Chapter 8

51 11 0
                                    

Hari ini adalah hari yang sangat menggembirakan bagi mereka berdua. Alasannya sang ayah dan ibu, akan pulang kembali ke negara ini. Rena sedang mempersiapkan masakan kesukaan kedua orang tuanya. Sedangkan Bima dan Reihan, sedang menghias rumah agar semakin rapi dan indah.

"Rei! Kamu sudah selesai belum? " Rena berteriak dari dapur memanggil Reihan yang sedang merapikan sofa ruang tamu.

"Kenapa? " Reihan berjalan ke arah Rena yang terlihat kesusahan membawa makanan tersebut ke meja makan. Reihan yang mengerti pun, membawa sisanya ke meja makan.

"Kak, ini bagaimana? " Bima menatap Rena dan Reihan dengan tangannya yang memegang sapu.

"Bagaimana apanya Bima? " Reihan menatap Bima dengan bingung, pasalnya Bima hanya memegang sapu yang artinya dia hanya harus menyapu. Tapi Bima malah bertanya bagaimana.

"Inii loh!" Bima mengangkat tangan satunya lagi yang langsung disambut tawa oleh Rena dan helaan nafas jengkel dari Reihan.

Ternyata tangan Bima satunya lagi memegang baju Reihan yang tadinya di lempar sembarangan oleh Reihan.

"Bima sayang, itu biarkan saja ditempat kak Reihan taruh tadi, ya" ucap Reihan mencoba menjelaskan dengan pelan kepada Bima.

"Bima Tidak mau, nanti berantakan! " Bima berlari ke kamar Reihan dan melemparnya di atas tempat tidurnya.

Reihan hanya bisa memijat kepalanya sedangkan Rena semakin tertawa melihat tingkah Bima.

Mereka bertiga terus bekerja sama dalam merapikan rumah dan membuatnya seindah mungkin. Rumah ini, adalah rumah orang tuanya, bukan rumah Rena maupun Reihan. Jadi, wajar saja mereka harus mempersiapkan secantik mungkin untuk ibunya, dan serapi mungkin untuk ayahnya.

Akhirnya semuanya telah selesai di dekorasi. Makanan sudah tersaji di meja makan, rumah serta halaman yang rapi dan terlihat indah. Sekarang tinggal menunggu kamar dari ibu dan ayahnya. Dan waktunya untuk beristirahat sebentar buat kakak-beradik itu.

"Capee," keluh Rena dan Reihan. Bima? Dia sedang menyemil cemilannya sambil menonton film di handphone Rena yang dibelikan khusus untuk Bima.

"Ah, aku tidak sabar lagi! " ucap Rena sambil sandaran di sofa.

"Aku juga, " Reihan menganggukan kepalanya setuju dengan perkataan Rena.

Rasanya sudah lama sekali mereka tidak berkumpul bersama. Dan saat dikabarkan oleh kedua orangtuanya, mereka akan pulang hari ini, Rena dan Reihan langsung merencanakan semua ini. Ahh mereka sudah tidak sabar lagi.

           --------$$$$$---------

"Kak, kapan mama dan papa sampai kak? Kok lama ya? " Rena melihat kearah Reihan yang sedang bermain handphonenya.

Reihan mengerutkan keningnya, membenarkan perkataan Rena. Mereka sudah menunggu dari pagi sampai sekarang tapi mama dan papanya tidak kunjung sampai. Bahkan Bima saja sudah tertidur saking lamanya menunggu.

"Sebentar kakak akan coba menelfon mereka," ucap Reihan kepada Rena sambil bangkit berdiri.

Tepat saat akan menelfon, tiba-tiba saja masuk sebuah panggilan dari sang ayah.

"Baru juga mau telfon eh sudah di telfon duluan, " Reihan terkekeh geli. Rena yang mendengar hal itu, langsung menatap Reihan dengan penuh harap. Reihan menatapnya untuk diam agar dia loadspeaker panggilannya.

