CHAPTER 29 • RENOVASI

6.7K 393 2
                                    

“Engkau kopi puncak malamku, kekasih, pahit dan kelam tanpa kusedu.” 

Sujiwo Tejo

•••••

Seharian dihabiskan Diana dengan bermain bersama Aaron. Sedetikpun dia tidak ingin jauh jauh dari Aaron. Rasanya masih begitu merindukan bayi itu. Meskipun dia tidak bisa menggendongnya, tapi dia tetap semangat. Bahkan saat Aaron tertidur, dia masih setia disampingnya.

Darren sampai geleng-geleng kepala melihat antusiasnya Diana. Dari dulu dia tahu, Diana tidak mungkin tega membenci Aaron.

"Aaron kan udah tidur, mommy nggak tidur juga?" tanya Darren. Diana masih berdiri di samping box bayi Aaron untuk memandangi wajah polos Aaron.

Dia melihat ke arah jam dinding. Jam menunjukkan pukul sepuluh malam, saatnya dia merebahkan diri, bergulung manja di dalam selimut. Diana bersiap menganyunkan kaki menuju kamarnya.

"Mau kemana?" cegah Darren.

"Tidur, kan udah malem," jawab Diana. Dia bingung, bukankah tadi Darren yang menyuruhnya tidur, kenapa malah sekarang dia bertanya.

"Tidur di mana? Sini, tidur samping daddy," perintah Darren sambil menepuk kasur disebelahnya yang kosong.

Dia masih berdiri mematung di tempatnya. Dia masih belum terbiasa tidur bersama dengan Darren. Darren pun berdiri, dia menggenggam tangan Diana dan menuntunnya untuk tidur di kasur.

"Tidurlah di sini. Mulai hari ini dan seterusnya kita akan tidur bersama-sama di sini." Darren ikut membaringkan tubuhnya di kasur yang sama dengan Diana.

"Aku mau tidur di kamar sebelah aja," kata Diana sambil berusaha bangun. Jujur saja jantungnya berpacu sangat cepat saat ini. Itu menyebabkan matanya sulit untuk terpejam.

Lagi, Darren menahannya.

"Tidak, sini aku peluk biar cepet tidur," kata Darren. Dia melingkarkan tangan kekarnya pada tubuh Diana. Kungkungannya itu justru membuat Diana kesulitan bernafas.

"Aku nggak bisa nafas," lirih Diana. Dia masih berusaha menormalkan detak jantunnya. Bisa malu kalau sampai Darren tahu laju cepat kinerja jantungnya.

"Aku elus elus aja," putus Darren.

Suara detak jam dinding semakin jelas terdengar. Tak terasa sudah hampir tengah malam. Waktu berlalu dengan cepat namun Diana masih sulit untuk tidur. Matanya terpejam, namun telinganya masih mendengar.

"Kamu nggak bisa tidur?" tanya Darren.

"Iya," samar Diana.

"Aku juga. Ini pertama kalinya kita tidur seranjang secara sadar. Jantungku dari tadi berdetak cepat, rasanya kayak mau copot," akunya lebay. Dia menaruh telapak tangan Diana di dadanya, agar Diana merasakan detak jantungnya. Dalam gelapnya malam, mata mereka beradu.

"Aku juga," jujur Diana. Dia juga akhirnya mengakui pada Darren.

"Hahahah, kenapa kita kayak penganten baru lagi malam pertama ya," racau Darren sambil tertawa.

"Nggak terasa udah setahun kita nikah," ucap Diana.

Pikiran mereka sama sama menerawang ke kejadian setahun lalu.

"Emm____ bolehkah aku bertanya?" tanya Diana.

"Kenapa harus izin? Bertanyalah." Darren mempersilahkan.

"Tentang ucapan malam itu, emm____ yang di rumah sakit. Itu beneran?"

"Yang mana?"

"Yang itu____ yang cinta____?" Diana ragu untuk melanjutkannya. Lebih tepatnya malu.

Pregnant ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang