Chapter 10

35 6 1
                                    

Brak

Rena menendang pintu markas dan masuk dengan amarah ditubuhnya. Reihan yang melihat sang adik datang sendiri dengan kemarahan, merasa bingung apa yang membuatnya marah.

Reihan memutuskan menghampiri Rena yang duduk dengan tangan mengepal.

"Ada apa? Kenapa sampai marah seperti itu? Dan dimana Bima? "

Rena melirik Reihan dan memintanya untuk duduk. Reihan menyuruh anak buahnya untuk pergi terlebih dahulu. Setelah semuanya selesai, Rena menceritakan panggilan telepon yang dikantornya sampai saat Bima diculik.

Tak jauh berbeda dari sang adik, Reihan melihat ke samping dengan tangan mengepal.

"Okay, kita harus merencanakan penyelamatan Bima," ucap Reihan sambil membawakan Rena minuman.

"Bagaimana dengan masalah kantor? Kita tidak bisa meninggalkan pengkhianat itu sendiri!" Reihan terhentak. Dia baru menyadari tentang kantornya yang bermasalah, dan juga kantor Rena.

"Begini saja, Masalah kantor serahkan saja padaku. Aku yang akan mengurus 2 pengkhianat itu. Dan kamu hanya perlu fokus dalam penyelamatan Bima. "

Rena menganggukan kepalanya, setuju dengan rencana Reihan. Siska akan ditinggalkannya bersama Reihan, agar dia bisa membantu Reihan menyelesaikan masalah perusahaan.

Rena mempersiapkan peralatan yang akan dia butuhkan nantinya. Pistol, pisau, dan notebook sudah berada dalam tasnya. Tas yang selalu dibawanya dalam misi. Tas kesayangannya.

"Kau yakin akan pergi sendirian? "  tanya Siska saat dirinya memasuki kamar Rena. Dia merasa khawatir dengan keadaan Rena.
"Ya, aku bisa membasmi tikus-tikus itu sendirian. Jika aku membutuhkan bantuan, maka aku akan memanggil Reihan. Kamu tidak perlu khawatir, aku akan baik-baik saja."

Siska hanya menghela nafasnya dengan kasar. Renata adalah gadis yang keras kepala. Sangat susah untuk membujuk dirinya. Siska hanya bisa berharap bahwa Rena memenangkan pertarungan ini dan dapat menyelamatkan Bima.

Setelah dirasa sudah selesai, Rena bersiap untuk tidur sebelum pergi untuk menyelamatkan Bima di kota Egham, dimana kota yang sepi dan jauh dari pemukiman warga. Dan dia yakin, disanalah sasarannya.

            -----------$$$$---------

"Ingat, jangan sampai kau melukai yang tidak bersalah," suara Reihan terdengar dari sebuah telefon.

"Aku tahu. "

"Ingat misimu hanya untuk menyelamatkan Bima dan memusnahkan mereka. Jangan sampai ada korban lain yang berjatuhan. "

"Aku tahu! "

Rena mematikan panggilannya dengan Reihan. Setelah tadi pagi, sebelum matahari terbit dari timur, Rena sudah berangkat dari rumahnya menuju lokasi yang di informasikan dari Reihan. Setelah sepakat bersama, Rena langsung membawa mobilnya melaju dengan kecepatan diatas rata-rata agar cepat sampai.

selama diperjalanan, Reihan dan Rena berbicara melalui panggilan telepon. Reihan memberitahukan informasi di desa ini dan tentang misi Rena yang sebenarnya. Dia tidak ingin ada korban yang tidak bersalah berjatuhan akibat ulah Rena.

Rena terus fokus ke depan hinga tibalah dia di depan pintu masuk kota Egham. Kota ini sangat sepi, bahkan pada saat dirinya memasuki kota, hanya terdapat pohon dan hutan yang sangat lebat. Dan rumah penduduk sangat jarang terlihat. Bahkan pencahayaannya sangat minim.

Rena harus membawa mobilnya dengan perlahan, namun itu hanya ekspetasinya saja. Nyatanya, Rena membawa mobilnya dengan kecepatan tinggi. Hinga tiba-tiba....

Ckisttt..

