CHAPTER 16 • MELAHIRKAN

9.4K 393 4
                                    

"Cintailah semua orang, tapi percayailah beberapa saja. Jangan berlaku buruk kepada siapapun"

[William Shakespeare]

•••••

Hari persalinan semakin dekat. Darren bahkan menolak permintaan kantor untuk ikut serta seminar pengembangan teknologi di Singapura. Jasa design rumah juga untuk sementara ditutup. Dia selalu pulang sore paling lambat pukul enam sore. Sesulit apapun pekerjaan di kantor, dia tidak pernah ambil lembur. Semua dia lakukan demi Diana. Dia hanya ingin menjadi suami siaga yang menemani istrinya saat melahirkan.

"Apa aku ambil cuti aja ya?" tanya Darren pada Diana saat akan berangkat ke kantor.

"Jangan, perkiraan dokter kan masih seminggu lagi," tukas Diana. Diana mengantarkan Darren menuju mobilnya.

"Aku nggak tenang kalau di kantor," kata Darren gelisah.

"Nggak usah dipikirin, aku aja belum ada tanda tanda mau melahirkan," ujar Diana meyakinkan Darren untuk terus bekerja.

"Nanti kalau ada apa langsung hubungi aku. Ponsel nggak boleh mati, wajib lapor satu jam sekali." Diana menangguk angguk mendengar penuturan Darren. Dia paham, hanya dengan itu bisa membuat Darren tenang.

"Siap bos." Diana mengangkat telapak tanggannya, memberikan hormat pada Darren. Darren mengusap rambut Diana lembut.

"Aku berangkat, hati-hati di rumah. Duduk aja nggak usah kebanyakan jalan, nggak boleh capek capek," titah Darren ketika sudah memasuki mobil. Dia membuka kaca HRV-nya untuk memberikan titah itu kepada Diana. Diana pun melambaikan tangan seiring dengan melajunya mobil Darren.

***

Suasana pagi yang menjelang siang itu begitu terik. Tidak seperti biasanya. Diana rencananya akan berbelanja sayur pada tukang sayur keliling yang biasa mangkal di dekat taman kompleks, tidak jauh dari tempat tinggalnya.

"Pagi neng gelis, mau masak naon?" sapa tukang sayur denga logat sundanya. Diana sudah akrab dengan akang tukang sayur, karena hampir setiap hari dia berbelanja di sana.

"pagi, pagi juga ibu ibu," sapa Diana. Belanja sayur memang menjadi sarana ibu ibu kompleks untuk berkumpul.

"Dek, perutnya udah besar gitu kok jalan jalan jauh sih," omel bu Retno. Seperti biasa, beliau akan selalu cerewet setiap saat. Please, jaraknya aja tidak lebih dari  seratus meter, ini tidak jauh.

"Selaian biar kakinya lemas bu," ucapku. "Nggak enak tiduran terus, kan badan jadi kaku," lanjutku. Aku sambil memilah sayur sayuran. Rencananya aku akan memasak capcay dan rica ayam. Resepnya baru aku pelajari di youtube semalam. Salah satu dampak selama aku tinggal bersama Darren adalah aku jadi sering memasak, mencoba banyak resep baru.

"Atau jangan jangan suami kamu yang minta kamu belanja gini ya," kata bu Retno curiga.

"Nggak kok bu. Suami saya nggak minta begitu, cuma saya yang nggak tega, kalau pulang kerja capek tapi di rumah nggak ada makanan."

"Dek Diana ini memang terbaik, masih muda tapi paham kewajiban sebagai istri. Saya dulu waktu masih pengantin baru, kerjaannya tiap hari DO," kata mbak Sekar membandingkan dengan kehidupannya.

Pregnant ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang