Chapter 30

20 3 0
                                    

Rena berjalan keluar kamar isolasi sang kakak Cila, sambil terus berjalan dirinya menatap kearah depan dengan lurus sambil sesekali membetulkan topi dan masker yang dipakainya.

'Malam ini, tepat tanggal 3 Agustus. Penyerang disebuah gubuk di pinggir danau, aku harus pergi ke sana.' batinnya.

Rena mengambil pistol dan jaketnya dan langsung berjalan menuju mobil untuk pergi ke tempat yang telah ditentukan oleh pria itu. Dirinya sudah siap untuk bertemu mereka langsung seperti yang sudah dijanjikan sebelumnya.

"Rena! "

Suara seseorang menghentikan dirinya yang ingin masuk ke dalam mobil. Rena berbalik dan melihat Reihan yang berjalan kearahnya.

"Ada apa? " tanya Rena sambil mengangkat satu alisnya.

"Hati-hati mereka berbahaya. Pulanglah dengan selamat. " Reihan menatap Rena sambil tersenyum manis.

Rena membalas senyuman Reihan dengan tatapan tenang dengan senyum menenangkan.

"Pasti, aku akan berhati-hati. "

Setelah mengucapkan kalimat itu, Rena langsung memeluk Reihan dan dibalas olehnya. Serta, Reihan mengecup puncak kepalanya.

Rena melepaskan pelukannya dan langsung masuk ke dalam mobil dan berlalu dari hadapan Reihan.

"Semoga kau baik-baik saja Ren. Aku tidak mau kehilanganmu seperti aku kehilangan orang tua kita."

Reihan menatap mobil Rena yang semakin menjauh dari hadapannya dengan sendu dan tersenyum.

Rena membawa mobilnya dengan kecepatan penuh. Dirinya tidak boleh terlambat ke sana. Tepat saat sampai di sana, Rena memarkirkan mobil nya agak jauh dari tempat tersebut dan berjalan ke sana.

Tepat saat Rena tiba di depan gubuk tersebut,  dirinya melihat banyak penjaga yang memegang pistol sambil menatap ke arahnya. Rena melihat ke dalam mobil, disana terdapat Bima yang menangis sambil menatap kearahnya dan di depannya ada penjaga yang memegang pistol, seakan siap menembak Bima bila dia keluar sedikit saja dari mobil.

Rena terus berjalan hingga berhenti di depan penjaga pintu gubuk. Dirinya di periksa langsung dan semua senjatanya dibuah ke bawah. Rena berjalan masuk ke dalam dengan dijaga oleh penjaga pintu tersebut.

Saat sampai di dalam dirinya melihat sebuah meja dan kursi dimana di meja tersebut terdapat borgolnya. Rena dipaksa duduk oleh penjaga itu, dan kedua tangannya langsung di borgol.

Rena merasa panik ketika tangannya di borgol, tepat saat itulah Delard keluar beserta anak buahnya di bekalang.

Di waktu yang sama namun di tempat yang berbeda...

"Perhatian semua penduduk desa ini. Malam ini akan ada pengumuman dari presiden. Silahkan menuju ke lapangan tempat pertemuan. Sekali lagi di ulangi... "

Pengumuman tersebut terus saja terdengar, sekumpulan pria berjaket hitam menggedor pintu gerbang maupun pintu rumah warga untuk memastikan mereka ke lapangan, mau atau tidak.

Mereka yang telah membuka pintu langsung dikawal menuju lapangan sambil bertanya-tanya dengan bingung. Memangnya pengumuman apa yang akan disampaikan di tengah malam begini.

Mereka terus dibawa ke lapangan yang dikelilingi oleh beton tinggi yang langsung menuju hutan. Istilahnya lapangan tersebut sebagai jurang dan beton tersebut sebagai penghubung kematian.

Tanpa mereka sadari kecuali sekumpulan pria aneh itu, dari atas beton tinggi tersebut ada sekumpulan pria lain yang sudah ditugaskan untuk memegang senjata dan mengarahkannya kepada para warga yang berada di bawahnya.

Mereka tinggal menunggu tugas dari sang pemimpin untuk melancarkan peluru yang berada di dalam pistol yang mereka pegang dan mereka akan mengirimkan bukti atas tembakan tersebut kepada sang ketua melalui alat komunikasi yang diberikan.

-------------$$$$-----------

Rena menatap Delard dengan panik tetapi mencoba untuk menutupinya.

"He.. Hei kenapa pakai di borgol? Mari kita bicarakan baik-baik saja. "

Delard menunduk untuk melihat wajah Rena.

"Dimana berkasnya? Bukankah aku sudah menyuruh membawanya?"

Delard duduk di depan Rena yang menatap kearahnya dengan bingung.

"Berkas? Berkas apa?"

"Rena... Rena... Jika aku suruh kau lari kenapa tidak lari, hah kau keras kepala juga ya. "

Delard berdiri dan mengambil alat komunikasinya dan menyalakannya.

"Lakukan!"

"Lakukan apa? Bukankah jam se... Sembilan? "

Delard menaruh alat tersebut di depan meja Rena. Dan memvolumenkan suaranya dengan volume full.

Rena menatap Delard dengan khawatir sebelum menatap alat komunikasi yang ada di meja.

"Baik tuan. "

Dor dor dor dor....

Suara tembakan terdengar dari dalam telepon. Delard menyeringai melihat Rena yang membeku.

"Bi.. Bima!"

Rena berbalik dan melihat kearah jendela gubuk tersebut yang mengeluarkan cahaya terang sekali serta suara tembakan yang terdengar dari dalam mobil.

Rena membeku melihat itu semua hingga dirinya berbalik melihat Delard yang duduk di depannya dan menatapnya sendu.

"Rena... Semuanya telah berakhir. Mereka semua telah tiada termasuk anak itu. Adik yang kau sayangi itu telah tiada. Bukankah sebelumnya aku menyuruhmu pergi hmm? Kenapa kau sangat tidak bisa dibilang?"

Delard berdiri dan menatap Rena yang menatapnya dengan sendu. Salah satu anak buahnya, berjalan mendekatinya dan mengulurkan sebuah pistol panjang yang menjadi favoritnya kearah Delard.

"Ak... Aku mohon, maafkan aku... Aku... Aku akan pergi. Mohon jangan bunuh aku.. " Rena memohon dengan sangat menyedihkan dihadapan Delard.

Delard menatap Rena mengasihani.

"Sangat disayangkan, kamu terlambat... Sangat-sangat terlambat. Ini sudah berakhir dan kamu juga harus pergi karena menentangku... "

Delard berbalik dan mengambil pistol yang ada di telapak tangan anak buahnya. Setelah itu, dirinya kembali berjalan menuju Rena yang ketakutan sambil membawa pistol di tangannya.

Die Gefährliche Mafia [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang