Chapter 13

25 7 8
                                    

Maddie

Setelah selesai menemani Stella, Maddie pun kini telah pulang ke asrama memasuki pintu kamarnya dan duduk di sofa. Maddie membutuhkan suasana familier di mana ada Namjoon terbaring di kasurnya dengan bertelanjang dada, tapi sayang ia menyadari bahwa itu tidak akan terjadi ketika Namjoon berubah menjadi angan-angan semata. Namjoon, ah... Maddie merindukan setiap sentuhan manis pria itu.

Maddie membuka tas dan mengambil handphonenya seraya membuka ruang galeri, mencari foto kebersamaannya bersama Namjoon. Maddie tersenyum miris menunggu perasaan yang begitu akrab ketika mendengar pintunya terbuka dan menampilkan sosok yang ia harapkan, tapi yang ia tunggu tak akan mungkin datang.

"Apa kau benar mencintaiku?" tanya Maddie mengunakan telunjuk dan jari tengahnya meraba layar handphone-nya yang menampilkan wajah Namjoon. Semakin hari sekelebat bayang-bayang hubungannya yang retak sudah bisa Maddie rasakan. Itu akan terjadi, pasti, menyadari dirinya yang hanya selalu berjuang mempertahankan hubungan mereka. Tidak dengan Namjoon yang hanya memikirkan dirinya sendiri.

Maddie menjatuhkan handphone-nya asal. Ia tidak pernah membutuhkan kehadiran Namjoon sebesar ini, karena jika rindu ia akan pergi mengantarkan dirinya pada pria itu. Tapi Maddie tidak akan melakukannya. Ia bukannya meminta waktu untuk menyendiri, melainkan mengharapkan Namjoon sadar bahwa Maddie sangat berarti baginya.

Maddie memutuskan mematikan Lampu berniat untuk tidur, namun anehnya bayang-bayang Namjoon malah semakin keras bersarang di pikirannya hingga membuat perasaan Maddie bercampur aduk. Maddie menggeram seraya bangkit dan kembali menyalakan lampu kamarnya. Ia beralih menuju lemari dan mengambil piyama lalu handphonenya seraya memutuskan keluar dari kamar. Jangan pikir Maddie akan menemui Namjoon untuk tidur bersama karena telah menyerah, itu tidak akan terjadi. Maddie telah memutuskan untuk menginap di kamar Audrey.

Tiba di tempat yang ia tuju, Maddie pun tak melihat Stella di sana. Hanya ada Audrey yang tengah melakukan posisi tengkurap di kasur dengan bibir yang senyam-senyum tak menentu. Audrey bahkan tak sadar jika Maddie baru saja masuk dan telah mengernyit menatapnya horor. "Apa kau gila?"

Audrey terkejut bukan main dan hampir saja berteriak jika dia tidak langsung melihat gadis yang tengah berdiri di hadapannya. "Mad!" serunya memegang dada sembari duduk dengan tatapan kesalnya. "Astaga, jantungku." Audrey menimpali merasakan jantungnya berpacu lebih cepat.

"Salahmu karena tak melihatku datang." Maddie mengangkat bahu acuh dan duduk di dekat Audrey.

Audrey dengan spontan menepis lengan Maddie hingga membuat gadis itu sempat meringis kesakitan. "Kau bilang itu salahku? Hei, kau sendiri yang masuk seperti maling. Wajar jika aku kaget," omelnya dan mengancam Maddie dengan tangannya yang akan ia timpakan lagi ke gadis itu namun tidak Audrey lakukan.

"Dan kau, malah senyum-senyum tidak jelas. Apa kau memikirkan hal vulgar?"

Audrey menggigit bibirnya dan langsung memukul lengan Maddie lagi. Rasanya ia ingin saja menjahit bibir gadis itu yang bisanya asal bicara. "Tutup mulutmu, Mad."

"Oh astaga, kenapa kau jadi semenakut ini. Jika itu tidak benar kenapa lagi kau memukulku," gerutu Maddie mengusap lengannya yang menimbulkan warna kemerahan bekas pukulan Audrey. Jangankan untuk kejadian ini, Maddie pun mengingat bahwa dari kecil ia selalu berkelahi dengan Audrey dan berakhir menangis di tangan gadis itu, namun Maddie kembali tersenyum senang saat Hoseok memarahi Audrey karena membelanya.

Audrey menjulurkan lidahnya sembari membalikkan tubuhnya memilih posisi telentang. "Kenapa kau kemari?"

"Aku ingin menginap di sini."

"Hah?" Audrey sempat tercengang. Walaupun ia tidak percaya, tetapi apa yang Maddie katakan tidak salah memasuki telinganya. Bukan hal yang lumrah bagi seorang Maddie untuk tidur bersama Audrey, menyadari gadis itu tidak suka tidur dengan sesama jenis terkecuali kekasihnya. "Kau tidak mabuk kan?"

"Hei, apa kau melihat jalanku sedang teler?" Maddie memperagakan gaya jalannya yang terlihat normal.

Audrey pun percaya bahwa sesungguhnya itu memang Maddie. "Ah, terserahmulah" ujarnya tak lagi menghiraukan gadis itu ingin tidur di mana.

Maddie mencibir dan menaruh piyama di tangannya di ujung kasur. "Stella kemana?" tanyanya karena sudah teringat bahwa itu sebenarnya adalah pertanyaan pertama yang ingin ia ajukan.

"Di kamar Jungkook."

Jawaban Audrey sukses membuat Maddie tercengang. "What? Ya Tuhan." Maddie langsung tertawa memikirkan Stella dan Jungkook yang bergerak cepat.

Audrey memutar malas matanya. Ia tau apa yang Maddie pikiran untuk Stella. Tak jauh dari tebakannya yaitu seonggok pikiran mesum Maddie. "Urus saja hidupmu," pungkas Audrey dibarengi tangannya yang menarik selimut hingga sebatas dada.

"Oh ayolah, menurutku itu terlalu cepat bagi mereka. Apa kau sudah mengatakan pada Stella untuk..." Maddie memberi jeda kalimatnya dengan tatapan genitnya seraya melanjutkan, "yeah, menyuruh Jungkook memakai pengaman."

"Ya Tuhan Mad!" Audrey berteriak seraya duduk dan hampir saja memukul Maddie jika gadis itu tidak menghindar darinya.

"Ampun, ampun. Baiklah Nona pemarah, aku akan diam." Maddie mencibirkan bibirnya seraya mengambil piyama yang ia letakkan di ujung kasur, lalu berjalan menuju kamar mandi.

Maddie menghembuskan napasnya. Ternyata mudah saja baginya menutupi sesak di hatinya dengan berpura-pura tertawa di depan layar. Terlepas dari semua itu, Maddie hanyalah hembus angin yang berterbangan tak tentu arah di gelapnya malam. Sepi, mencekam, dan hampa.

Maddie tidak tau kenapa air mata itu jatuh begitu saja. Ia tidak tau kenapa ia menangis. Maddie bahkan tidak tau mengapa ia membuat dirinya menjadi begitu menyedihkan. Berulang kali tangannya menghapus air mata itu, tapi tetap saja butir-butir kristal di matanya jatuh dan jatuh lagi. Kenyataannya, ia hanya membutuhkan kehadiran Namjoon.

Maddie membiarkan tubuhnya basah di bawah guyuran shower. Niatnya memang ingin mandi, tetapi ia sampai tidak menyadari bahwa ia masih mengenakan baju di tubuhnya.

Bersama Namjoon, Maddie merasakan bahagia yang tidak bisa ia lukisan sepanjang perjalanan hidupnya bertemu pria itu. Dan saat inilah Maddie telah merasakan setengah dari tubuhnya menghilang hingga membuatnya merasakan sakit yang teramat sangat. Ia ingin tidur di dekapannya, tertawa bersamanya, dan merasakan setiap sentuhan lembut yang Namjoon berikan padanya.

"Namjoon," lirih Maddie memeluk tubuhnya sendiri. Ia bertambah menangis memikirkan apakah Namjoon baik-baik saja? Apakah Namjoon tidak terluka?


🙏🙏🙏

*Hargai penulis
Percayalah, vote itu gratis

MY LOVER THE SERIESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang