Dalam perjalanan pulang, ternyata Cila merasa lapar dan dengan perasaan kesal, Rena memutar mobilnya kearah sebuah restoran yang tidak jauh dari tempat mereka lewati tadinya.
Saat ini Rena dan Cila sedang duduk di meja restoran, menunggu makanan mereka datang. Dan saat itu pula, Cila menatapnya sendu.
"Ada apa? Jangan menatapku seperti itu. " Rena yang merasa risih karena ditatap seperti itu pun, mengalihkan perhatiannya kearah lain. Cila kembali menundukan kepalanya dan memainkan kain bajunya.
"Apa kakak baik-baik saja? Apa dia ada makan enak seperti kita? Apa dia tidur di hotel juga?" mata Cila mulai berkaca-kaca. Rena yang kebingungan bagaimana cara agar menenangkan Cila pun hanya bisa menghela nafasnya dan berbohong.
"Iya, dia makan enak dan tidur nyenyak. Sudah jangan khawatir kamu makan saja dulu. " Tepat saat itu juga, makanan mereka telah selesai dan berada diatas meja.
"Aku kangen kakak, huweee."
Tangisan Cila pun keluar. Seluruh pengunjung restoran mengalihkan perhatiannya kearah Cila yang sedang menangis cegegukan. Rena yang merasa malu pun hanya bisa menatap tajam Cila.
"Jangan menangis! Makan saja makananmu!"
Cila pun menganggukan kepalanya dan mulai makan dengan lahap, ralat sangat lahap. Rena yang melihatnya pun hanya bisa menggelengkan kepalanya.
Ditengah-tengah saat makan, tiba-tiba saja Cila menanyakan sesuatu yang sangat sensitif kepadanya.
"Kak, apakah kakak mempunyai teman?"
Rena hanya bisa diam dan menundukan kepalanya. Cila yang melihat Rena menunduk pun bingung.
"Kalau begitu kita teman!" ucap Cila sambil menaruh tangannya diatas tangan Rena.
"E-eh... " Rena menarik tangannya dan Cila mengejar tangan Rena untuk digenggam. Mereka berdua menjadi pusat perhatian yang menatap mereka berdua bingung namun hanya sebentar sebelum semuanya kembali normal.
Sedangkan dilain tempat, Reihan dan Siska sedang membicarakan sesuatu yang penting.
"Maaf Mr. orangnya sudah ketemu, apa perlu ditangkap?" seorang laki-laki membungkukan badannya dihadapan mereka berdua.
"Apa lagi yang kau tunggu! Tangkap dia! " ujar Reihan tegas yang dianggukan oleh anak buahnya.
"Rena tidak mempunyai teman ya?" pertanyaan Siska mengalihkan perhatiannya. Reihan menghela nafasnya kasar sambil memijat keningnya.
"Hah, iya. "
"Ada apa?" tanya Siska yang merasa bingung. Reihan menatapnya dalam sehingga membuat Siska gugup.
"Jadi, Rena dulu itu anaknya periang dan ceria. Kami semua menyayanginya. Dia juga memiliki banyak teman. Hingga akhirnya salah satu temannya pergi menjauh layaknya mama dan papa. Saat itu, Rena shock. Dia sampai mengurung diri dikamar, jika papa tidak memaksanya untuk keluar. Rena menjadi pendiam dan ternyata salah satu mantan sahabatnya mengkhianatinya. Dari situ timbul sifat kejam dan dingin di dalam Rena. " Reihan menatap langit-langit ruang kerjanya dengan sendu. Membayangkan perubahan sifat sang adik yang tidak dapat dirubah seperti dulu lagi.
Berbagai cara telah dilakukan Reihan agar Rena kembali seperti dulu, namun semuanya sia-sia. Siska yang melihat Reihan yang sedih dan mendengar kisah Rena pun ikut merasa sedih. Selama ini, dirinya tidak tau bagaimana sifat sang ketuanya itu muncul.
Siska bertekad akan selalu membantu Rena, apapun keadaannya dia akan selalu berada disampingnya layaknya seorang sahabat. Itu janjinya.
---------------$$$$$-------------
Rena berjalan kearah resepsionis, tempat dimana Ray berada. Saat telah tiba di depannya, Rena membisikan sesuatu yang sepertinya disetujui oleh Ray.
"Ray! Aku akan pergi sebentar. Aku titipkan Cila padamu, aku akan kembali," bisik Rena kearah Ray.
Ray menatapnya bingung.
"Untuk apa? Kenapa kau tidak membawanya?" tanya Ray sambil melihat kearah Rena.
"Aku takut dia terluka, dan aku hanya akan pergi sebentar. Tolong jaga dia."
Rena menepuk pundak Ray dan berjalan keluar hotel setelah Ray menganggukan kepalanya.
Rena pergi ke sebuah tempat, hotel yang tidak terlalu jauh dari hotelnya. Setelah dicari sesuatu tentang mobil itu, Rena pergi ke tempat sang pemilik mobil berada. Barang kali dia menemukan info tentang Bima.
Saat tiba beberapa meter dari hotelnya, Rena melihat hanya ada satu kamar yang ada cahaya. Kemungkinan kamar itulah yang dihuni oleh orang yang menerornya selalu.
Rena pergi keluar mobil dengan membawa sebuah tas yang berisi kertas-kertas. Entah apa itu, namun Rena tetap membawanya di dalam tas tersebut.
Rena berjalan kearah hotel. Hingga saat dirinya tiba di lantai lima, Rena berjalan dengan pelan dan membuka kunci pintu kamar tersebut perlahan.
Seorang laki-laki yang sedang membaca koran di tangannya, menghentikan aktivitasnya setelah mendengar kunci pintu dibuka. Dengan perlahan, dirinya mendekati pintu dan membukanya. Namun, tidak ada seorang pun diluar. Dirinya melihat kearah kanan dimana dia yakini ada orang.
Laki-laki ini pergi berjalan menuju sebuah gudang tempat penyimpanan alat-alat pembersihan seperti sapu, namun hasilnya sama. Tidak ada seorang pun disana. Akhirnya, dirinya memutuskan untuk kembali ke kamarnya.
Tepat saat dirinya membuka pintu dan masuk ke dalam, dirinya terdiam melihat kamarnya yang tadinya rapi sekarang sudah seperti kapal pecah.
Surat-surat yang harusnya berada di dalam laci, sudah bertaburan di lantai. Korannya yang berada di meja, sudah terbang ke atas laci. Serta dokumennya yang tadinya tersusun rapi sekarang hilang tidak tahu mengapa.
Saat dirinya melangkah lebih dalam, dirinya kembali terdiam akan sebuah benda yang menempel tepat dibelakang kepalanya, benda yang diyakini dapat menembus kepalanya bila pelatuknya dilepas.
Dia melihat kearah belakang, dan disana seorang perempuan muda yang terlihat dingin memegang sebuah pistol ditangannya dan diarahkan ke belakang kepalanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Die Gefährliche Mafia [END]
Mystery / ThrillerKamu tidak perlu tau siapa aku, tapi aku tau siapa kamu. Hati-hati denganku, karena aku berbahaya. Jangan mencari masalah denganku, jika kamu masih ingin melihat dunia ini. Menceritakan tentang seorang mafia yang berjuang menyelamatkan keluarganya...