Chapter 13

28 6 0
                                    

Rena memijat keningnya, pusing melihat anak kecil yang telah merusak rencananya. Dan sekarang, anak kecil tersebut malah mengikuti dirinya. Hah, ternyata dirinya telah mendapat kesialan entah itu baik ataupun buruk.

"Kak? Kita kemana sekarang?" anak kecil tersebut yang bernama Cila, melihat kearah Rena dengan tatapan yang sendu. Jelas terlihat ada kesedihan yang dia tidak tau apa itu.

Rena hanya meliriknya sekilas sebelum menatap jalanan. Rena menghela nafasnya, cape karena tugas yang lumayan berat ini.

"Kita cari penginapan. Setelah itu,  istirahatlah sebentar baru kita akan melanjutkan perjalanan. "

Cila hanya mengangguk dan kembali menggambar sesuatu di buku tulisnya. Ha melihat Cila, Rena terpikir bagaimana keadaan Bima? Apa dia sudah makan teratur? Tidur dengan nyenyak? Apa dia terluka? Rena tidak akan pernah memaafkan orang yang sudah menyakiti Bima dan keluarganya. Yah Bima dan Reihan.

Hingga mobil yang ditumpangi oleh Rena dan Cila telah sampai di sebuah hotel yang tidak terlalu besar dan jauh dari pemukiman warga. Tetapi nyaman, dan masih bisa melihat pemandangan disekitarnya. Cukup untuk tempat beristirahat mereka berdua.

Rena dan Cila memasuki hotel tersebut yang langsung disambut oleh sang pemilik hotelnya. Kesan pertama ialah hotelnya bersih dan lebih natural karena semuanya terbuat dari kayu.

"Kamar satu yang besar dan ada teleponnya."

Sang pemilik hotel mengangguk mengiyakan dan menghitung totalnya. Sedangkan Rena sedang melihat sekelilingnya.

'Perabotan yang masih terlihat baru walau sedikit berdebu. Pemilik hotel yang terlihat gagah, terdapat tato di lengan kanannya. Namun, sayangnya...dia bodoh.' batin Rena menyeringai.

"Totalnya Rp. 125,000, untuk kamarnya. "
Ucap sang pemilik hotel yang bernama Ray.
Rena mengeluarkan uangnya dari dalam dompet dan memberikan Rp. 200.000 kepada Ray.

"200,000 berarti sisanya..... Se... Se.. Sembilan puluh lima, nah. "

Ray memberikan uang lima puluh ribu dan beberapa uang sepuluh serta uang lima ribu kepada Rena. Rena tersenyum sinis melihat hal itu.

"Hehe, ini... Anak anda kah? " Ray menatap ke arah Cila yang juga sedang menatapnya.

"Hai nak, apa kau keponakannya? Atau anaknya? " Ray berbicara kepada Cila yang dibalas gelengan olehnya.

"Bukan, dia kan kakak polis... " ucapan Cila terhenti akibat Rena yang menutup mulutnya agar tidak berbicara lagi. Rena menatap Ray dan tersenyum canggung.

"Ah, anak baik. Bilang terima kasih ke pamannya," ucap Rena sambil mengelus kepala Cila.

Rena berjalan kearah Ray dan berdiri di sampingnya dengan membelakangi Cila. Rena mengeluarkan kartu namanya dari dalam kantong jaketnya.

"Aku adalah jaksa hukum yang di tugaskan untuk mengurus satu hal disini. Hah, dia masih anak-anak dan aku harus mengurus abangnya yang diculik oleh penjahat."

Cila dan Ray menatapnya heran.

"Jaksa hukum? " tanya Ray sambil melihat ke arah Rena dengan bingung. Sedangkan Rena, dia hanya tersenyum dan menepuk pundak Ray dan mengambil tangan Cila dan mengajaknya naik ke kamar atas.

"Jaksa hukum... Penculik abangnya..." Ray terus mengulang kata yang sama, seakan sedang mencerna perkataan Rena walau itu kenyataannya.

"Kenapa kakak tidak bilang bahwa kakak jaksa hukum? Dan bukankah kakak itu polisi? " samar-samar terdengar suara Cila di tangga yang menanyakan hal itu yang tentu tidak di respon oleh Rena.

Hingga, Rena dan Cila telah sampai di kamar terbesar yang ada di hotel ini. Dengan segera, Rena membuka pintu dan menutupnya setelah Cila masuk. Rena memutuskan untuk istirahat sejenak sebelum memulai misinya kembali.

------------$$$$$$-----------

Rena mengambil telefon dan menelfon sang kakak untuk mencari tau sesuatu. Saat ini, Rena serta Cila berada di sebuah tempat telefon untuk melihat suatu hal.

"Tolong carikan data tentang pemilik mobil berplat Gangnam Adult 05." Rena menutup panggilannya tanpa menunggu jawaban dari Reihan. Hingga Rena menjalankan mobilnya dengan membawa sebuah kertas kuning dari nomor telefon yang terdapat di buku kuning panggilan.

Sedangkan di tempat yang lain dan dalam waktu yang sama, Reihan menatap telefon genggamnya dengan malas. Kebiasaan sang adik yang tidak dapat dirubah. Pasti akan selalu menutup telefon tanpa mau mendengar jawaban dari sang penerima panggilannya.

Reihan memijat kepalanya pusing melihat tingkah sang adik yang seenaknya. Reihan memanggil Siska dan menyuruhnya untuk mencari informasi tentang mobil yang dikatakan oleh Rena.

'Adik durhaka!' batin Rei kesal.

Sedangkan kembali ke Rena dan Cila, saat ini mereka telah sampai di hotel tempat mereka menginap. Rena dan Cila masuk ke dalam kamar dan Rena menuju telefon genggam yang ada di sana.

Saat Rena sedang menelfon satu persatu nomor yang ada di kertas kuning yang dibawanya, Ray masuk dan menghampiri Rena.

"Ada apa?" Rena melihat kearah Ray yang berada di pintu.

"Hmm ada yang ingin aku bicarakan."

"Maaf, tapi aku sedang sibuk," Rena kembali memusatkan perhatiannya pada telefon.

"Tapi ini penting. Ini mengenai abangnya yang diculik. Jadi waktu aku mengambil meja serta kasur untuk kamar hotelku, aku melihat sesuatu yang aneh. Ada seorang anak kecil laki-laki di dalam sebuah ruangan. Namun, saat aku mengetuk pintu, tidak ada yang menjawabnya. Jadi ku pikir tidak ada orang.... "

Saat Ray berbicara, Cila mengeluarkan buku tulisnya dan mencatat hal-hal penting yang diucapkan oleh Ray. Sedangkan Rena memijat kepalanya, merasa pusing antara mendengar panggilan telefon atau Ray yang sedang berbicara.

'Ini tidak akan mudah..' batin Rena.

Die Gefährliche Mafia [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang