Chapter 25

26 5 10
                                        

Rachel

Waktunya jam makan malam sambil mendengar gelak tawa dari meja makan. Tentunya bukan dari suara gadis, melainkan suara dari dua orang pria.

Rachel membatin dan terus mengatakan 'aku bisa melakukannya'.

Rachel menuruni tangga, setengah tidak percaya diri akan berhadapan dengannya. Menurutnya ini pasti akan teramat canggung. Percayalah, Rachel berusaha keras menunjukkan sikap percaya dirinya, karena tidak ingin berakhir memalukan dirinya sendiri nantinya.

"Oh, Honey," sapa Jonathan saat mendapati Rachel berdiri di antara mereka.

Rachel menelan ludah saat merasakan tenggorokannya mengering ketika melihat seorang pria yang telah duduk di hadapan Jonathan dan berbalik hanya untuk melihatnya.

"duduklah," ujar Esther juga ikut berbalik dan merasa tak nyaman dengan tingkah Rachel.

"Em," angguk Rachel dan duduk di sebelah Jonathan.

"Kau pasti mengenalnya kan?" Jonathan bertanya pada Rachel sesekali tersenyum melihat pria di hadapannya.

Rachel mengangguk. "Ya aku tau. Dad kan juga sudah mengatakan padaku sebelumnya," jawabnya tak ingin berbasa-basi.

"Kau pasti ingat saat aku menyelamatkanmu yang nyaris tenggelam di sungai."

Rachel mengangkat kepalanya dan spontan langsung bertatapan dengan pria yang sudah tidak asing lagi baginya. Ia pun mengangguk dengan cepat. "Ya aku ingat, sayangnya hanya sedikit. Menurutku kejadian itu sudah sangat lama jadi wajar saja jika aku tidak tau detailnya." Rachel pun memutuskan kontak matanya saat telah selesai bicara.

"Kau juga pasti ingat Honey, ketika kau sakit kau selalu menyebut nama William," imbuh Jonathan dengan nada menggoda.

Rachel menghentikan suapannya seraya memandang Jonathan tak suka. "Kau hanya mengarang Dad."

"Itu jawaban dari belasan tahun yang selalu kau ucapkan, Honey. Bagaimana kau tau jika saat itu kau mengigau. Saksinya bukan hanya Dad, tapi juga adikmu," ujar Jonathan memperkuat argumennya.

Rachel merasa tidak nyaman sekarang. Terlebih ia juga mendengar tawa tertahan dari pria di hadapannya. Ah, tau begitu Rachel berpikir untuk mengurungkan niat makan malamnya. Rachel memilih tak berujar dan hanya memasukkan makanan ke dalam mulutnya.

"Apa kau tidak tertarik untuk berkuda besok?" tanya William dan langsung mendapat aksi yang menyenangkan dari wajah Jonathan.

"Aku kenyang."

Belum sempat Rachel menjawab tawaran William, Esther tiba-tiba saja meletakkan sendok dan garpunya dengan cukup keras hingga menimbulkan bunyi yang lumayan keras.

"Kenapa cepat sekali?" tanya Jonathan mendongak menatap Esther yang tengah berdiri dari duduknya, begitu pun halnya Rachel dan William

"Aku kenyang," ulang Esther lalu berbalik meninggalkan meja makan.

Rachel mengangkat bahunya memilih bermasa bodoh. Ia pun kembali melanjutkan makannya agar segera berakhir dari sana secepatnya.

"Kau belum menjawab pertanyaan Willian, Honey,"

Rachel memutar matanya malas. Padahal ia sudah cukup senang karena Esther memotong ucapannya. Ah, Jonathan memang benar-benar menjengkelkan. Rachel pun menatap William yang saat ini juga menatapnya dengan tatapan berbinar. "Kurasa lain kali saja," tolak Rachel.

"Bagaimana dengan berkeliling di desaku, kurasa itu cukup menarik," tawar William lagi.

Rachel menggeleng. "Lain kali saja," tolak Rachel lagi.

"Honey, bukankah kau kesini untuk berlibur? Kenapa kau tidak mau mengikuti ajakan William?"

"Lain kali saja Dad. Em... aku rasa aku juga sudah kenyang. Kalau begitu aku akan ke kamar." Rachel pun bangkit dan dengan cepat melangkahkan kakinya dari meja makan.

"Apa dia marah padaku?"

Jonathan yang mendengar pertanyaan William pun langsung menggeleng dengan cepat. "Oh tidak, tidak. Seperti yang kukatakan sebelumnya bahwa putriku itu tengah tidak dalam keadaan yang baik dengan kekasihnya. Kemungkinan itulah sebabnya dia seperti itu."

William hanya memangut-mangutkan kepalanya.

Di lain tempat Rachel memasuki kamar dan dengan sedikit bantingan saat menutup pintunya. Ia menghempaskan tubuhmu saat duduk di ranjang. Wajahnya tampak teramat kesal. Benar saja, gadis itu memang sedang kesal saat ini. Ia tidak suka dengan William terlebih Jonathan yang seperti tidak menghargai dirinya yang telah mempunyai kekasih.

"Ah, sial," umpat Rachel sembari memukul bantal di dekatnya. Memikirkan kejadian tadi benar-benar membuatnya gerah dan tak tahan ingin memaki William saat itu juga. Sayangnya Rachel kini masih belum bisa melakukannya. Andai Jonathan tau apa yang telah William lakukan padanya kemungkinan pria itu akan musnah di tangan Jonathan. Rachel pikir, ia hanya perlu membuang ingatannya pada kenangan pahitnya dulu.

Rachel pun bangkit dan mendekat balkon. Ia melihat dengan jelas pantulan rembulan memancar dari balik permukaan danau hingga membuat sekitarannya tampak terlihat terang. Entah kenapa saat itu juga Rachel pun teringat oleh Jimin, kekasihnya. Seolah-olah telah menghilang selama bertahun-tahun maka seperti itulah teriakan rindu yang berkoar di hatinya. Ya, Rachel sangat merindukan pria itu. Bahkan untuk sekedar melihat wajah Jimin dari jauh saja sungguh tidak bisa Rachel lakukan.

"Ah, ada apa denganku," gumam Rachel seketika menyadari. "Tidak, tidak, kau harus bisa Rachel," ujarnya meyakinkan dirinya sendiri.

Percuma saja, jika itu tidak berpengaruh sama sekali. Jimin sayangnya terus bersarang di hati dan kepalanya, bahkan tidak seperti biasanya.

Karena tak tahan Rachel pun mau tak mau mengambil handphone-nya dari dalam koper. Dengan cepat gadis itu menyalakannya dan dalam hitungan detik ia sudah melihat ratusan panggilan dan juga puluhan pesan yang masuk. Tidak lain dan tidak bukan adalah dari Jimin dan juga Alea.

'Kau di mana, Honey?'

'Apa kau benar-benar meninggalkanku?'

'Aku mencintaimu, sangat mencintaimu.'

'Jangan seperti ini, Honey. Kau bisa membunuhku.'

'Percayalah padaku. Aku hanya mencintaimu.'

'Tolong jangan seperti ini, Honey.'

'Ini benar-benar sulit bagiku. Kau menghilang begitu saja. Ya Tuhan, apa aku juga harus menghilang agar bisa menemukanmu?'


Rachel seketika menjatuhkan handphone-nya. Demi Tuhan ia sudah tidak tahan lagi membaca pesan yang Jimin berikan padanya. Gadis itu menangis sejadi-jadinya sembari terduduk dan memeluk tubuhnya. Ia tidak berpikir sebelumnya akan bertindak sejauh ini. Jujur, yang ada Rachel hanya merasa menyesal karena tidak mendengarkan perkataan Jimin. Ia pergi begitu saja seolah tengah menghukum pria itu.

Rachel semakin memperkuat tangisnya. Ia tak henti-hentinya memukul kepalanya karena telah bertindak bodoh.

"Honey, maafkan aku," isak Rachel dengan suara yang teramat sendu.

Rachel pun kembali menangis dengan kencang saat memutuskan menghubungi Jimin, namun sayangnya handphone pria itu malah tidak aktif. Jujur, pikiran Rachel saat ini benar-benar kacau dan tidak karuan. Ia luar biasa takutnya membayangkan sesuatu yang buruk akan menimpa Jimin. Bahkan jika itu terjadi, demi Tuhan Rachel tidak akan bisa memaafkan dirinya sendiri.

Rachel spontan saja bangkit dari duduknya dan mendekati lemari pakaian dan memasukkannya di dalam koper dalam keadaan masih terisak dalam tangisnya. Ia berpikir apa yang telah ia lakukan adalah hal yang tidak benar. Rachel telah memutuskan untuk mengambil jadwal penerbangan besok. Bagaimanapun caranya Rachel akan tetap berangkat demi menemui Jimin dan meminta maaf atas apa yang telah ia lakukan pada pria itu.


🙏🙏🙏

*Hargai penulis
Percayalah, vote itu gratis

MY LOVER THE SERIESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang