CHAPTER 14 • IMPIAN

6.4K 394 2
                                    

"Don't waste your time with explanation, people only hear what they want to hear." Paulo Coelho

(Jangan buang waktumu dengan penjelasan, orang hanya mendengar apa yang ingin mereka dengar.)

•••••

Dengan tubuh yang pegal Darren melangkahkan kakinya memasuki rumah. Ini sudah lebih dari pukul delapan malam. Tadi banyak keluhan dari karyawan tentang sistem informasi di kantor yang mendadak lemot, jadi dia tidak bisa pulang sebelum menyelesaikan masalah itu.

Diketuknya beberapa kali pintu rumah, namun sang penghuni tidak juga membukakan pintunya. Alhasil dia membuka pintu dengan kunci cadangan yang selalu dia bawa.

Dia duduk di sova, merenggangkan otot-otot tubuhnya yang kaku.

"Diana?" panggilnya. Namun tidak ada sahutan dari orang yang dipanggil. Tidak biasanya Diana tidak ada di rumah. Dia lantas berdiri menengok kamar dan kamar mandi, Diana tidak ada di dua tempat itu. Dihalaman belakang juga tidak ada tanda tanda keberadaannya.

Dimana diana? - batin Darren

Bugh.....bugh.....
awas kamu ya, jangan pernah dateng ke sini lagi!!!
Bugh....bugh....

Sebuah suara orang disertai pukulan mengagetkan Darren. Dia khawatir dengan keadaan Diana. Pikirannya nyalang, dia berharap itu bukanlah maling.

Darren menaiki tangga kecil yang menghantarkannya ke balkon rumah. Rumah kecil ini memiliki lantai mezzanine. Rumah berlantai dua yang tidak bisa juga dikatakan rumah berlantai dua, karena lantai duanya tersembunyi. Tampilan luar rumah memang satu lantai, tapi ketika memasuki akan terlihat tangga untuk bisa sampai ke lantai dua. Sebuah rumah yang didesign oleh Darren dengan uniknya di atas lahan yang terbatas.

"Malingnya di mana di?" tanya Darren panik. Diana yang mendengar itu hanya melongo, tidak paham yang dimaksudkan Darren.

"Pasti malingnya udah kabur ya? Kamu pukul pake ini?" lanjut Darren sembari memegang sapu yang dipegang oleh Diana.

"emang malingnya di mana?"

"kok tanya aku, kamu kan ngusir malingnya."

"Aku nggak ngusir maling," jawab Diana sambil menggaruk kepalanya.

"Terus kamu teriak teriak ngusir siapa?"

"Oh itu, Kecoa. Lihat, udah mati aku pukul pake sapu. Hebatkan aku," ujar Diana membanggakan diri. Dia menunjuk kecoa yang tergeletak di ujung balkon.


"Kamu bikin orang khawatir aja, aku pikir maling." Ucap Darren frustasi, dia mengusap wajahnya dengan dengan kedua tangannya. Diana memang selalu berhasil membuatnya ketakutan.

"Kamu aja yang berlebihan."

"Turun! udara malam nggak bagus," ajak Darren dengan menarik tangan kiri Diana.

"Ini." Darren memberikan bungkusan kepada Diana begitu mereka sampai di lantai bawah.

"Apa?"

"Kebiasaan, dibuka dulu baru tanya," cibir Darren.

"Smartphone, buat aku?"

"Kalau aku kasih itu barang ke kamu, itu artinya?"

"Buat aku____ makasih Darren." Diana memeluk Darren saking bahagianya. Sudah beberapa bulan dia puasa sosial media. Akhirnya kini dia bisa update status lagi.

Pregnant ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang