Chapter 7

29 9 5
                                    

Alea

Alea pikir ia sudah jauh lebih baik dari sebelumnya ketika ia hanya bisa menghabiskan waktu berdiam di kamar dan menangis, dan kali ini gadis itu sudah tersenyum kecil melihat seorang pria mengajari anaknya bermain sepeda dari balik pagar asrama. Ia terus memperhatikan hingga yang ia lihat pun sudah menghilang dari pandangannya bersamaan dengan senyum di bibirnya. Alea kembali berbalik dan duduk di kursi bercat putih. Rambut panjangnya ia biarkan terurai begitu saja hingga tampak bergerak indah saat angin menyentuhnya.

Pandangan Alea spontan saja terjatuh pada sepasang kekasih yang baru saja datang dan duduk di kursi bermeja bundar yang tak seberapa jauh darinya. Mereka tampak sangat harmonis ketika si pria melingkarkan tangannya di tubuh si gadis serta mengusap lembut pipi gadis itu dengan tatapan memuja. Begitu gadisnya yang balik menatap dengan penuh cinta.

Alea dengan cepat membuang wajahnya ke depan untuk tak lagi melihat kemesraan dari sepasang kekasih tersebut. Ia menghirup napas dalam-dalam tanpa berusaha menunjukkan ekspresi sedihnya karena tak bisa berbohong bahwa apa yang ia liat barusan hanya akan membuatnya berharap akankah itu juga akan terjadi padanya dan Jungkook. Bukan karena Alea sudah menguatkan hatinya untuk melupakan Jungkook, melainkan ia hanya berusaha terbiasa untuk tidak terlalu dalam bermain dengan ilusi.

"Alea!"

Alea memalingkan wajahnya pada seorang gadis yang baru saja duduk di sampingnya, dan dia adalah Rachel yang tengah membawa sebuah cokelat berlapis keemasan dan menyerahnya pada Alea.

"Kau berlebihan. Apa kau tidak lihat aku sudah jauh lebih baik?" Alea tau jika Rachel percaya bahwa cokelat adalah cara terampuh untuk memperbaiki suasana hati yang sedang kacau. Meski Alea tak berniat memakannya, namun ia tetap saja mengambil cokelat itu dari tangan Rachel.

"Percaya padaku bahwa semuanya akan baik-baik saja." Rachel mengulang ucapannya yang sempat ia lontarkan pada Alea sembari tersenyum hangat.

Alea ikutan tersenyum dan membuang wajahnya ke depan seraya menutup mata dan menengadah, merasakan angin yang berhembus dengan lembut.

Rachel mengamati wajah Alea dari samping. Dalam hati ia menyadari bahwa Alea hanya berusaha menutupi kesedihannya. Yang ia lihat saat ini hanyalah seorang gadis yang tengah bersembunyi di baling topeng bahagianya. Benar begitu, Rachel tak punya pilihan lain selain hanya bisa ikut merasakan dusta kebahagiaan yang sahabatnya tunjukkan.

"Apa malam ini kau menginap di kamar Jimin?" tanya Alea tanpa mengubah posisinya.

Rachel memutuskan memalingkan wajahnya ke depan seolah sadar bahwa Alea tau jika dirinya tengah mengamati gadis itu diam-diam. "Entahlah."

Spontan Alea membuka matanya dan menatap Rachel. "Kau bertengkar dengannya?"

Alea menggeleng. Memang benar ia dan Jimin sedang dalam keadaan tidak baik-baik saja, namun lebih rinci alasannya yaitu Rachel hanya tidak enak meninggalkan Alea dalam keadaan menyedihkan. Namun juga bukan hal yang tidak mungkin baginya jika Jimin sewaktu-waktu akan datang memohon-mohon padanya dan berakhir di kamar pria itu. Itulah mengapa jawaban ya dan tidaknya untuk Alea tidak bisa Rachel berikan. "Hanya masalah kecil," sahutnya menutupi alasan utamanya.

"Ya, ya... kau akan berharap Jimin yang akan meminta maaf." Alea tersenyum manggut-manggut dan kembali ke posisi semula.

"Begitulah." Rachel berujar singkat tanpa ekspresi apapun selain hanya mengernyit menatap Alea.

"Tenanglah. Seperti katamu, semua akan baik-baik saja." Alea mengembalikan ucapan Rachel tanpa menghilangkan senyum di bibirnya.

Seketika Rachel bangkit. "Aku ingin ke kamar. Mau pergi bersama?"

Alea menggeleng pelan. "Kau saja."

Rachel tak lagi menjawab dan hanya sempat bertahan sebentar mengamati Alea sebelum pada akhirnya gadis itu pun meninggalkan Alea.

Alea kembali duduk sendiri. Kali ini matanya terbuka dengan tatapan kosong sembari menyandarkan kepalanya ke kursi. Ke dua kakinya yang menjuntai sengaja diayun-ayunkannya.

Flashback On

"Kau menangis?"

Seorang pria yang baru saja ditegur dengan gesit menghapus air matanya dan menoleh ke samping menatap sendu pada seorang gadis. "Tidak," bantahnya dengan suara yang parau.

Gadis itu menggeleng. "Kau berbohong. Katakan padaku, apa yang terjadi?"

"Tidak ada."

Gadis itu mengerutkan dahinya. "Apa kau malu menceritakannya padaku? Kupikir kita sudah berteman dekat, mengapa harus malu?"

Si pria hanya menggeleng pelan.

"Jungkook. Tidak apa-apa, katakan saja."

Jungkook terdiam sembari menatap Alea. Ekspresinya kali ini hanya datar dengan bulu mata yang nampak basah karena menangis tadi. "Aku tidak pernah berniat membagi isi hatiku pada siapa pun." Jungkook berujar seraya bangkit dari duduknya. "Mungkin ini terakhir kalinya kau melihatku," sambungnya lagi dengan nada merendah.

Alea tertegun. Ia sadar bahwa apa yang dikatakan Jungkook memang benar. Namun entah kenapa Alea seakan merasakan sesak di ujung napasnya kala mendengar ucapan Jungkook. "Kau akan ke perguruan tinggi mana?" tanya Alea berusaha bersikap biasa-biasa saja. Dalam hati ia telah bertekad untuk menuntut pria itu saat ia telah lulus sekolah.

Jungkook menggeleng. "Ku putuskan tidak akan melanjutkan pendidikanku."

Alea mengerutkan dahinya sembari bangkit dan berhadapan dengan Jungkook. "Maksudmu kau tidak akan kuliah?"

Jungkook mengangguk.

"Lantas jika tidak, kau akan pergi kemana?" tanya Alea lebih lanjut.

Jungkook tampak berpikir beberapa detik lalu akhirnya menjawab. "Tentunya tempat di mana kau akan merasakan yang namanya bebas."

"Apa kita tidak akan pernah bertemu?" Kali ini Alea menyiratkan dengan wajah kesedihannya. Bahkan ketika ia masih melihat Jungkook di depan mata kepalanya, Alea pun seakan telah merasa bahwa pria itu telah jauh terlepas dari pandangannya.

Jungkook tersenyum sebentar. Ia tak menjawab dan hanya terus memusatkan tatapannya pada Alea. Cukup lama hingga akhirnya ia pun hanya menepuk pelan bahu Alea lalu pergi meninggalkan gadis itu.

Flashback Off

Alea pikir kenangannya itu adalah momen terakhir ia bisa melihat Jungkook. Mengingat di masa-masa Jungkook pergi dari kehidupannya dan di saat itulah waktu-waktu yang gadis itu habiskan hanyalah menangis dan terus menangis merindukan pria itu. Namun takdir membuat Alea kembali merasakan yang namanya bernapas. Ia dipertemukan kembali, bedanya pria yang belasan tahun ia kenal sudah tak seperti Jungkook yang dulu.

Saat ini Alea hanya mampu memutar kenangan terindahnya bersama pria itu. Ia tak berpikir bahwa itu akan kembali terulang. Tapi Alea berharap Jungkook adalah satu-satunya Adam yang hanya diciptakan untuknya.

Alea menghembuskan napas kerasnya. Ia tidak menangis, lebih tepatnya berusaha untuk tidak mengeluarkan air matanya. Ke dua tangannya saling menggenggam dengan erat. Ia bahkan menelan ludah karena merasa tenggorokannya yang tersekat.

'Aku mencintaimu."

'Jungkook.'

🙏🙏🙏

*Hargai penulis
Percayalah, vote itu gratis

MY LOVER THE SERIESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang