(Play mulmed along this part)
Wanita itu berdiri di sana. Menatap hampa pemandangan gelap aliran sungai tenang di bawah kaki nya. Sama sekali tak terusik meski suara ramai dari kendaraan yang berulang kali melewatinya di belakang sana mengganggu telinga, tak peduli pada sapuan angin pada kulit nya yang sejak tadi minta dihangatkan, memilih bertahan layaknya patung tanpa mengacuhkan luka di telapak kakinya yang tertutupi darah kering.
Sudah lebih dari tiga jam ia berdiri di tempat yang tak jarang menjadi tujuan orang hilang akal mengakhiri hidup nya itu. Terus berjalan tanpa arah sejak ia meninggalkan seluruh jejak nya dari mansion megah si pemimpin mafia. Wajah nya bertahan memperlihatkan raut datar, melangkahkan kaki seperti mayat hidup yang tak ayal mengundang beberapa pasang mata menatapnya aneh.
Hingga malam menjemput dan wanita itu berakhir di jembatan sungai Han. Jemarinya mencengkram erat pagar pembatas, sesekali menggulirkan manik untuk memastikan seberapa derasnya aliran sungai agar jika tubuhnya jatuh nanti akan langsung terbawa ke neraka.
"Apapun yang sedang kau pikirkan, itu adalah ide buruk."
Kedua alisnya menyatu, melirik penasaran sekaligus kaget pada kehadiran seorang wanita berpotongan pixie hair di sampingnya yang baru Jin Hee sadari sedang menarik tangan seseorang di balik pagar pembatas—Tunggu! Sebuah tangan? Oh shit! Setelah dibuat cukup sadar atas alasan apa yang membuat wanita asing itu meringis, Jin Hee bergerak mendekat. Spontan ikut mencengkram tangan seorang pemuda berkacamata yang terus berontak meminta dilepaskan.
"Bagus, lebih baik kau membantuku menyelamatkan satu nyawa dibandingkan melihat dua nyawa di depan mata ku jatuh secara mengenaskan ke air sedingin es di bawah sana."
Menggigit bibir malu, Jin Hee mengabaikan kalimat sarkasme itu dan fokus mengerahkan segala sisa tenaganya menarik naik lelaki yang entah sejak kapan melompatkan diri.
"Lepaskan aku! Biarkan aku mati secara tenang! Kalian tidak tahu bagaimana penderitaanku selama ini!"
"Persetan dengan penderitaanmu! Aku tidak akan pernah membiarkan satu orang pun mati di hadapanku!" Bersamaan dengan itu, akhirnya lelaki yang sejak tadi berusaha ditarik oleh mereka tertarik kembali ke atas.
Ketiga orang itu jatuh secara bersamaan, saling meringis dengan reaksi berbeda. Pemuda yang ditolong mereka memilih melarikan diri, menyisakan dua wanita itu yang duduk dengan posisi saling berhadapan.
"Dari penampilan mu, kau sudah pantas disebut orang gila. Tapi dari wajah terawat mu yang aku akui sangat cantik itu, sepertinya kau masih waras."
Mengulum bibir untuk kesekian kali, Jin Hee tak menggubris.
"Putus cinta? Dikhianati? Ditinggalkan? Cinta bertepuk sebelah tangan? Atau korban bully seperti laki-laki pengecut tadi?"
Jin Hee hanya menatap hoodie kuningnya sembari memilin ujung pakaian hangat itu. Telinganya mendengar helaan nafas kasar sebelum sebuah tangan tiba-tiba terulur padanya.
"Bangunlah." Urung bergerak, wanita Jin Hee justru hanya melempar tatapan bergantian dari wajah wanita asing itu dan telapak tangan bersih yang masih ada di depannya.
"Aku bukan kriminal, buktinya aku menolong dua nyawa hari ini. Jadi?"
Menghembuskan nafas pasrah, Jin Hee akhirnya menerima uluran itu. "Terima kasih." Gumamnya sembari menundukan kepala—cukup malu karena niat gila nya tadi.
Untunglah wanita berambut warna cokelat terang itu tak bertanya hal-hal aneh lagi padanya dan mengajaknya untuk berjalan menuju halte bus.
"Kau masih punya rumah kan?" Jin Hee tersenyum kecil atas kepedulian wanita itu, setidaknya ia cukup terhibur dengan kegugupan yang tampak jelas di wajah penolongnya saat menanyakan hal yang cukup menyinggung.
KAMU SEDANG MEMBACA
The B-White | JJK √
FanfictionSometimes Black. Sometimes White. Black for everyone. White for her. The meeting between Black and White. Different. But together. ----- "Who's better? Black or White part of me?" ©2019, February (official publishing) STAY AWAY FOR PLAGIARIST 🪓🤪