Rena membawa mobilnya ke sebuah tempat kosong atau bisa disebut dengan gudang kosong yang telah lama ditinggalkan. Entah mengapa, dirinya merasa yakin bahwa Bima berada disana. Selama di dalam perjalanan, dirinya terus memikirkan Bima hingga suara Cila membuyarkan lamunannya tentang Bima.
"Kak, nama kakak siapa?" Cila menatap Rena yang terlihat gugup dan melihat ke depan.
"Ekhem.. " Rena berdehem untuk menghilangkan kegugupannya.
"Kak, nama kakak siapa?!" Cila mulai meninggikan suaranya melihat Rena yang mengabaikan pertanyaannya.
"Na.. Namaku Nata ya Nata. " Ucap Rena berbohong. Cila memicingkan matanya kearah Rena, dia tidak percaya perkataan Rena.
"Serius? Tidak mungkin nama kakak Rena bukan?! " Cila terus melihat kearah Rena dengan serius yang membuat Rena salah tingkah.
"Iya! Itu namaku! " ucap Rena berusah membuat Cila yakin dan mempercayai dirinya.
"Nama kakak siapa?!"
"Namaku Nita!! " ucap Rena yang mulai meninggikan nadanya karena kesal ditanya terus-menerus.
"Tadi bilang Nata sekarang Nita!! Nama kakak Siapa?! " kali ini Cila mulai berteriak kearah Rena. Rena melihat kearah Cila dengan kesal.
"Apa ini yang diajarkan oleh kakakmu? Beginikah sopan santunmu kepada orang yang lebih tua?!" kali ini Rena tidak bisa menahan rasa kesalnya.
"Sudah ku bilang, namaku Nita!! " Sambungnya dengan melirik kearah Cila yang cemberut dan melihat keluar jendela.
"Kau tidak percaya?" ucap Rena ketika melihat Cila yang terdiam, tidak seperti biasanya.
"Aku percaya. " Ucap Cila dengan ketus. Rena hanya meliriknya sekilas dan memfokuskan pandangannya ke jalan.
Hingga akhirnya, mereka sampai di gedung kosong tersebut. Tepat saat itu juga, hujan turun dengan lebat. Tanpa takut basah, Rena serta Cila turun dari mobil. Cila langsung berlari kearah pintu gudang. Sedangkan Rena mengeluarkan senjata pistolnya.
Kali ini, Rena tidak menyembunyikan pistol itu dari Cila. Dia bahkan menampakan pistolnya langsung terhadap Cila. Saat sampai di depan pintu gudang, Rena mencoba mendorong pintu tersebut dibantu oleh Cila. Namun sayangnya, pintu tersebut terkunci dan sangat susah untuk dibuka.
Rena dan Cila berlari kearah jendela gudang dan melihat ke dalamnya. Namun, disana tidak ada siapapun. Hanya ruangan kosong dan berdebu yang mereka lihat.
Di tempat lain, seorang laki-laki beserta seorang anak kecil terikat di atas kursi dengan tidak berdaya. Muka mereka penuh dengan darah yang telah kering. Namun, wajah sang laki-lakilah yang lebih parah.
Pintu terbuka menampilkan sekawanan pria berjas hitam yang masuk dan berjalan menuju arahnya. Tepat saat berada di depannya, ketua dari mereka berjalan dan berdiri di tengah-tengah dari mereka berdua.
"Hay, sudah lama kita tidak bertemu yah. Sudah berapa lama kau terkurung di sini bersama adik kecil yang lucu ini? " sang ketua melihat keadaan korbannya dan tersenyum sinis.
"Kau tau? Dia kembali! Dia masih hidup! Dan sekarang dia mengejar kita semuanya! " ucap sang ketua merasa senang ketika melihat raut terkejut dari sang lawan bicara.
"A... Aku, dimana... Dimana adikku?! Aku ingin bertemu dengannya!" kali ini sang lawan berbicara. Tenyata dirinya khawatir terhadap adik kesayangannya daripada musuh yang berada di depannya sekarang.
"Adikmu? Hmm tenang mereka akan aman jika kau memberitahu kepadaku, dimana kau menyembunyikan berkas itu. " Ucap sang ketua melihat sang lawannya yang sepertinya masih lola.
"Berkasnya... Aku tidak tau! Itu... Tidak ada padaku! Kalian salah orang! " sang laki-laki berusaha menyangkalnya.
"Owh gitu ya? Tidak ingin memberitahuku? " ucap sang ketua memberikan penawaran terakhir kepadanya. Namun sang lawan tetap memanggil dan menanyakan sang adik yang dia sayangi.
Karena tidak tahan, sang ketua berjalan ke ujung ruangan dan kembali ke hadapannya dengan membawa sebuah balok dan tepat saat berada di depan sang laki-laki itu, ketua tersebut mengayunkan balok tersebut ke arahnya.
----------------------$$$$$$----------------------
Rena membawa dirinya dan Cila ke sebuah restoran untuk makan malam sebelum kembali ke tempat penginapannya. Tadi setelah menemukan jawaban yang sangat mengecewakan, mereka memutuskan untuk pergi dari sana.
Dan selama di perjalanan, Cila terus menangis dan terus menyebutkan kata 'Kakak'. Rena hanya bisa diam saat Cila tidak bisa berhenti menangis. Dirinya tidak tahu harus apa dan bagaimana cara menenangkan Cila.
"Ayo makan mie mu sebelum kita pulang," ucap Rena sambil memberikan semangkuk mie dihadapan Cila. Sedangkan Cila, masih sesenggukan dengan tangisannya.
"Nanti kita akan melanjutkan pencarian ini. Tapi sekarang, Cila harus makan terlebih dahulu agar tidak sakit." Ucap Rena sambil menatap teduh Cila. Entah kenapa, ketika melihat Cila menangis, dirinya ikut sedih. Bahkan dirinya teringat bagaimana kabar Bima sekarang. Apa dia terluka? Atau apakah dia baik-baik saja sekarang.
Cila menganggukan kepalanya dan mulai memakan mienya, begitu juga dengan Rena. Kali ini, Rena mengakui bahwa dirinya sudah tidak keberatan lagi dengan ke hadiran Cila. Cila bagaikan adik keduanya setelah Bima. Namun, yang jadi masalahnya, bagaimana caranya membujuk Reihan agar membiarkan Cila bersama mereka bila kakaknya tidak mau bersamanya.
Entahlah dia merasa bingung sekarang, saat ini Rena ingin menenangkan pikirannya supaya dirinya bisa berpikir jernih. Dia juga tidak tahu bagaimana perkembangan perusahaannya. Dia berharap Reihan dan Siska dapat menanganinya dengan baik. Serta dirinya dapat segera pulang dengan membawa Bima dengan keadaan yang baik-baik saja.Dia berharap semoga ini semua cepat... berakhir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Die Gefährliche Mafia [END]
Mystery / ThrillerKamu tidak perlu tau siapa aku, tapi aku tau siapa kamu. Hati-hati denganku, karena aku berbahaya. Jangan mencari masalah denganku, jika kamu masih ingin melihat dunia ini. Menceritakan tentang seorang mafia yang berjuang menyelamatkan keluarganya...