Rena menghentikan mobilnya secara mendadak. Rena menghela nafasnya kasar, pasti ada masalah lagi pada mobilnya. Rena turun dari mobilnya untuk memastikan apa yang terjadi pada mobilnya. Ah, ternyata ban mobilnya bocor terkena paku di jalan.

Rena mengusap tekuknya sambil mendesah lelah.

"Ah, apa lagi ini, ck. " Rena melihat ban mobilnya dengan malas dan melihat sekitarnya. Ah dia harus cepat membereskan masalah ini.

Sedangkan disisi lain...

"A... Apa maumu? Kenapa kamu menculik Bima? Apa salah Bima? Dimana kakak Bima? "

Seorang anak kecil terikat di sebuah kursi. Dengan menangis, dia mencoba membuka ikatan tersebut yang tentu saja tidak bisa dibukanya. Dia melihat ke depan dimana, seorang laki-laki berdiri membelakanginya.

"Shhh, Bima tidak ada salah apa-apa kok. Om cuma mau kakak Bima datang kesini supaya bisa Om bunuh, " laki-laki tersebut berbalik dan menyeringai kearah Bima yang ketakutan.

"O... Om tidak bisa membunuh mereka! Mereka kuat apalagi kak Rena! Bima yakin mereka akan menyelamatkan Bima, hiks," dengan sesenggukan, anak kecil tersebut berusaha untuk tidak terlihat takut. Seperti yang diajarkan Reihan bila berhadapan dengan musuh, tidak boleh terlihat takut.

"Hahaha, kamu pintar sekali. Sudahlah berbicara denganmu sangat membuang waktuku, kalian semua! Pindahkan anak ini ke dalam mobil. Kita akan pindah ke tempat yang tidak jauh dari sini!" laki-laki tersebut menyeringai melihat pemberontakan Bima yang menolak untuk ikut dengan mereka.

"Sebentar lagi.... Sebentar lagi kalian akan hancur Andian!!! Tunggulah pembalasanku atas pembunuhan yang kau lakukan terhadap keluargaku!!! Hahaha! " suara tertawa menggema di dalam ruangan tersebut. Laki-laki tersebut tidak sabar akan melihat kehancuran keluarga Andian. Hanya tinggal menunggu beberapa saat lagi, mereka akan hancur ditangannya.

------------$$$$-------------

Saat ini, Reihan sedang bersama Siska membahas tentang pengkhianat didalam perusahaannya dan perusahaan Rena. Saat mengetahui bahwa pengkhianat tersebut bukanlah orang biasa, Reihan membuat rencana baru yang hanya diketahui oleh mereka berdua. Kenapa Rena tidak diberitahu? Reihan hanya ingin perhatian Rena tidak terbagi antara penyelamatan Bima dan perusahaannya.

Baginya, jika perhatian itu terbagi maka akan berdampak buruk bagi kedua. Dimana hal itu tidak akan pernah berhasil. Lagipula, kesepakatannya sudah terbagi. Rena fokus ke penyelamatan Bima, dan Reihan serta Siska mencari sang pengkhianat di kedua perusahaan mereka.

Saat selesai berunding, Reihan mengajak Siska untuk makan malam, sekalian untuk berbincang ringan, tentu saja diterima oleh Siska. Saat Siska sedang berbicara, Reihan hanya terfokus menatapnya tanpa mendengarnya. Hingga akhirnya, Siska berhenti berbicara dan menatap Reihan.

Terjadilah tatapan diantara mereka selama beberapa menit. Hingga akhirnya Siska tersadar, begitu juga dengan Reihan.

"Ekhem," Reihan berdehem untuk mencoba agar suasana tidak terasa canggung, namun tidak berhasil.

Siska mencoba menenangkan jantungnya yang serasa sedang berdisco. Pipinya bersemu merah. Begitu juga dengan Reihan yang tiba-tiba merasa gugup. Jantungnya terasa ingin melompat saking gugupnya.

Tanpa mereka sadari, bibit merah jambu telah masuk ke celah-celah hati mereka yang mulai terbuka satu sama lain. Hah, Rena pasti akan senang dan menggoda mereka berdua jika mengetahui hal ini.

Die Gefährliche Mafia [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang