Rena memandang lurus ke depan dengan kepalan tangannya yang terus terkepal erat. Sedangkan Adik Ray, menatap Rena dengan khawatir.
"Kak, bagaimana dengan Kak Ray? Dimana dia? Apa dia baik-baik saja?" ucapnya yang diabaikan oleh Rena.
"Kak... "
Karena pertanyaannya tidak di jawab oleh Rena, adik Ray mengambil jaket dan langsung pergi keluar untuk mencari Ray.
Rena menutup matanya untuk menenangkan amarah di dalam hatinya. Hingga Rena membuka matanya dan langsung berlalu pergi menuju tempat gudang kosong yang kemarin dia pergi.
Rena membawa mobilnya dengan cepat agar cepat sampai. Tepat saat dirinya berhasil sampai di depan gudang kosong yang didatanginya beberapa waktu lalu, Rena membuka tempat pembuka gerbang agar dia dapat melewati gudang ini.
Rena tidak memperdulikan hujan yang mengguyur tubuhnya, bahkan sekarang dirinya telah basah kuyup karena hujan. Rena berusaha membuka pembuka gerbang meskipun tangannya terluka. Dan perjuangannya tidak sia-sia.
Pintu gerbang terbuka ke atas, Rena menatap kearah depan dengan sendu lalu berlari menuju mobil untuk melewati gudang kosong tempat orang tuanya direnggut nyawanya.
Ya, gudang yang beberapa waktu lalu dia datangi bersama Cila untuk mencari Bima serta kakaknya itu, adalah gudang tempat kedua orang tuanya di adili. Dia mengingat semuanya, mengapa semua ini terasa familiar baginya.
Rena berjalan memasuki sebuah desa yang terlihat kosong dan tidak berpenghuni. Rena melihat sekitarnya dan berjalan menuju satu gedung dimana terdapat penjagaan ketat di sana.
Tepat saat Rena sampai di depan mereka, dirinya langsung mengangkat kedua tangannya untuk diperiksa oleh mereka. Setelah membuang peralatan tembakan, mereka menyeret Rena yang masih berjalan pelan karena rasa sakit tusukan tersebut.
Hah, Rena terlempar ke dalam, di lantainya. Mereka mengambil lengan Rena dan memaksanya untuk berdiri menghadap Delard. Kondisi Rena saat ini, mukanya penuh dengan lebam, darah kering berada di sudut bibirnya, bekas goresan pisau Delard di pipinya yang masih membekas dan meninggalkan warna merah, serta bekas tusukan pisau di perutnya yang sampai saat ini, darah masih mengalir dari sana. Ah, serta kakinya yang terluka akibat perkelahian saat itu.
Delard yang melihat Rena datang dengan keadaan yang mengenaskan pun berdiri dan berjalan ke arahnya dengan santai. Hingga berada di depannya, Delard meraih dagu Rena menyuruhnya untuk menatap wajahnya.
"Kenapa kau datang lagi hmm? Bukankah aku suruh kau pergi saja? Kenapa kau keras kepala sekali sayang? " Delard mengangkat satu alisnya meminta jawaban kepada Rena.
Rena hanya menatapnya sendu. Delard menyeringai melihat tatapan menyedihkan Rena. Dirinya merasa kemenangan berada di tangannya sekarang.
"Apa kau ada bawa dokumen itu sayang? Bukankah aku ada menyuruhmu? " Delard berjalan menuju meja yang penuh dengan senjata dan mengambil salah satu dari mereka.
Delard melirik ke arah Rena dan kemudian berbalik untuk mengambil peluru. Saat Delard memasangkan peluru tersebut, Rena memperhatikan sekelilingnya dan menemukan Bima, Cila dan anak kecil laki-laki tersebut terikat di pilar bangunan.
Delard kembali ke hadapannya dengan membawa senjata yang penuh dengan peluru berbahaya. Rena yang lengannya sudah tidak di pegang lagi, mundur perlahan untuk berhati-hati ketika Delard semakin dekat.
Hingga hal yang tidak di duganya, Delard malah memberikan senjata tersebut kepada Rena. Rena yang bingung akhirnya menatap Delard dengan bingung. Tetapi Delard mengisyaratkannya untuk mengambil senjata tersebut.
"Ambilah! Di dalamnya sudah terdapat peluru. Lihat! Adikmu disini, Cila disini, serta anak laki-laki yang kau cari untuk mengetahui masa lalumu ada disini. Bukankah kau bilang ingin membunuhnya? Saat dirinya berkata tidak ingin meminta maaf kepadamu? Bunuhlah dia dan bergabunglah denganku."
Delard memberikan senjata pistol tersebut ke tangan Rena. Kemudian berjalan ke arah dinding untuk bersandar sambil menunggu Rena.
Cila menatap Rena dengan sendu sambil meminta jawaban atas perkataan Delard. Rena menatap satu-satu yang ada di ruangan ink termasuk Cila, Bima, dan anak laki-laki tersebut.
Akhirnya Rena menghela napas dan melihat kearah Cila dengan sendu.
"Ya, aku kemari untuk menyelamatkan adikku serta mencari tahu masa lalu ku, tetapi saat aku menyuruhnya untuk mewakili ayahnya untuk meminta maaf padaku, dan dia menolak aku berusaha membunuhnya. Dan kau tahu? Saat melihat pertama kali dirimu aku membencimu! " ucap Rena sambil menatap Cila dengan benci yang dibalas tatapan tidak percaya olehnya.
Rena mengalihkan perhatiannya kearah Delard.
"Aku memang ingin membunuh anak itu, tapi aku tidak bisa. Bolehkah aku menelpon sebentar? " Rena menatap Delard memohon yang diangguki olehnya.
Rena memberikan pistol tersebut kepada anak buah Delard dan berjalan pelan menuju meja yang diatasnya terdapat telepon genggam, dirinya melewati Cila yang menunduk dan Bima yang pingsan.
Tepat saat Rena mengambil telepon kemudian menaruhnya, topi yang dipakainya terjatuh. Saat Rena mengambil topinya, saat itulah Delard melihat Rena.
"Sudah aku tebak, pasti jaringan teleponnya tidak ada!!! "
Dor
Tepat saat dirinya mengatakan kalimat tersebut, dirinya mengambil gas yang berada dibawah meja dan melemparnya ke arah anak buah Delard yang menembaknya. Tepat saat gas dan peluru tersebut bertemu, kabut layaknya awan pun muncul menutupi seluruh ruangan tersebut.
Dor
Dor
DorBunyi tembakan terus saja terdengar dengan asal, karena mereka tidak dapat melihat dalam kabut. Entah dimana Rena, namun yang pasti dirinya masih berada di dalam ruangan tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Die Gefährliche Mafia [END]
Mystery / ThrillerKamu tidak perlu tau siapa aku, tapi aku tau siapa kamu. Hati-hati denganku, karena aku berbahaya. Jangan mencari masalah denganku, jika kamu masih ingin melihat dunia ini. Menceritakan tentang seorang mafia yang berjuang menyelamatkan keluarganya...