"Halo.. "

"Halo, apa benar ini dengan nak Reihan, Putra dari bapak Andian? "

Suara asing dari seberang sana membuat Reihan dan Rena mengerutkan keningnya. Rena dan Reihan saling tatap, merasa was-was apa yang akan dikatakan oleh orang ini.

"Ya benar, saya sendiri.Ini siapa ya? Mengapa handphone papa saya ada pada anda? " Reihan mencoba tenang meski dia sendiri juga deg-degan.

"Begini sebelumnya nak, kami turut bersedih. Tadi, ada kecelakaan yang menimpa bapak dan ibu Andian yang menyebabkan keduanya tewas terhimpit badan mobil. "

Jedarr ⚡

Bagaikan petir yang menyambar mereka berdua. Hancurlah harapan mereka. Rena berdiri menatap Reihan yang mematung dengan tatapan kosong. Dirampasnya handphone sang kakak yang masih ada panggilannya.

"Bapak jangan bercanda! Orang tua saya tidak mungkin tewas! " Rena menaikan volume suaranya. Reihan sendiri menggelengkan kepalanya, merasa tidak percaya dengan kabar yang dia dengar.

"Saya berkata jujur nak, jika tidak percaya silahkan datang ke rumah sakit *****, jenazah orang tua kalian ada disini. "

Panggilan terputus. Air mata Rena mengalir turun ke pipinya, begitu juga dengan Reihan. Matanya sudah memerah dan penuh dengan air mata. Tanpa basa-basi lagi, Rena pergi ke kamarnya dan keluar dengan menggendong Bima yang masih tertidur. Begitu juga dengan Reihan yang langsung mengeluarkan mobilnya dari garasi. Setelah semuanya masuk dan rumah terkunci, Reihan melajukan mobilnya ke alamat yang ditunjukan oleh bapak tadi.

Sesampainya di rumah sakit, Rena dan Reihan yang menggendong Bima, berlari menuju resepsionis untuk bertanya ruangan orang kecelakaan yang baru saja dibawa kemari. Setelah mendapatkan informasinya, Reihan dan Rena berlari ke ruangan tersebut.

Dan pecahlah tangisan Rena dan Reihan saat membuka pintu ruangan yang didalamnya terdapat jasad kedua orangtuanya. Rena berlari dan memeluk sang mama, sedangkan Reihan serta Bima yang sudah terbangun, memeluk sang papa. Ruangan tersebut dipenuhi oleh tangisan sang anak yang ditinggalkan oleh kedua orang tuanya.

--------------$$$$$$---------

Pemakamanan tuan besar serta nyonya Andian telah selesai, begitu juga dengan doa yang diselibungi oleh kerabat-kerabat yang hadir, termasuk Siska. Dia merasa kasihan kepada bos nya yang sekarang harus menjalankan semuanya sendiri, karena sang kaka juga mempunyai kewajiban yang sama-sama sibuk.

Siska hanya bisa menyampaikan doa dan harapan agar mereka tetap bisa bersatu dan bersama-sama.

Pemakaman sudah sepi, hanya tersisa Rena, Bima, Reihan, dan Siska yang menemani bosnya disana. Mereka masih tidak mau pulang. Rasa rindu akan pelukan sang ibu, serta kasih sayang seorang ayah masih berada di hati mereka.

"Kamu pulanglah Siska.. " Rena berkata dengan sangat lirih.

"Tidak Ren, aku akan menemanimu disini! " tegas Siska yang masih ingin menemani sang sahabat yang sedang berduka.

Rena hanya menatap Siska haru dan mengucapkan terimakasih melalui sorot matanya yang sendu.

Ini adalah hari tersulit mereka. Dimana mereka harus menjalani dunia yang kejam ini sendirian tanpa ada papa dan mama yang mendukungnya, meski mereka tau kedua orang tuanya akan selalu mendukungnya. Ini adalah awal mulanya dimana mereka akan melalui semuanya sendiri. Mempertahankan keluarganya dari serangan musuh-musuhnya.

Ini baru awalnya....

Die Gefährliche Mafia [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang