CHAPTER 20 • RINDU?

5.5K 324 21
                                    

"Kemurahan hati adalah lambang kepahlawanan sejati." 

[William Shakespeare]

•••••

Diana Soerjodiningrat Pov

Berat langkahku untuk meninggalkan Darren juga Aaron. Berkali-kali aku meyakinkan diriku untuk pergi. Darren, dia berhak untuk bahagia. Begitu pula dengan aku.

Aku hanya wanita yang ingin meraih cintanya. Cinta yang sudah kutunggu sejak bertahun-tahun lalu. Tidak mungkin aku menggantikan sosok yang selama ini menemaniku, selalu menghiburku dari aku kecil dengan seseorang yang baru ku kenal.

Aku tidak menampik jika Darren adalah pribadi yang baik. Dia bahkan tidak mengusirku saat malam dimana aku pertama kali mendatanginya dan mengaku hamil anaknya. Semua yang aku inginkan juga berusaha dia wujudkan. Dia terlalu baik untuk aku yang begitu kekanakan.

Mengenai Aaron, aku tidak pernah membencinya. Aku hanya tidak ingin membuatnya terlalu dekat denganku. Selain tidak ingin membuatnya ketergantungan dengan kehadiranku, aku juga mengkhawatirkan hatiku. Aku tidak yakin akan sanggup berpisah dengan bayi lucu itu ketika aku terlalu dekat dengannya. Oleh karena itu, aku membuat jarak. Semoga suatu saat, Aaron dapat memahami posisiku. Aku tidak berharap Aaron menerimaku lagi, cukup dia memaafkanku, itu sudah lebih dari cukup.

Dari kecil aku hidup tidak dengan orangtua kandungku. Bisa dikatakan aku tumbuh sebagai anak yang kekurangan kasih sayang. Aku selalu berjanji dalam diriku, jika aku mempunyai anak suatu saat nanti, aku akan menghujaninya dengan kasih sayang. Tidak akan pernah aku biarkan anakku mengalami hal sepertiku. Tapi kenyataannya sekarang aku mengingkari janji itu.

Maafkan mama Aaron! Tumbuhlah jadi anak yang baik. Bencilah mama sebanyak yang kamu ingin, tapi setelahnya berbahagilah. Doa mama selalu menyertaimu sayang.

Tanpa terasa air mataku mendesak keluar. Sesak. Mengingat Aaron juga Darren yang selama beberapa bulan mengisi hidupku memang semengharukan itu. Mereka selalu mempunyai tempat spesial di hatiku, meski belum sempat kuutarakan secara langsung.

Sekarang saatnya aku menatap masa depan. Aku harus membangun hidup baru dengan orang yang kucintai.

Bis yang aku tumpangi akhirnya sampai di pemberhentian terakhir. Aku keluar dan berusaha mencari kendaraan online. Tujuanku saat ini adalah rumah papa Charlos. Tidak mungkin aku menemui kak kevin dengan barang bawaan sebanyak ini.

"Non Diana," pekik bibi yang bekerja di rumah papa Charlos.

"Bibi apa kabar?" Aku memeluk bibi penuh haru. Bibi adalah orang yang selalu menemani hari-hariku saat berada di rumah ini. Bibi pula yang memberiku ongkos untuk menemui Darren sewaktu aku diusir papa.

"Bibi baik, non bagaimana? Sudah melahirkan?" tanya bibi. Pandangan mata bibi menuju perut kempesku.

"Aku baik, Aku juga sudah melahirkan."

"Ayo masuk non." Bibi mempersilahkanku masuk rumah. "Sini bibi bawain tas nya," lanjut bibi.

"Makasih. Rumah sepi bi?" Aku mengedarkan pandanganku, menelisik setiap sudut rumah ini.

"Tidak ada orang non. Seperti biasanya, mereka sibuk."

Aku menaiki tangga rumah untuk menuju kamarku. Kamar bernuansa abu-abu itu masih rapi seperti saat kutempati. Bahkan sukulen peliharaanku masih sangat terawat. Ku hirup dalam udara kamarku, masih sama seperti sebelum kutinggalkan.

Pregnant ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang