Chapter 29

18 2 0
                                    

Delard Berjalan melewati kabut untuk mencari Rena. Namun, dirinya tetap tidak ketemu. Semua anak buahnya telah mati dibantai habis oleh perempuan kejam itu. Dan itu sukses membuatnya sedikit marah dan takut rencananya gagal.

'Pokoknya rencana ini tidak boleh gagal! Harus berhasil bagaimana pun itu!' batinnya penuh tekad.

Delard terus berjalan ke tempat anak laki-laki itu berada. Namun yang di dapatinya adalah kosong. Hanya ada borgol miliknya yang sudah terbuka akibat bekas tembakan. Dirinya kembali menyangka ini semua ulah Rena.

Delard kembali berkeliling untuk mencari Rena ditengah-tengah kabut. Namun, yang di dapatinya hanyalah anak laki-laki itu yang tidak berguna baginya berada di depannya.

Delard berjalan cepat dan mengambil pistolnya dari dalam saku jaketnya. Kemudian dirinya mengarahkan pistol tersebut kearah anak kecil itu, bersamaan dengan Rena yang datang dari arah samping.

Dengan cepat, Delard melepaskan pelatuknya dan langsung mengenai tubuh belakang anak tersebut dan dirinya kembali menghilang dari dalam kabut.

Dor
Dor
Dor

Serangan dari belakang tubuhnya, membuat anak tersebut meringis sakit dan terjatuh karena tidak siap akan serangan dadakan tersebut. Rena yang sampai tepat di depannya pun terhenti karena merasa terkejut akan peluru yang menancap di punggung anak tersebut yang mengeluarkan darah.

Rena memperhatikan sekelilingnya dan tidak ada siapapun disini. Kabut, perlahan menghilang bersamaan dengan datangnya Cila di sampingnya.

Cila melihat kakaknya yang terjatuh penuh dengan darah pun ikut terduduk di dekatnya dan menangis sambil terus meneriakan sang kakak yang sudah menutup matanya.

Rena menatap Cila sedih dan teringat akan Bima yang pingsan. Rena berbalik dan berjalan mencari Bima sambil meneriakan namanya.

"Bima!! Bima! Kamu dimana?! "

Namun, tidak ada tanda-tanda keberadaan Bima di dalam ruangan tersebut. Bahkan Delard sudah melarikan diri sini. Rena mengusap rambutnya kasar.

"ARGGHHH!!! "

Suara teriakan Rena menggema ke seluruh ruangan menjadi saksi atas frustasinya Rena akan misinya yang sulit, ralat sangat sangat sulit.

--------------$$$$$$--------------

Tiit.... Titt..... Titt...

Suara mesin monitor nadi berbunyi menandakan masih ada kehidupan dari sang pemiliknya. Dalam ruangan tersebut, pemilik itu tertidur pulas tanpa mau bangun bahkan hanya untuk menyapa sang mentari.

Di luar ruangan, seorang anak kecil perempuan berjalan dengan penjagaan dari beberapa bodyguard perintah sang ketua yang saat ini menuntun dirinya ke salah satu kamar yang di dalamnya terdapat sang kakak yang tertidur pulas.

Mereka terus berjalan hingga sang ketua berhenti di satu ruangan dan membuka pintu ruangan tersebut untuknya. Anak kecil tersebut masuk dan terdiam saat melihat sang kakak memakai selang infus di tangan serta hidungnya untuk bertahan hidup.

Cila berjalan mendekati sang kakak, sedangkan Reiham berjalan kearah samping tempat tidur yang lainnya. Beberapa bodyguard Reihan berjaga di luar serta beberapa yang berada di dalam.

Rena sendiri duduk di sofa kamar sambil menunduk, melamun merenungkan Bima yang gagal dia selamatkan.

'Kakak macam apa aku ini? Aku gagal dalam menjaganya.' Batin Rena sedih.

Dia merasa sangat kecewa kepada dirinya sendiri karena gagal menjadi kakak yang melindungi sang adik.

Cila menatap sang kakak sebelum melihat kearah Rena yang menunduk dengan tatapan kosong.

"Kak Rena, kakakku akan baik-baik saja kan? Dia akan sehat bukan? Hiks," Cila mengeluarkan air matanya dan mengambil tangan sang kakak untuk di genggamnya.

Rena hanya bisa menatapnya sedih tanpa bisa menjawab pertanyaan Cila. Hingga tangan sang kakak yang digenggam Cila bergerak. Perlahan-lahan mata tersebut terbuka.

"Kakak... " Panggil Cila lemah sambil tersenyum senang.

"Cila... Kau baik-baik saja? Apa ada yang terluka? " bahkan sang kakak yang sedang menahan sakit tetap memperhatikan sang adik lebih dahulu daripada dirinya sendiri.

"Aku baik-baik saja kak. Kakak baik-baik saja kan? Apa ada yang terluka? " tanya Rena balik sambil melihat sang kakak dengan khawatir.

"Aku baik-baik saja. Jangan khawatir walaupun ini masih sedikit sakit tapi aku baik-baik saja. " Ucap sang kakak tersenyum lemah kearah Cila.

"Cila dengarkan kakak, jika kakak sudah tiada. Pergilah ke rumah paman dan bibi. Mereka akan menjagamu ketika kakak tiada. Kau akan makan enak disana. Jangan khawatirkan kakak, kakak akan bahagia bila kamu bahagia. Jangan membuat mereka susah karenamu mengerti? "

"Apa maksud kakak? Kakak tidak akan pergi kemana-mana! Kakak tetap bersamaku! Kita akan pergi ke rumah paman dan bibi bersama-sama dan kita akan makan enak bersama! Kakak tidak boleh pergi! " Cila menolak ucapan sang kakak yang mengatakan akan pergi jauh darinya.

"Kakak harap juga begitu, tetapi takdir berkata lain. Waktu kakak tidak banyak lagi. Kamu baik-baik saja ya di sana. Jangan nakal. Kakak akan sedih kalau kamu tidak menuruti ucapan paman dan bibi. Dan untuk Kak Rena dan semuanya aku minta maaf atas kesalahan aku dan ayahku dulu. Aku menyesal telah menusuk mu kak. Maafkan aku.... "

Tepat selesai sang kakak meminta maaf, perlahan mata tersebut menutup. Tangannya terkulai lemah jika saja Cila tidak menggenggamnya. Cila menangis sekencang-kencangnya. Merasa tidak rela kakaknya harus pergi sekarang.

Dirinya terus mengguncangkan lengan sang kakak dan terus meneriakan nama sang kakak dengan air mata yang tidak berhenti mengalir. Semuanya telah bubar. Ini tidak seperti yang direncanakan oleh Rena.

Namun, takdir berkata lain. Inilah yang didapatkan oleh Rena dan Cila. Alat monitor telah menunjukkan garis lurus yang berarti tidak ada lagi kehidupan. Cila akan sangat merindukan semua kasih sayang dari sang kakak. Sangat.

Die Gefährliche Mafia [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang