang dan pelukan dari seseorang yang dia sayangi.

"Shh, sudah jangan menangis. Anak laki-laki harus kuat. Tidak boleh lemah. Jangan pikirkan mereka. Kamu masih punya kakak yang sayang sama kamu. Okay, jangan menangis. Kamu tidak boleh lemah dihadapan musuh kamu," Rena mengusap punggung Bima agar merasa tenang.

"Sudah jangan menangis lagi. Ayo kita sarapan dulu, setelah itu kakak akan membawamu pergi jalan-jalan sebelum kamu ikut kakak kembali ke negara kakak ya. Jadi, kamu tidak sendiri disini. "

"Boleh kak.. " Bima menatap Rena sendu. Sambil menangis tersedu-sedu, Bima kembali menghamburkan dirinya ke dalam pelukan Rena.

"Tentu saja boleh. Ayo kita sarapan terlebih dahulu. Nanti kamu sakit kalau tidak makan," Rena mengusap kepala Bima sebelum melepas pelukannya. Bima mengangguk mengiyakan dan menggenggam tangan Rena untuk berjalan bersama ke meja makan.
                     
                     --------$$$$---------

"Bima, kamu mau main apa? "

Saat ini, Rena dan Bima sedang berada di pusat pembelanjaan. Rencananya, setelah Rena selesai berbelanja beberapa baju untuk dirinya dan juga Bima, dia ingin mengajak Bima untuk bermain agar tidak kepikiran soal keluarganya lagi.

"Bima nggak mau main, Bima mau makan," ucap Bima sambil memegang perutnya. Sedangkan Rena hanya memutar bola matanya malas melihat Bima yang kerjaannya makan melulu.

"Yaudah, Bima mau makan apa? " akhirnya, Rena mengalah pada Bima yang sudah dipastikan kalau pun tidak mengalah, Bima akan tetap meminta makanan.

'Dasar keras kepala,' batin Rena menggerutu.

"Bima mau makan, hmm ayam deh, " ucap Bima dengan semangat. Sedangkan Rena, hanya melihatnya dengan jengkel. Tapi tak ayal, dirinya senang melihat Bima yang kembali ceria.

"Yasudah, ayo kita pergi ke restoran untuk makan siang, " ucap Rena sambil menggenggam tangan Bima agar tidak jatuh.

"Yeayy! " Saking senangnya, Bima melompat-lompat kecil sampai membuat perhatian orang-orang berpusat padanya. Rena hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah Bima yang terlihat... Menggemaskan?.

Selama diperjalanan, Bima selalu melontarkan candaan bahkan cerita lucu yang membuat Rena tertawa. Bahkan terkadang dia membuat ekspresi wajah, orang-orang yang memarahinya.

Tanpa Bima sadari, Rena tersenyum kecil melihat keaktifan Bima. Sebuah hubungan persaudaraan mulai tercipta hanya dengan kehangatan dan kegembiraan satu sama lain. Hanya saja... Ada satu orang yang belum mengetahui hal ini. Dia adalah....

Reihan.

Rena, terkekeh geli ketika membayangkan ekspresi Reihan saat dirinya pulang dengan membawa anak kecil. Pasti akan menyenangkan mengganggunya. Ah, dirinya sudah tidak sabar untuk kembali pulang dan memperkenalkan Bima kepada kakaknya dan tentunya kepada orang tuanya.
                   ---------$$$$----------
Hah...

Rena menghela nafas lelah sehabis pulang dari jalan-jalan membawa Bima. Ternyata saat Bima ceria ada untungnya ada ruginya. Untungnya adalah dia tidak nakal dan selalu bisa membuat suasana menjadi hangat. Kerugiannya adalah Bima sangat menjengkelkan saat ceria. Dia selalu meminta makanan yang dilihatnya selama perjalanan pulang.

Dan mau tidak mau, Rena harus membelikannya atau tidak, Bima tidak akan mau berbicara padanya sampai keinginan makanannya terpenuhi. Lain kali, sepertinya dia harus mengajak Reihan untuk menjaga Bima.

Saat ini, Reina dan Bima telah pulang ke apartemennya. Bima telah tertidur pulas, mungkin karena faktor lelah dan cape. Reina sendiri sedang menonton film kesukaannya. Dan tiba-tiba teringat bahwa dia harus mengabari Reihan.

Rena mengambil handphonenya yang terletak diatas nakas di samping tempat tidurnya. Reina harus menghubungi Reihan sekarang.

"Hallo kak, aku sudah menyelesaikan misi dan akan pulang besok. Jemput aku dibandara besok, jangan sampai telat. Dan aku punya kejutan untukmu, hehe."

"Ok, aku akan menjemputmu besok, dan mengenai kejutan, tumben sekali kau membawa kejutan untukku. Itu bukan prank kan? " ujar Reihan dari seberang telepon sana dengan curiga.

"Bukan, tenang aja. Ini bukan prank. Dan mungkin kau akan menyukainya kak, hahah," Rena tertawa setelah menyelesaikan kalimatnya. Membuat Reihan curiga, Jangan-jangan benar dugaannya.

"Okay, sampai jumpa besok kakak, bye i love you," Rena mematikan sambungan teleponnya tanpa menunggu sang kakak menjawabnya.

Ah, Rena benar-benar tidak sabar lagi untuk besok.

                          

Die Gefährliche Mafia [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang