Rachel
Rachel dan Jimin seharian berbaring di kasur setelah dua hari yang lalu pergi berlibur. Jimin tertidur dan tidak untuk Rachel. Gadis itu terus merutuk dalam pelukan Jimin namun tidak sampai meronta meminta dilepaskan. Rachel bukannya merasa lapar karena melewatkan sarapan, namun ia merasa tidak enak karena harus meninggalkan Alea dalam keadaan sendiri lagi.
"Jimin, bisakah kau lepaskan aku? Lihatlah ini sudah pukul delapan," pinta Rachel menatap jengkel pada pria yang hanya membuka sedikit matanya.
"Masih pagi," racau Jimin dan kembali menutup matanya seraya mengencangkan pelukannya.
Dengan spontan Rachel mengetuk kepala Jimin. "Hei sadarlah, ini sudah malam!"
Kini Jimin membuka matanya sembari memegang kepalanya yang habis dipukuli Rachel. "Kenapa memukulku? Salahkah jika aku lupa akan waktu?"
"Tidak usah membela diri. Kau itu bukan lupa, tapi bodoh!" seru Rachel seolah berbicara dengan orang yang tuli.
Jimin melepaskan pelukannya seraya duduk menatap Rachel dengan kesal. "Bisakah kau tidak selalu meninggikan suaramu? Gendang telingaku akan pecah jika kau terus-terusan berteriak. Astaga, kau ini."
Rachel pun ikutan duduk dan beringsut mengepalkan ke dua tangannya. "Oh, jadi kau tidak menyukai suaraku, iya? Kenapa kau tidak cari wanita lain saja, yang suaranya tidak sepertiku. Jangan hanya karena kau bosan denganku kau malah mempermasalahkan suaraku," ujar Rachel penuh sesal dengan wajah yang berubah memerah.
Jimin menepuk jidat. Dalam hati ia tertawa jika Rachel selalu menyimpulkan sesuatu yang menyebalkan untuk ia dengarkan. Padahal Jimin tidak bermaksud menyinggung gadis itu hanya karena ingin menggantikannya. Apa tiga tahun berpacaran tidak cukup bagi Rachel untuk membuktikan bahwa dirinya akan selalu betah dengan gadis itu?
"Apa? Masih mau menyalahkanku?" Rachel menyambar sebelum Jimin membalas.
Jimin menatap Rachel dalam-dalam. Walaupun sebenarnya ia kesal padanya, namun Jimin tak akan bisa melakukan hal yang sama seperti Rachel. "Aku mencintaimu," pungkasnya mengecup jidat, hidung, ke dua pipi, dan turun ke bibir Rachel. Selanjutnya Jimin pun memeluk gadis itu sambil mengusap-usap punggungnya agar lebih tenang.
Rachel memanyunkan bibirnya. Jika Jimin sudah seperti itu ia pasti akan meleleh dan mau tak mau memilih berkompromi pada hatinya untuk tidak bersitegang dengan Jimin. Saat ini ia pun membalas pelukan Jimin dengan kepala yang ia selundupkan di leher pria itu sambil menghirupnya.
"Aku ingin tidur lagi."
Sontak saja Rachel melepaskan pelukannya dengan mata membesar. "Tidak. Kau harus mandi dan membiarkanku bersama Alea."
"Aku tidak akan membiarkanmu," tolak Jimin menerjang tubuh Rachel hingga terhempas, alhasil ia pun terbaring di atas gadis itu. Kembali Jimin menutup matanya dan tak menghiraukan omelan yang keluar dari mulut Rachel.
"Kau menyebalkan!" Rachel merutuk dan tak bisa menggerakkan tubuhnya. Berulang kali tangannya memukul bokong Jimin, namun percuma saja jika itu tak ada pengaruhnya bagi pria itu.
Kenop pintu tiba-tiba saja terbuka dan menampilkan seorang pria. Refleks tangan Rachel mencubit perut Jimin hingga pria itu mengaduh kesakitan.
"Aww! Sakit Rachel!"
"Ow, sorry."
Jimin langsung membalikkan tubuhnya ketika mendengar suara lelaki. Ia pun dengan cepat mengangkat tubuhnya dari Rachel dan mendekati pria yang tengah berkacak pinggang di dekat pintu—dia adalah Hoseok, seorang pria yang Jimin akui sebagai panutannya.
"Kau sudah lama?"
"Aku hanya ingin mengatakan bahwa jam sembilan kita akan berkumpul di tempat biasa," ujar Hoseok to the point.
"Baiklah." Jimin mengangguk mengiyakan.
Hoseok tak lagi menyambung dan langsung pergi begitu saja. Tatapan Jimin langsung terlepas dari Hoseok begitu Rachel menegurnya.
"Apa dia seniormu?"
Jimin berbalik dan mendekati Rachel yang sudah duduk di sofa. "Aku akan pergi sebentar lagi. Apa kau ingin bersama alea?"
Rachel memejamkan matanya rapat-rapat, mencoba menetralisir amarahnya, sayangnya ucapan Jimin membuatnya tak tahan dan langsung menyentak pria itu. "Kau keterlaluan!? Detik ini juga aku tidak ingin melihatmu lagi." Rachel dengan cepat berlari meninggalkan kamar Jimin dengan wajah yang nyaris meledak.
Karena hanya menempatkan mata dan pikirannya pada Jimin, Rachel sampai tidak sengaja menabrak seseorang hingga mereka pun terjerembab bersama.
"Hei! Apa letak matamu di tumit?!" Gadis itu menyentak seraya bangkit menatap Rachel dengan tatapan jengkel.
Wajah Rachel spontan terkejut ketika melihat cairan merah nan kental mengalir dari hidung gadis itu. Dengan gesit ia pun mendekat. "Maafkan aku. Apa kau tidak apa-apa? Hidungmu..." Rachel menjeda ucapannya seraya menunjuk hidung gadis di hadapannya.
Dahi si gadis berkerut sembari mengangkat tangannya dan menyentuh filtrumnya. "Shit!" umpatnya saat mengetahui hidungnya berdarah. Ia pun menatap Rachel layaknya ingin menerkam, namun tak berlangsung lama gadis itu pun pergi begitu saja.
Rachel masih berdiri dengan diam memperhatikan gadis yang semakin lama semakin menghilang dari bola matanya. Ia semakin merasa bersalah ketika melihat darah yang menetes di lantai. Andai Rachel tak berlari kemungkinan ia tak akan menyakiti seseorang.
Selang beberapa menit Rachel pun berjalan seperti biasa dan memutuskan tak ingin berlari lagi. Meski kejadian tadi masih terngiang di kepalanya, namun tak bisa dipungkiri bahwa Jimin masih terlalu kuat bersarang di kepala Rachel. Ia benci dengan pria itu yang menurutnya lebih mengutamakan sahabat dibandingkan kekasih. Rachel pun sempat berpikir apakah hubungan mereka akan berakhir begitu saja, mengingat Jimin tak berinisiatif memanggil ataupun mengejarnya ketika meninggalkan kamar. Terlebih lagi Rachel juga telah mengatakan untuk tidak ingin melihat pria itu. Walaupun kata-kata itu keluar dari mulut Rachel, namun hati tak bisa berdusta jika kenyataannya Rachel membutuhkan Jimin.
"Aku datang," ujar Rachel ketika membuka pintu kamar Alea dan melihat gadis itu masih menghabiskan waktunya dengan berbaring pada satu lengan yang ia timpakan di atas matanya. "Menangis lagi?" lanjut Rachel memilih duduk di samping Alea.
Alea menyingkirkan lengan di wajahnya sembari memiringkan tubuhnya, menatap Rachel dengan mata yang sembab. "Aku merindukannya," lirih Alea dengan tampilan yang menyedihkan.
Rachel menghembuskan napasnya pelan. Padahal ia berniat menceritakan Jimin pada Alea setidaknya meminta solusi yang masuk akal dari gadis itu, sayangnya Rachel pun sadar bahwa kisah cinta Alea lebih memprihatinkan darinya.
Rachel memutuskan berbaring dan memeluk Alea. "Tenanglah, semua akan baik-baik saja," ucapnya menghibur seraya membelai rambut Alea. Padahal ia ingin memaki Jungkook dan meminta Alea melupakan pria brengsek itu, namun Rachel kembali berpikir bahwa itu hanya akan membuat keadaan Alea semakin memburuk.
Alea sempat meneteskan air matanya sebelum pada akhirnya ia pun terpejam dan sudah tidak mengingat apa-apa lagi. Ia berhasil tertidur dalam pelukan Rachel.
Ketika telah menyadari Alea terlelap, Rachel pun melepaskan pelukannya sembari bangkit memutuskan untuk mandi. Saat ini ia hanya ingin mengguyur tubuhnya dengan air dingin alih-alih membuang beban dalam pikirannya. Seperti katanya pada Alea semuanya akan baik-baik saja, maka dari itu Rachel pun juga berharap itu juga akan terjadi padanya.
🙏🙏🙏
*Hargai penulis
Percayalah, vote itu gratis
KAMU SEDANG MEMBACA
MY LOVER THE SERIES
Lãng mạnMelalui kisah Audrey, Alea, Maddie, Stella dan Rachel, kita akan diajak memahami bagaimana rumitnya menemukan batas cinta yang sesungguhnya. Cinta yang menampung pengharapan dan begitu pulalah sulitnya cinta berikan kepastian. Akankah ke lima gadis...