Chapter 33

20 2 0
                                    

"Berita hari ini. Semuanya telah terungkap misi dari keluarga Pratama yang terbongkar dini hari tadi. " Salah satu petugas anak buah Reihan membaca koran yang sedang dipegangnya.

"Hmm, sudah ketahuan ya? Wah seru sekali. " Gumamnya lagi. Reihan yang mendengar gumaman anak buahnya hanya bisa memutar bola matanya dan menggerutu pelan.

Dirinya tidak bisa memerintahkan dianya untuk diam, karena Rena dan Bima masih belum sampai. Dan ternyata doa Reihan cepat sekali terkabul. Dari dalam mobil, dirinya dapat melihat Rena dan Bima berjalan kemari sambil bergandengan tangan layaknya seorang ibu yang menggandeng tangan anaknya agar tidak hilang.

Ceklik

Rena membukakan pintu mobil untuk Bima sebelum dirinya masuk ke dalam mobil. Reihan melihat ke belakang dimana Cila, Bima dan Rena duduk bersama.

"Sudah siap semua? Ayo kita jalan. "

Tepat selesai Reihan berkata demikian. Mobil melaju membelah jalanan. Dan akhirnya telinga Reihan dapat tenang karena tidak mendengar celotehan dari sang supir.

"Kak Rena, apa betul kakak tidak bisa kembali lagi? "

Suara Cila memecahkan keheningan yang terjadi di dalam mobil.

"Hmm, kakakmu pasti kembali lagi... "

"Kak Rena berbohong bukan? "

"Tidak, kau tahu? Dulu mamaku suka sekali membuatkan aku takoyaki. Dan saat aku tidak mau memakai apapun diatas takoyakinya, dirinya rela menukarnya dengan saus dan kecap. "

"Hmm, aku merindukan kakakku. "

"Kakakmu pasti akan kembali.. "

"Tidak mungkin." Suara Reihan terdengar menyahuti dari depan. Reihan melirik kearah Rena yang menatap Reihan malas

"Kak Rena berbohong!!" Cila meneriaki kearah Rena dengan kuat.

"Kak Rena, apakah nanti kita tidak akan bertemu lagi? " Sambung Cila dengan suara mengecil.

"Hmm.. " Rena hanya menjawabnya dengan deheman.

Ckit

Mobil berhenti tepat di depan sebuah rumah dengan taman yang dipenuhi rumput hijau bersih. Rena, Reihan, Cila, dan Bima keluar dari dalam mobil.

"Kak Rena!!"

Cila memanggil Rena dari belakang. Rena berhenti dan menunduk untuk mensejajarkan tingginya dengan Cila.

"Hmm, kenapa? "

"Ini! "

Cila memberikan empat permen kepada Rena yang ditatap bingung olehnya.

"Ini untuk kak Rena. Anggap saja pemberianku sebagai tanda teman. " Cila tersenyum layaknya anak kecil kepada Rena yang menatap Cila dalam.

Rena tersenyum manis menatapnya sebelum mengambil tangan Cila.

"Dan sebagai teman, bukankah saling berbagi? Kamu satu, aku satu, kak Reihan satu, dan Bima satu. " Cila menatap dalam kearah Rena dan mengangguk setuju.

Cila berlari ke dalam pelukan Rena yang dibalas olehnya. Mungkin ini adalah pelukan terakhir untuk mereka. Namun, tidak ada yang tahu bukan untuk ke depannya?

Rena melepaskan pelukannya dan mengusap rambut Cila dengan gemas.

"Hati-hati ya, jangan nakal. Ingat pesan kakakmu. " Ucap Rena sambil menata rambut cila dengan rapi.

"Hmm, itu pasti. Aku tidak akan melupakan kakak dan nasihatnya. "

"Good Girl. "

"Dan aku juga tidak akan melupakan kalian semua termasuk kakak. "

Cila tersenyum manis kearah Rena. Namun, Rena dapat melihat, adanya kesedihan dibalik senyuman itu dan dari matanya yang layu. Namun, Cila berusaha untuk menutupinya.

Rena membalas senyuman Cila dengan kecupan di pipi gembulnya.

"Sudah masuk sana. " Ucap Rena memberi instruksi agar Cila segera masuk.

Cila menganggukan kepalanya dan berlari kearah rumah sang pama dan bibinya, sambil sesekali berbalik dan melambaikan tangannya kearah mereka semua yang hanya dibalas sebuah senyuman, kecuali Bima yang hanya diam saja sedari awal melihat Cila.

'Aku tidak akan melupakanmu. Aku akan merindukanmu nantinya. ' Batin Rena.

Setelah memastikan Cila masuk dengan aman ke dalam rumah, Rena, Reihan dan Bima kembali masuk ke dalam mobil dan berlalu dari sana untuk pulang kembali ke negaranya.

Dari balik jendela rumah, Cila menatap kepergian mereka dengan sendu.

"Kita pasti akan bertemu lagi. Aku yakin kak..." bisiknya pelan sambil melihat mobil yang ditumpangi oleh Rena semakin menjauh.

"Cila! Bantu bibi disini sebentar! " suara seorang perempuan meneriakan namanya terdengar dari arah dapur.

"Iya bi!" Cila berlari kearah dapur meninggalkan seberkas kerinduan akan mereka yang mungkin suatu saat nanti akan dipertemukan kembali.

-------------$$$$$------------

Selama di perjalanan, Rena, Reihan dan Bima tidak ada percakapan. Hanya ada keheningan. Reihan yang membaca berita, Rena yang bermain handphone, dan Bima yang sudah tertidur lelap di dalam mobil. Sepertinya dirinya kekurangan tidur.

"Kak, bagaimana dengan perusahaan? Baik-baik saja? Pelakunya sudah kakak tangkap? " Rena memulai percakapan dengan Reihan. Dirinya sebenarnya sudah tidak tahan dengan keheningan ini. Hei, kemana perginya Reihan dan Rena yang selalu bertengkar bila berdekatan?

"Semuanya baik-baik saja. Pelakunya sudah kakak tangkap dan kakak bawa ke hukum agar ditangani. " Ucap Reihan sambil tetap membaca berita.

Rena menatap Reihan tidak percaya. Hei biasanya Reihan tidak akan melepaskan mangsanya.

"Kakak bawa mereka ke hukum? Tumben banget, biasanya juga kakak siksa hingga mati daripada berurusan dengan hukum. " Rena menatap aneh sang kakak yang langsung dibalas mendelik oleh Reihan.

"Ck, akukan juga butuh istirahat! Lagian aku juga malas siksa tuh orang. Yang ada telingaku tidak berfungsi lagi. " Ketus Reihan.

Rena hanya terkekeh senang, ya dirinya merasa senang dan bangga bisa membuat sang kakak merasa kesal padanya.

"Dih ketawa kamu, kakaknya susah malah di ketawain, dasar adik durhaka! "

"Kok malah ngambek sih, haha. Kakak lucu. " Sepertinya perkataan Reihan ada benarnya. Rena benar-benar adik durhaka.

Reihan yang melihat Rena tertawa, hanya bisa menggerutu kesal. Yah, begitulah selama di dalam perjalanan pulang. Rena yang terus menggoda sang kakak hingga sang kakak jengkel.

Die Gefährliche Mafia [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang