Chapter 14

35 7 3
                                    

"Halo.. " suara seseorang dari seberang telefon mengembalikan fokus Rena.

"Halo.. Apa ada yang namanya Mark?" tanya Rena pelan.

"Mark? Tidak ada yang namanya Mark disini!"

Tet

Panggilan dimatikan oleh Rena, kemudian Rena mencoba untuk menelfon nomor yang lainnya.

Tet... Tet....

"Halo?" suara berat khas seorang laki-laki terdengar di telinga Rena.

"Halo...apa ada yang namanya Mark?" tanya Rena.

"Mark? Dia tidak datang tadi, ini siapa?"

Rena membulatkan matanya dan tersenyum sini. Panggilan langsung dimatikan olehnya tanpa menjawab pertanyaan dari sang penerima panggilannya.

"Okay, kita bicaranya lain kali saja. Aku sibuk dan aku ingin pergi," ucap Rena, menghentikan perkataan Ray dan mengambil perhatian Cila.

Rena berjalan menuju pintu hingga sebuah tangan kecil halus menghentikannya. Rena melihat ke samping, dimana Cila yang sedang memegang tangannya.

"Mau kemana?" tanyanya yang menatap Rena bingung.

"Udah kamu disini saja, tidak usah ikut!"

"Hmm maaf, kalau memang dia anak yang harus dilindungi maka sebaiknya dibawa saja," Ray melerai mereka berdua. Rena melihat kearah Ray sekilas sebelum melihat kearah Cila. Rena menghembuskan nafasnya jengkel.

Hingga akhirnya, Rena terpaksa membawa Cila bersamanya, entah itu baik atau buruk.

------------$$$$$----------

Mobil Rena tiba di depan dinding atau pagar yang terbuat dari beton sebuah bengkel. Menurut analisisnya, dari sarung tangan si Mark, tangan yang terdapat olinya, pasti si Mark berkerja di bengkel. Dan hanya ada satu bengkel di dekat sini.

Rena dan Cila turun di dari dalam mobil. Rena melihat papan nama bengkel yang tidak terlalu besar. Hingga tangan Cila yang memegang jarinya membuatnya terkejut.

Rena melepaskan genggaman tangan mereka dan berjalan masuk menuju pintu pagar sebelum teringat sesuatu dan berhenti.

Rena berbalik dan mengambil tangan Cila dan membawanya agak menjauh dari situ.

"Kau ingin adikku dan abangmu ketemu bukan?"

"Iya."

"Maka tunggu disini atau di mobil. Jangan berbuat ulah dan jangan kemana-mana kalau aku tidak mengizinkan kamu, paham?!" ucap Rena agak menekan kata-kata terakhirnya.

"Emang kakak kerja apa?" tanya Cila sambil mendongak melihat Rena.

"Kau tidak perlu tau, " ketus Rena sambil menatapnya dingin.

Rena berjalan masuk ketika Cila sudah kembali masuk ke dalam mobil dan melihatnya berjalan menjauh. Sekali lagi, Rena melihat ke arah mobilnya dan Cila masih menatapnya.

Ketika sampai di garasi bengkel, Rena melihat sebuah mobil yang sangat dikenalinya. Terutama terdapat bekas tembakan pistolnya yang masih utuh.

Rena berjalan pelan ke arah mobil, mengamati sekitar dan dalamnya melalui kaca mobil dan yang terakhir bagasi mobil. Dan terdapat setetes darah di sana.

Rena berjalan menuju pintu masuk bengkel utama dengan menyembunyikan pistol di belakang punggungnya. Hingga Rena membuka gagang pintu tersebut.

Seorang laki-laki yang sedang melihat jadwal pelanggannya terhenti dan melihat kearah pintu. Disana terdapat seorang perempuan yang tersenyum padanya membuat dirinya bingung sekaligus curiga.

"Ada apa? Tidak ada siapapun disini. Hanya aku sendiri. Biasanya terdapat karyawanku namun entah mengapa dirinya tidak masuk dari kemarin. Awalnya aku ingin menutup bengkel ini namun, bagaimana aku bisa memenuhi kebutuhanku kalau aku menutupnya... "

Rena menatapnya dingin, tipe yang sangat tidak disukai oleh Rena. Curiga dan banyak bicara yang tidak penting. Rena melihat keadaan sekitar yang lumayan rapi, hingga tatapannya menuju sebuah tanggal yang berada di kalender.

'Tanggal 2 . Tanggal yang sama dengan di rumah itu dan rumah nenek tersebut!' batin Rena.

"Ada apa dengan tanggal 2? Mengapa semuanya menandainya?" gumam Rena sambil menyimpan pistolnya tanpa ketahuan.

"Owh itu. Katanya pak Presiden ingin berbicara sesuatu tepat di tanggal segitu pada malam hari. Dasar sudah tua juga untuk apa bicara-bicara! Tidak dia tidak semua sama saja! Owh iya siapa kamu?" laki-laki tersebut menatap Rena dengan bingung yang hanya dibalas senyuman olehnya.

"Owh aku... "

"Dia adalah pak polisi! Dia membantu aku untuk menemukan kakakku. "

Ucapan Rena terhenti oleh suara seorang anak kecil perempuan yang masuk dan berdiri disampingnya. Rena hanya menatapnya dingin tetapi tidak dengan hatinya yang merasa jengkel. Sedangkan Al sang pemilik bengkel, hanya menatap mereka berdua bingung, meminta penjelasan dari Rena.

'Dasar mengganggu saja!' batin Rena jengkel.

Setelah menjelaskan panjang kali lebat kali tinggi, barulah Al mengerti. Al memberikan sebotol minuman kepada Cila.

"Aku tidak tau pasti dimana tempat yang kau bilang itu. Namun, hanya ada satu tempat yang sudah tidak terpakai lagi. Dan itu hanya ada di beberapa km dari sini. "

Al memberikan sebuah peta kecil kepada Rena sambil menjelaskan sebuah tempat. Rena menatap peta tersebut dengan teliti hingga akhirnya, dirinya mengerti.

"Jika kamu butuh bantuan, hubungi saja aku. Aku akan membantumu!" ucap Al sambil tersenyum manis.

"Terimakasih," ucap Rena sambil tersenyum tipis.

Rena berdiri dan melihat kearah Cila yang sedang menikmati minumannya. Kemudian kembali menatap Al.

"Terimakasih atas bantuannya," ucap Rena sambil mengulurkan tangannya.

"Aku siap membantu sebisaku!" ucap Al yakin dan menjabat tangan Rena.

"Ayo Cil, kita harus pergi."

Rena mengambil peta tersebut serta topi yang dilepaskannya sebentar sebelum memakainya lagi dan berjalan menuju pintu, diikuti oleh Cila yang memegang minumannya dan tersenyum manis kearah Al.

"Dah paman! Sampai ketemu lagi!" Cila melambaikan tangannya yang dibalas oleh Al dan berlalu pergi menyusul Rena.

Rena memutuskan untuk kembali ke hotel terlebih dahulu sebelum pergi ke tempat yang dituju selanjutnya....

Die Gefährliche Mafia [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang