Chapter 24

21 4 0
                                    

"Siapa kamu? " Anak kecil tersebut mundur perlahan untuk berhati-hati.

Rena tidak menjawabnya, melainkan dirinya masuk dan langsung duduk di depannya.

"Apakah kamu tahu tentang kejadian masa lalu? Kamu bisa melihat masa lalu bukan? "

Pertanyaan Rena membuat anak kecil tersebut  tergelak kaget. Anak kecil tersebut hanya bisa menunduk tanpa mau menjawab pertanyaan dari Rena.

Rena yang melihat sang lawan menunduk tanpa menjawab pertanyaannya pun, langsung mengenalkan dirinya. Dia tahu bahwa sang anak kecil ini tidak mempercayai siapa pun.

"Ekhem, namaku Renata Andian, aku seorang jaksa yang akan melindungimu untuk kasus ini bila kau mau bekerja sama denganku. Kau hanya perlu menceritakan kisah dari masa lalu. "

Anak itu mengangkat wajahnya untuk melihat Rena. Meski sedikit buram karena darah disekitar matanya, dia dapat melihat Rena tersenyum padanya.

"Di... Dimana a.. Adikku? "

"Adikmu berada ditempat yang aman. Aku akan membawamu ke tempatnya jika kau mau bekerja sama denganku."

Dengan keheningan sejenak yang menghiasi diantara mereka, akhirnya anak kecil tersebut menganggukan kepalanya setuju asalkan Rena dapat membawanya ke tempat adiknya berada.

"Jadi dulu itu ada sekelompok orang tidak manusiawi. Mereka menamai kelompoknya dengan Tama. Mereka itu kejam, suka memeras tenaga rakyat, suka memukuli perempuan. Mereka di pimpin oleh si brengsek Pratama. Mereka mempunyai anak buah yang sangat kejam. Saat itu ayahku sangat menyukai angka, maka dari itu dirinya membuat berkas tentang kejahatan yang akan mereka lakukan dan mewarisinya padaku. Namun, mereka menyadari hal itu. Orang lain menganggap mereka sudah tiada. Namun, percayalah. Mereka masih ada dan akan berbuat sesuatu yang kejam..."

Ucapan anak laki-laki tersebut pun terhenti akibat ucapan Rena yang menyuruhnya berhenti. Rena mengangkat kepalanya dan dan menatapnya dengan mata yang memerah.

"Lalu... Bagaimana dengan seorang perempuan yang melarikan diri dari mereka? " Anak laki-laki tersebut mengangkat kepalanya dan menatap Rena dengan kosong. Lalu dirinya menundukan kepalanya dan mulai berbicara.

"Ayah pernah coba kabur begitu juga seorang wanita yang suaminya telah tiada karena dibantai oleh mereka. Mereka sama-sama membawa seorang putri, namun ayahku juga membawaku. Namun sayangnya, mereka berdua tertangkap. Ayah saat itu diberi pilihan untuk membunuh salah satu dari mereka. Wanita tersebut atau anak perempuannya alias adikku, karena saat itu anak laki-laki tidak boleh dibunuh. Tentu ayah tidak rela dan tidak mau anak perempuannya dibunuh. Akhirnya, ayah mengangkat senjatanya dengan mengarahkan pada wanita tersebut. Anak perempuannya tidak tahu berada dimana saat itu. Aku tidak dapat melihatnya. "

Rena menundukkan kepalanya lalu mengangkatnya dengan mata yang sudah berair. Dia menatap anak laki-laki tersebut yang hampir sepantaran dengannya.

"Apa kau merasa bersalah atas ayahmu? " suara Rena menginstrupsikan cerita sang laki-laki.

"Tentang pembunuhan itu? Tentu saja tidak. Aku bersyukur ayah menyelamatkan kami berdua. " Ucap anak laki-laki tersebut tanpa rasa bersalah. Rena menatapnya dengan tatapan sendu.

"Apa? " bisik Rena.

" Jika aku berada diposisi ayah, aku akan tetap memilih anakku sendiri. Bahkan aku sanggup menembak 30 orang jika itu dapat menyelamatkan keluargaku. "

"Aku mohon, jika kau merasa bersalah, tolong ucapkan permintaan maaf sekarang. Wakilkan ayahmu... " suara Rena semakin mengecil bahkan hampir tidak terdengar.

"Untuk apa? Aku tidak ada salah?!"

"Aku mohon... Ucapkan itu untukku..."

Rena kembali mengulang kalimatnya namun tetap dibalas gelengan serta jawaban yang sama darinya.

"Jadi... Benar informasi itu? Kau anak dari ayah tersebut? "

Anak laki-laki tersebut pun mengangkat kepalanya, merasa terkejut mendengar pernyataan Rena.

"Jadi kau anak perempuan itu? Yang disembunyikan tante itu? "

Anak laki-laki tersebut merasa terkejut dengan apa yang dilihatnya.

Senyum tipis Rena berganti dengan raut wajah datar yang menunduk ke bawah. Anak laki-laki tersebut mundur perlahan untuk jaga jarak darinya untuk berhati-hati.
"Tolong katakan maaf padaku, jika tidak.... "

"Ti... Tidak apa? "

"Katakan maaf padaku!!" Rena berteriak dengan kencang dan mulai melawan anak tersebut dengan pistolnya. Matanya sudah mengeluarkan air mata hingga ke pipi chabi nya.

Mereka terus bertarung. Saat Rena ingin menembakan pelurunya kepada sang anak laki-laki, ternyata tembakannya melesat ke atas atap.

Dor!

Arghh

Tepat saat tembakannya melesat, pisau kecil anak laki-laki tersebut yang dipakai untuk membuka borgol malah menusuk perutnya.

Rena melemas ke bawah. Anak laki-laki tersebut menatap Rena gugup sekaligus takut. Dengan cepat, anak laki-laki tersebut berlari keluar bengkel. Entah kemana tujuannya dirinya tidak tahu. Rena memegang perutnya yang terasa sakit sambil melihat ke belakang tempat dimana anak laki-laki tersebut pergi berlalu meninggalkannya sendiri disini dengan perutnya yang terasa ngilu.

Anak laki-laki tersebut berlari hingga ke padang rumput dan terjatuh pingsan tepat di jalanan. Sebuah mobil hitam berhenti tepat disampingnya. Seorang pria keluar dengan jas hitamnya dan melihat kearah anak laki-laki tersebut.

"Menyedihkan! Sama seperti adiknya. Hah, kakak dan adik sekarang ada padaku. " Ucapnya sambil tersenyum miring.

Adiknya? Maksudnya adalah Cila? Tapi bagaimana bisa? Bukankah Cila pergi ke perpustakaan bersama pemilik bengkel? Lalu bagaimana bisa dirinya menyebut adiknya bersamanya? Apa yang terjadi pada Cila dan pemilik bengkel? Apa yang direncanakannya? Semua ini akan ada jawabannya, yang pasti adalah semua rencananya tidaklah baik untuk orang lain tetapi untung untuk dirinya sendiri...

Die Gefährliche Mafia [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang